-
Bencana hidrometeorologi di Sumatera dipicu oleh Siklon Tropis Senyar yang terbentuk secara anomali sangat dekat dengan ekuator, suatu kejadian yang jarang dalam sejarah meteorologi.
-
Kekacauan cuaca ekstrem disebabkan interaksi mematikan dari Siklon Senyar, Gelombang Rossby, MJO Fase 6, serta IOD dan La Nina yang menyediakan uap air berlimpah.
-
Pembentukan siklon tropis dekat ekuator tahun 2025 merupakan anomali serius, meningkatkan risiko hujan non-stop lebih dari 24 jam dan angin kencang di Indonesia.
SuaraJabar.id - Bencana hidrometeorologi basah yang memporak-porandakan wilayah Sumatera mulai dari Aceh, Sumatera Utara, hingga Sumatera Barat belakangan ini menyisakan tanda tanya besar.
Intensitas hujan yang tidak wajar dan durasinya yang panjang ternyata bukan sekadar musim hujan biasa.
Para ilmuwan mendeteksi adanya anomali atmosfer yang sangat jarang terjadi dalam sejarah meteorologi Indonesia.
Dosen Departemen Geofisika dan Meteorologi IPB University, Sonni Setiawan, mengungkapkan analisis mengejutkan bahwa kekacauan cuaca ini dipicu oleh pembentukan siklon tropis yang menyalahi kodrat, yakni muncul sangat dekat dengan garis ekuator.
Baca Juga:SEG Beri Tiket Emas Kuliah Lancar untuk 19 Mahasiswa IPB Asal Jabar
Fenomena ini menjadi sorotan serius di kalangan akademisi dan peneliti iklim.
"Tahun ini agak menarik perhatian para meteorologis, karena siklon tropis terjadi di dekat ekuator, bahkan di bawah lintang lima derajat," ujar Sonni Setiawan, Rabu (3/12/2025).
Sonni membedah ramuan mematikan yang menyebabkan langit Sumatera seolah runtuh. Fenomena utamanya dikenal sebagai Siklon Tropis Senyar.
Namun, Siklon Senyar tidak bekerja sendirian. Ia mendapatkan bensin tambahan dari interaksi berbagai sistem atmosfer raksasa yang terjadi bersamaan:
![Warga menggunakan kabel baja yang untuk menyeberangi Sungai Juli pascaputusnya Jembatan Juli di jalan lintas Bireuen - Takengon, Aceh, Selasa (2/12/2025). [ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/bar]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2025/12/03/70266-bencana-banjir-sumatera-banjir-aceh-penyeberangan-darurat-dengan-kabel-baja-di-aceh.jpg)
- Gelombang Ekuatorial Rossby: Gelombang atmosfer yang bergerak ke barat.
- Madden Julian Oscillation (MJO): Fenomena pergerakan awan hujan yang saat ini berada pada Fase 6 di Pasifik Barat tropis.
- Indian Ocean Dipole (IOD) & La Nina: Kondisi menghangatnya suhu muka laut yang dimodulasi oleh aktivitas bintik matahari.
"Kondisi laut yang hangat akibat La Nina dan IOD menyediakan uap air berlimpah. Inilah bahan bakar utama terbentuknya depresi tekanan yang kemudian berevolusi menjadi bibit siklon," jelasnya.
Baca Juga:Lupakan Macet Puncak! 5 Spot Wisata Tasikmalaya Paling Hits Buat Healing Akhir Tahun
Sonni menjelaskan bahwa kombinasi ini memicu hujan yang durasinya bisa tembus lebih dari 24 jam non-stop.
Di saat yang sama, wilayah Indonesia juga dikepung oleh dua bibit siklon lain dan Siklon Tropis Fina, yang melipatgandakan risiko bencana.
"Siklon tropis merupakan gangguan atmosfer berskala sinoptik yang dapat memicu bencana hidrometeorologi di wilayah yang dilaluinya, terutama dalam durasi harian di kawasan tropis," jelasnya.
Secara teori, lanjur dia, siklon tropis biasanya sopan mengikuti pergerakan matahari. Jika matahari di utara, siklon muncul di utara, begitu pun sebaliknya. Namun, tahun 2025 memberikan data yang berbeda.
"Namun tahun ini anomali muncul karena pembentukan terjadi sangat dekat ekuator," pungkasnya.
Meskipun Indonesia secara geografis bukan jalur lintasan utama badai tropis seperti Filipina atau Jepang, dampak tidak langsung dari fenomena di dekat ekuator ini terbukti sangat destruktif.