SuaraJabar.id - Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) disebut tengah keruh. Sejumlah masalah menyeruak, seperti kinerja-etika pejabat kampus yang dinilai tak profesional, hingga soal gedung mangkrak bernilai miliaran rupiah yang tak kunjung selesai setelah dibangun bertahun lalu dan akhirnya malah harus dirobohkan lagi.
Sengkarut itu menyulut serangkaian protes tak hanya dari mahasiswa tapi juga sejumlah dosen. Gelombang demonstrasi mereka terakumulasi lewat aksi bertajuk Bongkar, diinisiasi forum dosen ISBI serta sejumlah mahasiswa lintas jurusan. Menginjak bulan ketiga tahun ini, sudah tiga kali pula aksi Bongkar itu digelar, teranyar pada Jumat pekan lalu, 18 Maret 2022.
Siang itu, seorang perwakilan dosen ISBI, yang juga aktor kawakan, Tony Supartono alias Tony Broer menampilkan pertunjukan tubuh sebagai protes. Ada pula kain hitam yang dipancang pada tiang bendera yang tugur tepat di muka kampus seni itu, berkibar sebagai tanda kabung. Terlihat juga spanduk besar bertuliskan Mosi Tidak Percaya, menyangsikan kepemimpinan rektor mereka.
Meski disebut pabeulit atau ruwet, kondisi di ISBI katanya harus segera dibenahi, jika dibiarkan akan merugikan mahasiswa, dosen, dan reputasi kampus seni yang dulunya bernama Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) tersebut.
Baca Juga:Dikira Boneka Panda, Asep Syok Temukan Ini saat Mencari Ikan di Sungai Citarum
Mengkritik Pejabat Kampus
Perwakilan forum dosen, Rachman Sabur mengkritisi kinerja Direktur Pascasarjana ISBI. Rachman menyebut yang bersangkutan sudah zalim terhadap sejumlah dosen, terutama kepada empat doktor yang diberhentikan dengan alasan yang menurutnya tak jelas.
"Tak ada SK (surat keputusan) pemberhentian," katanya saat ditemui Suara.com, belum lama ini.
Direktur Pascasarjana ISBI juga dianggap terlalu rajin mengambil jatah mengajar mata kuliah padahal tidak sesuai dengan kapasitas dan riwayat akademiknya. Kata Rachman, dia berlatar studi pengkajian seni, tapi ringan saja mengajar dan membimbing mahasiswa yang mengambil konsentrasi penciptaan seni.
Menurut dosen yang juga sutradara kelompok teater Payung Hitam itu, kondisi tersebut jangan dibiarkan sebab akan berpengaruh pada kualitas perkuliahan, tidak maksimal dan ujungnya bakal jadi kerugian buat mahasiswa.
Baca Juga:Cemburu Pacar Dibonceng, Asep Bacok Dedi, Pelipis dan Lengan Terluka
Bagi dosen, dengan memborong mata kuliah memang ada keuntungannya, honorarium dan untuk promosi jabatan. Pengajar itu, kata Rachman, harusnya kembali ke kapasitas masing-masing, sesuai ranahnya. Lebih mendasar, menurutnya arah perkuliahan di ISBI kini cenderung hanya ke pengkajian seolah mengesampingkan penciptaan.
"ISBI sedang mundur, idealisme hancur. Sekolah kesenian ditarik ke kajian saja, padahal sekolah kesenian itu diharapkan melahirkan karya, penciptaan-penciptaan, bukan hanya kajian. Penciptaan jadi dianggap tidak penting, ini ngaco. Sekolah seni sepatutnya melahirkan seniman-seniman, seperti zaman ASTI dulu (Akademi Seni Tari Indonesia), karena dosennya juga banyak seniman," ujarnya.
Lebih dari 20 dosen, termasuk sejumlah ketua prodi, katanya, sudah menghendaki pejabat pascasarjana itu diberhentikan demi perbaikan. Rachman menegaskan, ini bukan masalah pribadi, tapi menyangkut kepentingan lembaga secara umum. Namun, rektor dianggap tidak bersikap tegas.
