SuaraJabar.id - Organisasi Masyarakat Sipil menyayangkan tidak disepakatinya kesepakatan untuk mendorong Perluasan Manufaktur Vaksin, Diagnostik, dan Terapeutik, yang sejak awal digembar-gemborkan oleh pemerintah di dalam G20. Masyarakat sipil menilai, isu ini tidak mengangkat salah satu hal yang paling krusial, yakni terkait dengan hambatan kekayaan intelektual atau yang lebih dikenal dengan Paten, Hak Cipta, dan lain sebagainya.
Hal ini diungkapkan di dalam Konferensi Masyarakat Sipil untuk Kesetaraan Akses Vaksin, yang digelar oleh Indonesia for Global Justice (IGJ), Indonesia AIDS Coalition (IAC), Kelompok Kerja Akses Vaksin dan Keadilan Global C20.
Lutfiyah Hanim, Peneliti Senior IGJ mengungkapkan bahwa meskipun jumlah penduduk dunia yang tervaksinasi paling tidak satu dosis mencapai 68,2%, hanya 23,6% diantaranya yang berasal dari negara miskin dan berkembang.
"Ketimpangan vaksin ini artinya masih sangat nyata terjadi dan sekarang kita mengabaikan masalah tersebut," paparnya.
Baca Juga:Sudah Jadwal Pulang, Presiden Joe Biden Tidak Berpikir akan Pulang Jadi Betah di Bali
Hal ini terjadi karena aturan perlindungan kekayaan intelektual yang melindungi semua kebutuhan Covid-19, sehingga tidak dapat diproduksi di negara berkembang dan bergantung sepenuhnya pada perusahaan farmasi.
“Meskipun terdapat potensi kapasitas produksi vaksin, obat, dan diagnostik di negara berkembang, hal itu tidak dapat dimanfaatkan dengan maksimal karena terbentur aturan ini," tambahnya.
Koordinator Kelompok Kerja Akses Vaksin dan Kesehatan Global Civil-20, Agung Prakoso mengungkapkan, pemerintah Indonesia sebenarnya mendorong perluasan manufaktur vaksin di dalam G20. Namunhasil pertemuan Menteri Kesehatan negara-negara G20 telah gagal mencapai kesepakatan dan masih berkutat pada analisi ketimpangan manufaktur.
“Kami sudah pernah menggelar diskusi dan memaparkan potensi manufaktur di negara-negara G20 yang sudah ada, tetapi tidak bisa dimaksimalkan karena aturan TRIPS atau kekayaan intelektual. Sayangnya, pemerintah masih merasa bahwa aturan kekayaan intelektual ini bukan masalah besar bagi manufaktur, sehingga tidak termasuk di dalam diskusi-diskusi G20. Dampaknya pada saat pertemuan Menteri justru tidak menemui kesepakan dan harus di-carry over ke Presidensi India," katanya.
Ferry Norila, dari Indonesia AIDS Coalition mengungkapkan, kesulitan akses vaksin dan kebutuhan Covid-19 ini juga terjadi dalam obat-obatan untuk penyakit lain. Untuk itu ia menyerukan, agar akses vaksin ini dapat diatasi melalui penghilangan hambatan kekayaan intelektual, sehingga bisa dimanfaatkan untuk penyakit lain di masa yang akan datang.
Baca Juga:Bus Listrik Jadi Armada Pendukung KTT G20 Bali, Pengemudi Menyatakan Kebanggaan
Konferensi masyarakat Sipil untuk Kesetaraan Akses Vaksin digelar di Denpasar, Bali pada 12-13 November 2022, sebagai respons kekecewaan masyarakat sipil atas lemahnya komitmen G20 di dalam Kesetaraan Akses Vaksin Global.