SuaraJabar.id - Kepala Bidang Hukum Sekretaris Daerah Kota Depok, Jawa Barat, Salviadona Tri Pratita mengatakan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelengara Kota Religius (PKR) yang ditolak Badan Musyawarah (Bamus) DPRD Depok yang dipimpin Hendrik Tangke Allo diajukan masih dalam bentuk summary atau ringkasan kasar.
Jadi kata dia, draf Raperda PKR ini belum finalisasi dan masih terbuka terkait saran, masukan, dan perbaikan oleh DPRD Depok seperti setiap fraksi-fraksi.
"Belum final masih panjang pembahasanya, kini sudah ditolak oleh DPRD Depok," kata Salviadona, kepada Suara.com, Senin (20/5/2019).
Ada pun isi draf Raperda Penyelengaraan Kota Religius:
Baca Juga:Kritik Raperda Religius Depok, Politikus PSI: Mereka Punya Kepentingan
A. LATAR BELAKANG :
Bahwa masyarakat Kota Depok adalah masyarakat religius yang senantiasa menjunjung tinggi harkat, martabat dan kemuliaan berdasarkan norma agama, norma hukum, norma kesusilaan dan norma kesopanan sebagai tuntunan dalam menjalankan kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga Pemerintah Daerah perlu mendorong setiap upaya masyarakat untuk senantiasa menyeru dan mengajak kepada kebaikan dan mencegah perbuatan tercela sehingga terwujud suasana kehidupan kemasyarakatan yang harmonis, rukun, damai, aman, tertib dan tenteram; bahwa upaya mewujudkan suasana kehidupan kemasyarakatan yang harmonis, rukun, damai, aman, tertib dan tenteram perlu dilakukan secara terpadu, sistematik dan berkelanjutan dengan mengikutsertakan seluruh komponen masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan swasta.
B. POKOK-POKOK PIKIRAN
1. Landasan Filosofis
Pandangan ahli peraturan perundang-undangan M. Solly Lubis [Lubis, 1989], menyatakan bahwa landasan filosofis adalah dasar filsafat atau pandangan, atau ide yang menjadi dasar cita-cita sewaktu menuangkan hasrat dan kebijaksanaan (pemerintahan) ke dalam suatu rencana atau draft peraturan negara.
Baca Juga:Bedah Isi Raperda Kota Religius Depok, PSI: Pasal Karet dan Diskriminatif
Peraturan perundang-undangan sebagai dasar landasan filosofis dibentuk dengan mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran dan cita hukum yang meliputi suasana kebatinan serta falsafah bangsa Indonesia yang bersumber dari Pancasila dan Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pada prinsipnya terdapat pandangan yang menyatakan bahwa landasan filosofis adalah landasan berkaitan dengan dasar atau ideologi negara, yaitu nilai-nilai (cita-cita hukum) yang terkandung dalam Pancasila. Selanjutnya pandangan yang menyatakan bahwa landasan filosofis adalah pandangan atau ide pokok yang melandasi seluruh isi peraturan perundang-undangan. Salah satu cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Dalam mewujudkan cita-cita tersebut, pemerintah selaku otoritas tertinggi dalam sebuah negara memiliki kewajiban untuk mengantisipasi pertumbuhan populasi yang terus meningkat, mengantisipasi permasalahan lingkungan, mengantisipasi masalah kecemburuan sosial, meningkatkan kebutuhan integrasi tata kota dan kebutuhan kualitas layanan yang efektif dan efisien serta memenuhi hak-hak sosial masyarakat.
Secara filosofis, negara sebagai pemegang mandat dari rakyat bertanggungjawab untuk menyelengarakan pelayanan publik, sebagai usaha pemenuhan hak-hak dasar rakyat. Dalam hal ini, posisi negara adalah sebagai pelayan masyarakat (public service) dari pengguna layanan. Sementara rakyat memiliki hak atas pelayanan publik dari negara karena sudah memenuhi kewajiban sebagai warga negara, seperti membayar pajak atau punggutan lainnya (langsung maupun tidak langsung) dan terlibat dalam partisipasi penyelenggaraan pelayanan. Salah satu bentuk pelayanan yang sangat mendasar dan menjadi tugas negara sekaligus sebagai upaya untuk mencapai tujuan negara adalah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
Seiring dengan tugas negara sebagaimana tersebut di atas, pemerintah pusat dan pemerintah daerah diharapkan menyediakan sarana dan prasarana yang memadai sebagai unsur penting dalam pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa, wilayah negara dan fungsi negara. Fungsi negara sebagaimana dijabarkan tersebut dipertegas oleh pendapat W. Friedmann [Friedmann, 1990] yang membagi fungsi negara ke dalam dua tipe, yakni:
1. Fungsi negara sebagai penyedia (provider), fungsi ini dikaitan dengan konsep kesejahteraan sosial (welfare state). Negara bertanggung jawab menyediakan sarana dan prasarana untuk pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat dalam rangka menjamin standar kehidupan bagi semua orang.