"Ada apa sebetulnya? Aneh, rektor selalu menilai kinerja direktur itu begini," kata Rachman sambil mengacungkan jempol.
Rachman pun menegaskan bahwa aksi Bongkar ketiga itu pun mendesak rektor agar berani memberhentikan pejabat-pejabat kampus yang kinerjanya tidak baik.
"Ayo ambil kebijakan dengan akal sehat," tegas Rachman.
Mahasiswa Terlibat
Sementara itu, Ketua Keluarga Mahasiswa Teater (KMT) ISBI, Syahrul mengatakan, mahasiswa memilih untuk bergabung dengan gerakan forum dosen karena menganggap kampus juga seperti rumah. Mahasiswa juga berhak tahu dan terlibat dalam permasalahan di dalamnya guna memastikan hak pendidikan yang ideal.
"Mahasiswa ikut bersolidaritas. Kampus semacam rumah kita, kalau ada kotoran atau retak di dinding harus dibenahi, kalau tidak mungkin memang benar harus dibongkar," katanya.
"Kami merasa persoalan ini tidak hanya menjangkiti Pascasarjana tapi juga akan merambah pada persolan mahasiswa," katanya.
Syahrul mengakui bahwa ada upaya dari pihak rektorat agar mahasiswa tak merapat dengan aksi dosen. Tapi Syahrul beranggapan lain, mahasiswa harus terlibat sebab di lingkungan akademik mahasiswa harus kritis, rajin mempertanyakan persoalan.
"Jangan malah dibungkam, kami berhak tahu," tegas Syahrul.
Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) ISBI Bandung, Gilang mengatakan, sebelum aksi Bongkar ketiga, mereka sempat menggelar demonstrasi pada aksi Bongkar kedua awal Februari lalu. Gilang mengaku sempat dichat oleh Rektor ISBI, diminta tak ikut-ikutan seperti dosen.
"Katanya, mahasiswa jangan ikut-ikutan, jangan terprovokasi oleh apa yang dilakukan forum dosen. BEM seharusnya bisa mengordinir," katanya.
Gedung Mangkrak
Menurut Gilang, mahasiswa mempertanyakan kejelasan pembangunan gedung Galeri Seni yang sudah mangkrak bertahun-tahun. Gedung yang mulai dibangun sejak 2014 silam, berdiri empat lantai.
Sepengetahuan Gilang, setiap lantai akan difungsikan berlainan dari mulai ruang pameran, studio screening film dan sebagainya. Namun, delapan tahun berjalan pembangunan ternyata belum juga selesai.
Mahasiswa malah mendapat kabar jika gedung itu justru akan dirobohkan kembali karena ada masalah konstruksi. Informasi itu diketahui mahasiswa saat pertemuan antara organisasi-organisasi mahasiswa dengan Rektor ISBI, Prof. Een Herdiani, pada November 2021 lalu.
"Kami menuntut bagaimana Rektor bisa menyelesaikan permasalahan secara terbuka karena ini fasilitas kami," katanya.
Rachman Sabur turut mempertegas ihwal kejelasan gedung mangkrak tersebut. Tak hanya oleh mahasiswa, nasib gedung itupun turut dipertanyakan oleh kalangan dosen. Sepengetahuannya, pembangunan gedung mangkrak itu menelan hingga Rp 14 miliar.
Menurutnya, ketidakbecusan kampus mengurus gedung itu menjadi aib di ISBI atau ia menyebutnya sebagai bom waktu. Yang jika meledak, maka itu akan menjadi kabar sangat lugas bahwa ISBI sedang tidak baik-baik saja.
"Ketika meledak itu akan merebak ke mana-mana, (di proyek Galeri Seni) banyak yang terlibat. Jika tidak ada apa-apa, jelaskan saja secara terbuka kepada civitas akademika," katanya.
Untuk diketahui, Suara.com telah mencoba meminta tanggapan dari pihak kampus. Namun, hingga berita ini ditulis, Selasa (22/3/2022) pukul 15.45 WIB, permintaan wawancara yang diajukan Suara.com melalui pesan singkat WhatsApp belum ditanggapi. Pesan terkirim ke bagian Humas ISBI hanya dibaca.
Kontributor : M Dikdik RA