SuaraJabar.id - Gedung DPRD Jawa Barat jadi saksi drama politik tingkat tinggi pada Jumat kemarin. Sebanyak 39 kursi Fraksi PDI Perjuangan mendadak kosong melompong saat rapat paripurna pengesahan Perubahan APBD 2025.
Ini bukan sekadar absen, tapi sebuah pernyataan perang politik terbuka dari Fraksi PDI Perjuangan Jawa Barat.
Penyebabnya? Janji manis alokasi dana untuk pondok pesantren yang dianggap menguap begitu saja di meja Gubernur Dedi Mulyadi.
Mari kita bedah 5 fakta kunci di balik aksi boikot yang bikin APBD Jabar disahkan secara "pincang" ini dilansir dari Antara.
Baca Juga:Geger APBD Jabar! PDIP Boikot Paripurna, Tuding Janji Bantuan Pesantren Dikhianati Dedi Mulyadi
1. 'Banteng' Kompak Mogok Massal
Ini adalah langkah politik ekstrem. Seluruh 39 anggota Fraksi PDIP, fraksi terbesar di DPRD Jabar, kompak tidak menghadiri rapat paripurna. Aksi ini bukan hanya soal walk-out, tapi juga penolakan total.
Wakil Ketua DPRD dari PDIP, Ono Surono, menegaskan, "Fraksi PDI Perjuangan tidak menandatangani persetujuan bersama Perubahan APBD Provinsi Jawa Barat Tahun 2025." Artinya, mereka secara resmi tidak mau ikut bertanggung jawab atas anggaran tersebut.
2. Akar Masalah: Janji Bantuan Pesantren yang 'Menguap'
PDIP merasa dikhianati. Ono Surono menjelaskan bahwa fraksinya awalnya mendukung perubahan APBD karena ada komitmen untuk mengalokasikan kembali bantuan untuk yayasan pondok pesantren dan masjid.
Baca Juga:Drama PBB Cirebon Naik Gila-gilaan Dibatalkan! Ini 5 Poin Penting yang Wajib Kamu Tahu
Namun, komitmen ini hilang di tikungan akhir. Menurut PDIP, dalam draf final dari Gubernur Dedi Mulyadi, pos anggaran yang krusial itu lenyap tanpa jejak.
3. Dari 'Bantuan Yayasan' Jadi 'Beasiswa Santri Rp10 Miliar'

Inilah titik paling krusial yang memicu kemarahan PDIP. Sebagai ganti dari pos "bantuan yayasan" yang hilang, tiba-tiba muncul nomenklatur baru "beasiswa santri tidak mampu" dengan alokasi yang dinilai kecil, yaitu Rp10 miliar.
Bagi PDIP, ini adalah dua hal yang berbeda. Bantuan untuk yayasan menyasar kelembagaan pondok pesantren secara langsung, sementara beasiswa hanya menyentuh individu santri. Perubahan ini dianggap tidak sesuai dengan kesepakatan awal.
4. Paripurna Jalan Terus, Palu Tetap Diketuk
Meskipun fraksi terbesar absen, rapat paripurna tidak berhenti. Ketua DPRD Jawa Barat, Buky Wibawa, menegaskan bahwa kuorum masih terpenuhi.