Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Senin, 24 Agustus 2020 | 19:29 WIB
Cerita transpuran di Bandung. (Suara.com/Emi)

Tentu saja hal itu tak sedikitpun mengurungkan semangatnya berbelanja.

Kalau hanya debu jalanan, dan bisingnya kendaraan hingga sengatan bau dari tumpukan sampah jalan tentu saja bukan apa-apa baginya. Transpuan karib dengan kerasnya kehidupan. Mulai dari kekerasan fisik hingga psikis, papar Joya, layaknya makanan sehari-hari transpuan.

Sudah terhitung 3 pekan, ia mencoba berjualan minuman kekinian, Boba dan Thai Tea. Dia berjualan dengan modal Rp 7 juta untuk membeli bahan minuman, membuat spanduk dan membeli gerobak.

Meski penjualan tidak seberapa, tapi Joya bersyukur masih bisa bertahan dengan hasil penjualan itu.

“Sekarang benar-benar sulit, kerjaan tidak ada, yang nyalon juga tidak ada, pada takut karena korona,” ungkapnya ketika dikunjungi di kontrakannya di pinggiran Bandung Timur (27/7/2020).

Baca Juga: Heboh Warga Antre di Pengadilan Agama Soreang Mau Ajukan Cerai

Sebelumnya, ia sempat menjual jus buah-buahan, namun hal itu tidak berhasil, di tengah pandemi dagangan selalu sepi, buah-buahannya selalu busuk. Akhirnya, setelah mendapat saran dari seorang teman untuk mengganti ke minuman lainnya.

“Jualan Thai Tea ini baru 3 minggu, kemarin sempat jual jus buah tapi sepi dan banyak yang busuk buahnya, sayang,” tutur Joya.

Sudah jatuh ketimpa tangga

Hidup susah di masa pandemi virus corona tak melulu soal tak punya duit atau susah makan. Transpuan juga tetap menghadapi diskriminasi.

Awal Mei 2020 lalu, masyarakat dibuat geram akibat aksi tidak manusiawi yang dilakoni Youtuber Ferdian Paleka bersama temannya. Ferdian Paleka melakukan prank sembako sampah.

Baca Juga: Viral Antrean Panjang Orang Daftar Cerai di Pengadilan Agama Bandung

Dia mengerjai transpuan dengan memberi sembako sampah kepada empat transpuan di Kota Bandung. Kasus tersebut sempat diproses oleh pihak Kepolisian. Tapi Ferdian Paleka dibebaskan karena transpuan korban sembako sampah itu mencabut laporannya ke Kepolisian Bandung.

Aksi tidak terpuji itu menggores hati para transpuan dan masyarakat yang peduli. Apalagi aksi itu dilakukan ditengah pandemi virus corona, ketika para transpuan sedang bertahan hidup.

“Kasus kemarin benar-benar melukai kami. Benar-benar kami sedang kesulitan, tapi ternyata malah diperlakukan seperti itu,” ungkap Luvhi Pamungkas, Ketua Srikandi Pasunda Jawa Barat, ketika ditemui di kediamannya yang berlokasi di Sarijadi, Kota Bandung (28/7).

Saat kasus bergulir hingga hari ini, sambung Luvhi, pemerintah provinsi maupun kota belum memberikan bantuan apapun, baik untuk menyambung hidup maupun perlindungan terhadap transpuan.

“Ucapan kecaman hanya disampaikan di media saja. Setelah itu tidak ada tindakan sama sekali untuk membantu, dari Pak Gubernur ataupun Pak Wali Kota. Tidak ada sama sekali,” ungkap Luvhi.

Beberapa waktu seusai kejadian prank, Luvhi bermaksud mengajukan bantuan kepada Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Jawa Barat. Niat tersebut disampaikan dengan alasan ketika melintas di depan dinas dia menyaksikan tengah ada pembagian sembako kepada masyarakat.

Load More