Andi Ahmad S
Kamis, 25 September 2025 | 15:00 WIB
Anggota DPR RI Komisi II, Dede Yusuf, dalam sebuah acara Penguatan Kelembagaan Pengawasan Pemilu Bigland Hotel Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis 25 September 2025. [Andi/Suara.com]
Baca 10 detik
  • Revisi UU Pemilu ditunda hingga 2026 karena Komisi II DPR fokus pada agenda legislasi lain yang padat.

  • UU Pemilu tidak jadi omnibus law dan akan dibahas terpisah agar lebih fokus dan komprehensif.

  • Penguatan regulasi dan kelembagaan pemilu dianggap penting, berdasarkan masukan dari Bawaslu di daerah.

SuaraJabar.id - Wacana krusial perbaikan sistem demokrasi melalui revisi Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu) dipastikan akan memasuki babak baru, meskipun dengan penundaan pembahasan hingga tahun 2026.

Hal ini disampaikan oleh Anggota DPR RI Komisi II, Dede Yusuf, dalam sebuah acara Penguatan Kelembagaan Pengawasan Pemilu Bigland Hotel Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis 25 September 2025.

Penundaan ini menjadi sorotan di tengah desakan berbagai pihak, termasuk dari Bawaslu Kabupaten Bogor, yang terus menyuarakan pentingnya regulasi teknis, penguatan kelembagaan, dan partisipasi publik demi pemilu yang lebih transparan dan akuntabel.

Keputusan penundaan dan strategi pembahasan revisi UU Pemilu ini mencerminkan kompleksitas legislasi di Indonesia, di mana sinkronisasi antara kebutuhan di lapangan dan kapasitas parlemen menjadi tantangan.

Komisi II DPR RI berkomitmen untuk memastikan bahwa setiap perbaikan yang dilakukan berbasis pada data empiris dan masukan dari berbagai pemangku kepentingan.

Dede Yusuf menjelaskan bahwa pembahasan revisi UU Pemilu sempat diwarnai perdebatan mengenai formatnya.

“revisi uu pemilu kemaren menarik antara dijadikan omnibus jadi kesatuan uu atau mau dibikin jadi terpisah,” kata Dede Yusuf di lokasi acara kepada SuaraBogor.

Setelah konsultasi intensif dengan pimpinan DPR, arah pembahasan akhirnya diputuskan.

“Kami konsultasi dgn pimpinan dpr. Dan pimpinan mengatakan karwna iduknya adalah pemilu, maka karena induknya pemilu sebaiknya dipisahkan,” lanjutnya.

Baca Juga: Sentul City Recycle Centre Jadi Sorotan, Warga Ungkap Sejumlah Keluhan

Keputusan untuk memisahkan UU Pemilu dari format omnibus law ini dianggap penting agar pembahasan dapat lebih fokus, mendalam, dan komprehensif, mengingat kedudukannya yang fundamental dalam sistem politik negara.

Namun, keputusan ini juga berimplikasi pada jadwal pembahasan. Dede Yusuf mengonfirmasi bahwa revisi UU Pemilu akan dimasukkan ke dalam program legislasi nasional (Prolegnas) 2026.

“Dan nanti dimasukkan ke prolegnas 2026. Insyaallah kita mulai pembahasan setelah 2026,” ungkapnya.

Penundaan ini bukan tanpa alasan, mengingat Komisi II DPR RI saat ini memiliki agenda legislasi yang padat.

“Karena waktu yg tersisa ini kami masih mengerjakan revisi uu asn dan rencana panjang BUMD,” jelas Dede Yusuf.

Selain itu, adanya batasan kuota legislasi.

“Apalagi sekarang kami hanya diberikan jatah satu tahun. Satu uu sehingga dari sekian banyak usulan mana yg harus kita dahulukan, sehingga pemilu kita dahulukan,” tambahnya.

Penundaan ini memberikan kesempatan lebih luas bagi DPR untuk menyerap aspirasi dari berbagai pihak, sebuah proses yang sangat ditekankan oleh Dede Yusuf.

“Masukan sistem perbaikan pemilu ini banyak sekali baik stakeholder bawaslu, kpu ngo lsm yg menginginkan perbaikan,” ujarnya.

Proses mendengar ini sedang berlangsung, termasuk melibatkan lembaga pengawas pemilu di tingkat daerah.

Ketua Bawaslu Kabupaten Bogor, Ridwan Arifin, dalam kesempatan yang sama di Bigland Hotel Sentul, Bogor, secara gamblang memaparkan poin-poin krusial.

Yang perlu menjadi perhatian dalam perbaikan sistem pemilu, khususnya dari perspektif pengawas di lapangan.

Mulai dari dalam aspek Regulasi, Ridwan Arifin menekankan pentingnya adanya aturan teknis yang jelas dan mekanisme kerja yang baku dalam setiap tahapan pemilu.

Ia mencontohkan kebutuhan akan Perbawaslu 1 Tahun 2025 mengenai pengawasan Pemutakhiran Daftar Pemilih Berkelanjutan (DPB), serta Instruksi Bawaslu Provinsi Jawa Barat nomor 186/PM.0.01/K.JB/09/2025 tanggal 11 September 2025 perihal instruksi pencegahan dan uji petik.

Ini menunjukkan bahwa regulasi yang detail dan responsif adalah kunci efektivitas pengawasan di tingkat daerah, sebuah masukan vital untuk perumusan UU Pemilu.

Dari sisi Kelembagaan dan SDM, Ridwan Arifin menyoroti pentingnya penugasan organik Bawaslu dalam struktur kepegawaian.

Keberadaan Aparatur Sipil Negara (ASN), termasuk 14 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) dan 3 Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), dianggap mampu meningkatkan profesionalitas dan mendukung reformasi birokrasi di lingkungan Bawaslu.

Selain itu, penguatan jajaran internal melalui pendidikan, pelatihan, dan sertifikasi juga menjadi prioritas.

Hal ini menggarisbawahi kebutuhan akan sumber daya manusia yang berkualitas dan terlatih untuk menjalankan tugas pengawasan pemilu yang semakin kompleks.

Terkait Dukungan Fasilitas, Ridwan Arifin menyebutkan bahwa anggaran yang bersumber dari APBN serta fasilitas kendaraan operasional 4 unit dari Pemerintah Kabupaten Bogor sangat membantu.

Ketersediaan fasilitas yang memadai adalah penunjang utama bagi operasional Bawaslu dalam menjangkau seluruh wilayah pengawasan, sebuah aspek yang tidak boleh luput dari perhatian dalam pembahasan UU Pemilu ke depan.

Terakhir, dalam aspek Partisipasi Publik, Bawaslu Kabupaten Bogor gencar melakukan kerja sama dengan berbagai pihak.
“Kerjasama dengan Stakholder, Masyarakat, Media dan Akademisi dalam pengawasan yang partisipatif,” pungkas Ridwan Arifin.

Dede Yusuf mengakui bahwa seringkali pembuat undang-undang tidak merasakan langsung apa yang terjadi di lapangan.

“Karena pembuat uu biasanya tidak merasakan apa yg terjadi di lapangan,” katanya.

Oleh karena itu, masukan dari Bawaslu Kabupaten Bogor, KPU, NGO, LSM, dan masyarakat sipil lainnya menjadi sangat krusial.

“Dengan seperiti ini kita bisa sering ketemu sering mendapatkan informais sehingga nanti ketika membuat keputusan apapun juga itu based on data empiris yg terjadi di lapangan,” tegas Dede Yusuf.

Load More