SuaraJabar.id - Pemerintah dalam beberapa waktu belakangan mengeluarkan kebijakan untuk membatasi kegiatan masyarakat. Keputusan tersebut diambil setelah Pandemi Covid-19 meluas di berbagai wilayah Indonesia, termasuk di kawasan Kabupaten Cirebon.
Dampak pembatasan yang diistilahkan menjadi pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) dalam beberapa waktu terakhir, berdampak pada pelaku kesenian tradisional di Cirebon.
Salah satunya dirasakan pegiat seni di Sanggar Akar Randu yang selama ini mengandalkan panggung jaipong dan tari topeng khas Cirebonan.
Himpitan ekonomi sebenarnya mulai dirasa sejak kali pertama kebijakan pemberlakuan sosial berskala besar (PSBB), yang kemudian berubah istilah menjadi PPKM.
Kebijakan tersebut tentunya membuat para pelaku seni tidak lagi bisa menggelar pertunjukan, yang selama ini menjadi satu-satunya pemasukan bagi mereka dan keluarga dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Pegiat sekaligus pendiri Sanggar Akar Randu Alas, Adi Kardila merasakan hal tersebut. Tak adanya pemasukan dari panggung-panggung kesenian hingga tiada lagi tabungan yang tersisa, membuatnya terpaksa menjual berbagai alat kesenian yang selama ini menjadi modalnya mendapat uang.
Dengan berat hati, dia menjual sebagian peralatan sanggarnya demi menjaga dapurnya tetap ngebul untuk memenuhi kebutuhan sehari-sehari.
"Kondisi ini, membuat kami sangat terpuruk. Sampai-sampai untuk biaya makan saja kami tidak ada, karena selama ini kita dilarang untuk pentas sehingga tidak mendapat penghasilan apa-apa," katanya saat ditemui di sanggarnya pada Senin (30/08/2021).
Peralatan sanggar yang biasa dipakai untuk mentas dari panggung ke panggung, seperti kendang, dan genjring pun dilego dengan harga murah. Tak cukup hanya itu, dia pun bahkan sampai menggadaikan sepeda motor miliknya.
Baca Juga: Peneliti Ungkap Dampak Pandemi Covid-19 untuk Kesehatan Mental: Bikin Cemas dan Khawatir
"Untuk makan saja, saya sampai menggadaikan sepeda motor satu-satunya, karena tidak ada sama sekali penghasilan," katanya.
Menjual Kain Sarung
Bahkan, dia harus menjual semua kain sarung yang ada di lemari miliknya untuk tetap bertahan hidup di tengah Pandemi Covid-19 yang tidak tahu sampai kapan berakhir.
"Sampai kain sarung pemberian dari teman-teman kami jual, karena saking tidak ada uang untuk makan," katanya.
Itu pun hanya bisa membuatnya bertahan hidup sementara. Saat uang hasil penjualan barang-barang tersebut habis, bapak dua anak ini ini pun mencari tanaman sayur-sayuran di pinggir sungai untuk memenuhi kebutuhan pangan keluarga.
Mulai dari daun kangkung, daun singkong dan daun kelor di pinggir sungai yang ditemuinya pun dijadikan lauk pauk dengan hanya dicampur garam dan bumbu seadanya.
Berita Terkait
Terpopuler
- Pendidikan Gustika Hatta, Pantas Berani Sebut Indonesia Dipimpin Penculik dan Anak Haram Konstitusi
- Gebrak Meja Polemik Royalti, Menkumham Perintahkan Audit Total LMKN dan LMK!
- Detik-Detik Pengumuman Hasil Tes DNA: Ridwan Kamil Siap Terima Takdir, Lisa Mariana Tetap Yakin
- Kasih Kode Mau Bela Timnas Indonesia, Ryan Flamingo Kadung Janji dengan Ibunda
- Putrinya Bukan Darah Daging Ridwan Kamil, Lisa Mariana: Berarti Anak Tuyul
Pilihan
-
7 Rekomendasi HP Gaming Rp 2 Jutaan RAM 8 GB Terbaru Agustus 2025, Murah Performa Lancar
-
Neraca Pembayaran RI Minus Rp109 Triliun, Biang Keroknya Defisit Transaksi Berjalan
-
Kak Ros dan Realita Pahit Generasi Sandwich
-
Immanuel Ebenezer: Saya Lebih Baik Kehilangan Jabatan
-
Emas Antam Menggila, Harga Naik Kembali ke Rp 1,9 Juta per Gram
Terkini
-
IHR-Merdeka Cup 2025, Penonton Bakal Nikmati Kejuaraan Berkuda di Track Tepi Pantai Pangandaran
-
Dari Kurir Jadi Juragan! Dua Warga Bandung Raup Omzet Ratusan Juta
-
KRL Lumpuh Total Dihantam Gempa Bekasi: 5 Fakta Menegangkan di Balik Normalisasi Cepat
-
Cerita di Balik Layar Pemulihan KRL Usai Gempa Bekasi: Hujan Deras Tak Hentikan Kami
-
Warisan Proyek Mangkrak di Meja Dedi Mulyadi, Sanggupkah Akhiri Kutukan 10 Tahun TPPAS Lulut Nambo?