2. Fungsi negara sebagai pengatur (regulator), fungsi ini sebagai pembuat peraturan menggunakan berbagai tingkat kontrol,
3. Fungsi negara sebagai pengusaha (enterprenuer), fungsi ini sebagai pengusahaberkaitan dengan promosi daerah atas kekayaan alam yang ada untuk dimanfaatkan sebagai sumber pembangunan melalui upaya investasi.
bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 21 Tahun 17 tentang RPJMD-P yang di dalamnya memuat tentang Visi Kota Depok yaitu Unggul Nyaman dan Religius dimana pada kata religius diperlukan penjabaran dalam implementasinya melalui suatu peraturan Daerah tersendiri;
2. Landasan Sosiologis
Menurut ahli peraturan perundang-undangan Jimly Asshiddiqie [Asshiddiqie, 2006], landasan sosiologis mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat akan norma hukum dan sosial. Keberlakuan sosiologis berkenaan dengan (1) kriteria pengakuan terhadap daya ikat norma hukum; (2) kriteria penerimaan terhadap daya ikat norma hukum; dan (3) kriteria faktisitas menyangkut norma hukum secara faktual memang berlaku efektif dalam masyarakat.
Kota Depok merupakan sebuah kota di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Kota ini terletak tepat di selatan Jakarta, yakni antara Jakarta dan Bogor. Dahulu Depok adalah kota kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bogor, yang kemudian mendapat status kota administratif pada tahun 1982. Sejak 20 April 1999, Depok ditetapkan menjadi kotamadya
(sekarang: kota) yang terpisah dari Kabupaten Bogor. Kota Depok terdiri atas 11 kecamatan,yang dibagi menjadi 63 kelurahan. Depok merupakan kota penyangga Jakarta. Ketika menjadi kota administratif pada tahun 1982, penduduknya hanya 240.000 jiwa, dan ketika menjadi kotamadya pada tahun 1999 penduduknya 1,2 juta jiwa.
Secara geografis, Kota Depok terletak pada 6° 22' 21 Lintang Selatan serta 106° 49' 39 Bujur Timur. Perubahan yang terjadi di Kota Depok adalah proses panjang dari serangkaian perencanaan strategis menuju Kota yang mandiri. Geliat pembangunan terlihat di mana- mana, ada Sekolah-sekolah dibangun, puskesmas dibangun, jalan-jalan diperbaiki, bahkan Jalan Juanda yang menjadi kebanggaan hingga kini dibangun Untuk mengantisipasi pesatnya pertumbuhan penduduk dan pesatnya ekonomi warga, pada tahun itu pula dicanangkan pembangunan ruas jalan tol. Peruntukan ruas jalan tol inilah yang direncanakan dalam perencanaan tata ruang wilayah Kota Depok. Untuk mewujudkan rencana itu kemudian Panitia Khusus Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Depok, Akhirnya perencanaan ruas Jalan Tol Cinere-Jagorawi dan rencana ruas jalan tol Depok-Antasari dapat terwujud yang nantinya akan menghubungkan wilayah Jakarta, Depok dan Bogor. Bahkan tingkat perekonomian Kota Depok tumbuh di atas rata-rata nasional. Masyarakatnya pun hidup dalam alam toleransi dan mendapatkan perlakuan yang sama. Apalagi selama ini masyarakat Kota Depok yang majemuk telah berhasil membuktikan secara regional maupun nasional sebagai masyarakat yang dewasa bahkan perbedaan yang ada tidak pernah memicu konflik sosial sehingga masyarakat Kota Depok bisa hidup berdampingan dan saling bahu membahu membangun di segala aspek kehidupan.
