Scroll untuk membaca artikel
Andi Ahmad S
Selasa, 13 September 2022 | 08:36 WIB
Tersangka Bupati Bogor nonaktif Ade Yasin tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/5/2022). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

SuaraJabar.id - Jaksa KPK dalam saat persidangan menuntut kepada majelis hakim menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara dengan denda Rp100 juta dan subsider enam bulan kurungan kepada Ade Yasin.

Tidak hanya itu saja, jaksa KPK juga meminta agar hakim mencabut hak politik Ade Yasin yang merupakan adik dari Rachmat Yasin tersebut.

"(Menuntut) hukuman 3 tahun untuk Ade Yasin, lalu denda Rp100 juta dan subsider 6 bulan," kata Jaksa KPK Rony Yusuf.

Ia menjelaskan, terdakwa Ade Yasin terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana Pasal 5 ayat 1 huruf a Undang-undang tindak pidana korupsi, Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, Jo pasal 64 ayat 1 KUHP.

Baca Juga: Patgulipat Suap Jabatan Perangkat Desa Di Jateng Hingga Seret 2 Dosen UIN Semarang Jadi Terdakwa

Sementara itu, Kuasa Hukum Bupati nonaktif Bogor Ade Yasin, Dinalara Butarbutar, meyakini majelis hakim yang dipimpin oleh Hera Kartiningsih akan objektif dalam menanggapi tuntutan Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Kami tim kuasa hukum yakin majelis hakim objektif dalam perkara ini, karena tuntutan yang disampaikan oleh jaksa sudah dibantah semua oleh saksi-saksi yang dihadirkan oleh KPK sendiri," ungkap Dinalara.

Ia menganggap tuntutan yang dilayangkan oleh jaksa tidak terbukti melibatkan kliennya karena tak ada satupun saksi membenarkan bahwa pemberian uang oleh terdakwa lain yang merupakan pegawai Pemerintah Kabupaten Bogor kepada auditor BPK atas perintah dari Ade Yasin.

"Ternyata kan yang terungkap adalah kepentingan-kepentingan si pemberi yang merasa ketakutan ada temuan. Apakah perbuatan-perbuatan si pemberi ini harus Bu Ade Yasin yang mempertanggungjawabkan?" kata Dinalara.

Dosen Fakultas Hukum di Universitas Pakuan itu menyebutkan bahwa tuntutan Jaksa KPK mengenai adanya pengondisian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) agar mendapat opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) pun sudah dibantah oleh saksi-saksi.

Baca Juga: Mayat Laki-laki Ditemukan Tergeletak di Pinggiran Sungai Cidurian Bogor

"Maka perlu digali apa motif pemberian uang tersebut. Kalau motifnya adalah WTP, semua saksi mengatakan tidak mengerti sama sekali WTP tersebut," tuturnya.

Menurutnya mengenai bentuk tanggung jawab bupati atas kesalahan anak buah sudah selesai dengan peralihan kewenangan seperti diatur dalam Peraturan Peraturan (PP) nomor 12 tahun 2019 tentang pelimpahan kewenangan pengelolaan keuangan daerah.

Dinalara juga menegaskan bahwa dari keterangan 41 saksi yang dihadirkan oleh KPK dapat disimpulkan bahwa pemberian uang yang yang terjadi pada perkara itu bukan merupakan tindakan suap, karena tidak terjadi kesepakatan di awal antara dua pihak.

"Kalau kita masuk pada teori hukum, suap itu terjadi apabila dari awal sudah ada kesepakatan antara pemberi dan penerima. Pertanyaannya siapa yang bersepakat dengan BPK? Bahkan dengan (terdakwa) Ihsan saja dia tidak bersepakat. Bahkan dengan penyedia jasa saja dia tidak bersepakat. Karena faktanya adalah mereka (pegawai Pemkab dan penyedia jasa) spontanitas diminta pada saat dia (BPK) melakukan pemeriksaan," papar Dinalara.

Load More