SuaraJabar.id - Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengatakan pihaknya kembali memanggil pejabat di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi sebagai saksi dalam penyidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan tersangka Wali Kota Bekasi nonaktif Rahmat Effendi (RE).
Pejabat di lingkungan Pemkot Bekasi yang dipanggil pada Selasa (8/2/2022) Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kota Bekasi Nadih Arifin.
Rahmat Effendi merupakan salah satu tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di lingkungan Pemerintah Kota Bekasi, Jawa Barat.
"Hari ini, Nadih Arifin diperiksa sebagai saksi untuk tersangka RE," ujar Ali Fikri dikutip dari Antara.
Baca Juga:10 Anggota DPRD Muara Enim, Tersangka Kasus Suap Infrastuktur Dipindahkan ke Lapas Pakjo
Selain Nadih, kata Ali, KPK juga memanggil tiga saksi lainnya. Mereka adalah Kepala Bagian Perencanaan RSUD Kota Bekasi Dewi Rosita, Sekretaris Dinas Ketenagakerjaan Kota Bekasi Neneng Sumiati, dan PNS Dinas Pariwisata Kota Bekasi Reynaldi.
Sebelumnya pada Kamis (6/1/2022), KPK menetapkan total sembilan tersangka terkait kasus dugaan korupsi tersebut.
Sebagai penerima suap, yaitu Rahmat Effendi (RE), Sekretaris DPMPTSP M. Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).
Lalu, pemberi suap, yakni Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), serta Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemerintah Kota Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan total anggaran Rp 286,5 miliar.
Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp 21,8 miliar, serta pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp 25,8 miliar dan lahan Polder Air Kranji senilai Rp 21,8 miliar.
Selanjutnya, ganti rugi lain berbentuk tindakan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp 15 miliar.
Atas proyek-proyek tersebut, Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi. Ia memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek itu serta meminta mereka tidak memutus kontrak pekerjaan.
Lalu sebagai bentuk komitmen, Rahmat Effendi diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemerintah Kota Bekasi dengan sebutan untuk sumbangan masjid.
Uang itu diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaannya, yaitu Jumhana Lutfi dan Wahyudin.
Tidak hanya itu, Rahmat Effendi pun diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya. Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi.
Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp 30 juta dari Ali Amril melalui M. Bunyamin.