Perkembangan Kota Depok dari aspek geografis, demografis maupun sumber pendapatan begitu pesat, terutama di bidang administrator pembangunan. Ada beberapa indikator yang dapat dipergunakan sebagai acuan tentang pertumbuhan ekonomi di Kota Depok. Capaian Laju Pertumbuhan Ekonomi (LPE) Kota Depok pada tahun tahun 2016: 7,28%. Kontribusi paling dominan terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) dan LPE, dari industri pengolahan. Terjadi peningkatan dari tahun ke tahun pada peranan sektor tersier, yaitu dari 46,74% pada tahun 2015 menjadi 47,33% pada tahun 2016. Indikasi tersebut menandakan bahwa masyarakat Depok sudah dapat memenuhi kebutuhan sektor primer maupun sekunder.
Laju ekonomi yang meningkat tersebut, telah menjadikan Depok sebagai kota jasa dan perdagangan. Hal itu terlihat secara nyata dengan semakin banyaknya layanan sektor jasa dan perdagangan yang bermunculan di Kota Depok, seperti restauran, Mall, tempat-tempat usaha dan layanan jasa lainnya. Pada tahun 2011, perekonomian Depok dijadikan percontohan oleh Timor Leste dengan hadirnya Menteri Ekonomi dan Pembangunan Timor Leste. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada 2016 pertumbuhan perekonomian Kota Depok mencapai 7,28%. Angka tersebut jauh melebihi pertumbuhan ekonomi di Jawa Barat sebesar 5,67%.
Berdasarkan aspek sosiologis diatas, Kota Depok siap mewujudkan implementasi Tata Nilai Kehidupan Masyarakat Yang Religius dengan memprioritaskan aspek pelayanan publik, aspek interaksi warga, aspek keterbukaan informasi dan aspek kinerja pemerintah yang bersih, transparan dan berintegritas.
3. Landasan Yuridis
Ahli peraturan perundang-undangan M. Solly Lubis [Lubis, 1989] menyatakan bahwa landasan yuridis adalah ketentuan hukum yang menjadi dasar hukum bagi pembuatan suatu peraturan, yang terbagi atas : (1) landasan yuridis formal, yakni landasan yuridis yang memberi kewenangan untuk membuat peraturan tertentu; dan (2) landasan yuridis materiil, yaitu landasan yuridis untuk segi isi (materi) yakni dasar hukum untuk mengatur hal-hal tertentu.
Kajian dari segi yuridis ini dimaksudkan untuk melihat peraturan perundang-undangan yang menjadi instrumen hukum sebagai dasar dalam pembentukan Rancangan Peraturan Daerah Tentang Tata Nilai Kehidupan Masyarakat Yang Religius. Dengan adanya kajian yuridis, diharapkan materi dan substansi yang ada dalam Rancangan Peraturan Daerah Tentang Tentang Tata Nilai Kehidupan Masyarakat Yang Religius, ini tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan terkait. Adapun peraturan perundang-undangan terkait yang menjadi dasar penyusunan rancangan peraturan daerah ini adalah sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pasal 18 dan Pasal 34.
2. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1999 Tentang Pembentukan Kotamadya Depok dan Kotamadya Cilegon.
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5587) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2015 Nomor 58 Tambahan Lembaran Negara Nomor 5679).
5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Depok (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2008 Nomor 83);
8. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 7 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Kota Depok Tahun 2005-2025 (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2009 Nomor 7 Seri E;.
