Andi Ahmad S
Selasa, 02 September 2025 | 16:37 WIB
Ilustrasi lagu Ibu Pertiwi (Pixabay.com)

SuaraJabar.id - Di tengah hiruk pikuk kebijakan publik yang sering kali bermain aman, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor membuat sebuah gebrakan yang tak hanya unik, tetapi juga nekat.

Keputusan mereka untuk memutar lagu "Ibu Pertiwi" secara masif di ruang publik ternyata menyimpan satu pernyataan sikap yang jauh lebih keras mereka siap "pasang badan" menghadapi potensi tuntutan royalti hak cipta.

Sikap ini mengubah narasi dari sekadar kebijakan simpatik menjadi sebuah pertaruhan berisiko tinggi, di mana pesan moral secara sengaja diposisikan di atas potensi konsekuensi hukum dan finansial.

Pernyataan yang menjadi episentrum dari gebrakan ini datang langsung dari Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Bogor, Ajat Rochmat Jatnika.

Saat dihadapkan pada pertanyaan krusial mengenai izin dan royalti—isu yang sering menjadi momok bagi penyelenggara acara hingga pemilik kafe jawabannya tegas dan tanpa basa-basi.

"Yah kita juga kan ngambil dari itu ya, lagu itu kan lagu nasional juga. Tidak keberatan sih kalau diprotes gara-gara royalti," ujar Ajat pada Selasa, 2 September 2025.

Pernyataan ini bukan sekadar jawaban defensif. Ini adalah sebuah deklarasi. Pemkab Bogor secara sadar mengakui bahwa mereka belum mengantongi izin resmi, namun mereka telah mengkalkulasi risikonya dan siap menanggungnya.

Sikap ini seolah menantang status quo, menegaskan bahwa ada tujuan yang lebih luhur di balik pemutaran lagu ini—sebuah tujuan yang mereka anggap layak untuk diperjuangkan, bahkan jika harus membayar denda.

Langkah "siap pasang badan" ini tentu bukan tanpa konsekuensi. Penggunaan lagu secara komersial atau di ruang publik diatur secara ketat dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.

Baca Juga: Bukan Sekadar Lagu, 'Ibu Pertiwi' Jadi Protes Sunyi Pemkab Bogor Atas Kondisi Nasional?

Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) adalah badan resmi yang bertugas menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti atas penggunaan karya cipta lagu.

Jika pencipta lagu atau ahli warisnya menuntut, Pemkab Bogor berpotensi menghadapi:

  • Teguran dan Somasi: Peringatan hukum untuk menghentikan pemutaran dan menyelesaikan kewajiban.
  • Tuntutan Pembayaran Royalti: Kewajiban membayar sejumlah dana sesuai dengan aturan yang berlaku, yang bisa jadi tidak sedikit mengingat skala pemutarannya yang masif.
  • Potensi Sanksi Hukum: Dalam kasus yang lebih serius, bisa berujung pada sengketa hukum di pengadilan.

Sikap menantang isu royalti ini dapat dibaca dari dua sisi. Di satu sisi, ini adalah strategi komunikasi yang brilian.

Dengan menyatakan siap membayar, Pemkab Bogor memposisikan diri sebagai pahlawan yang memperjuangkan pesan moral di atas urusan finansial yang dianggap remeh.

Citra pemerintah yang berani, tegas, dan berpihak pada nilai-nilai kebangsaan pun terbentuk.

Namun di sisi lain, ini bisa dilihat sebagai blunder kebijakan. Mengabaikan prosedur hukum sejak awal dapat dianggap sebagai arogansi birokrasi dan memberikan contoh yang kurang baik.

Load More