9. Peraturan Daerah Kota Depok No. 21 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 7 tahun 2016 tentang RPJMD 2016 — 2021;
10. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 11 Tahun 2009 tentang Ketertiban Umum (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2009 Nomor 109);
Menimbang :
a. bahwa masyarakat Kota Depok adalah masyarakat religius yang senantiasa menjunjung tinggi harkat, martabat dan kemuliaan berdasarkan norma agama, norma hukum, norma kesusilaan dan norma kesopanan sebagai tuntunan dalam menjalankan kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, sehingga Pemerintah Daerah perlu mendorong setiap upaya masyarakat untuk senantiasa menyeru dan mengajak kepada kebaikan dan mencegah perbuatan tercela sehingga terwujud suasana kehidupan kemasyarakatan yang harmonis, rukun, damai, aman, tertib dan tenteram;
b. bahwa upaya mewujudkan suasana kehidupan kemasyarakatan yang harmonis, rukun, damai, aman, tertib dan tenteram perlu dilakukan secara terpadu, sistematik dan berkelanjutan dengan mengikutsertakan seluruh komponen masyarakat, pemerintah, pemerintah daerah dan swasta;
c. bahwa berdasarkan Peraturan Daerah Kota Depok Nomor ….Tahun …… tentang RPJMD-P yang di dalamnya memuat tentang Visi Kota Depok yaitu Unggul Nyaman dan Religius dimana pada kata religius diperlukan penjabaran dalam implementasinya melalui suatu peraturan Daerah tersendiri;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a huruf b dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Tata Nilai Kehidupan Masyarakat yang Religius di Kota Depok;
Mengingat :
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor .. Tahun ….. tentang Pembentukan Kota Depok (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun … Nomor…, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor….);
3. Undang-Undang Nomor … Tahun …. tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun …. Nomor ….., Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ….), sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor .. Tahun …. tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor .. Tahun …. tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun …. Nomor .., Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor ….);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2005 tentang Pedoman Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4593);
6. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
7. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 3 Tahun 2008 tentang Urusan Pemerintahan yang menjadi Kewenangan Pemerintah Kota Depok (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2008 Nomor 83);
8. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 9 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Kota Depok Tahun 2005 – 2025 (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2008 Nomor 89);
9. Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 11 Tahun 2009 tentang Ketertiban Umum (Lembaran Daerah Kota Depok Tahun 2009 Nomor 109);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA DEPOK
dan
WALIKOTA DEPOK MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH TENTANG TATA NILAI KEHIDUPAN MASYARAKAT YANG RELIGIUS DI KOTA DEPOK
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Daerah adalah Walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
2. Walikota adalah Walikota Depok.
3. Religius adalah sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya.
4. Norma adalah aturan-aturan atau pedoman sosial yang khusus mengenai tingkah laku, sikap, dan perbuatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan di lingkungan.
5. Tata Nilai adalah sistem yang merupakan satu kesatuan nilai atau norma yang meliputi norma agama, hukum, adat istiadat dan budaya, moral serta kesusilaan yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia.
6. Setiap orang adalah orang perseorangan, instansi atau badan usaha.
7. Ibadah adalah seluruh aspek perbuatan manusia, baik lahir maupun batin yang dilakukan semata-mata untuk melaksanakan perintah ajaran agama dengan harapan mendapat ridho dan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa.
8. Akhlak adalah perilaku yang mengandung nilai-nilai moral spiritual yang tercermin dalam sikap lahir maupun batin dan perilaku budi pekerti atau kebiasaan yang dilakukan oleh orang-seorang atau sekelompok orang dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
(1) Pembentukan Peraturan Daerah ini dimaksudkan untuk mewujudkan peningkatan tatanan kehidupan masyarakat Kota Depok yang berharkat, bermartabat dan berakhlak mulia yang berdasarkan kepada norma-norma yang tumbuh dan berkembang di masyarakat Kota Depok dengan tetap berpedoman kepada peraturan perundang-undangan.
(2) Tujuan dibentuknya Peraturan Daerah ini adalah untuk :
a. mewujudkan peningkatan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. membangun akhlak mulia;
c. menciptakan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya norma agama, norma hukum, norma kesusilaan dan norma kesopanan sebagai pedoman dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara;
d. memberikan pemahaman kepada masyarakat terhadap akibat dari perilaku dan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat;
e. membangun kesadaran masyarakat untuk saling menghormati dan menghargai antar pemeluk agama, etnis, budaya dan elemen masyarakat lainnya; dan
f. menciptakan kehidupan masyarakat yang rukun, tertib dan aman.
BAB III
RUANG LINGKUP
Pasal 3
Ruang lingkup Peraturan Daerah ini mencakup hal-hal sebagai berikut :
a. prinsip-prinsip dasar;
b. pelaksanaan norma-norma dalam kehidupan masyarakat;
c. peran serta masyarakat;
d. pembinaan dan pengawasan; dan
e. sanksi administratif.
BAB IV
PRINSIP-PRINSIP DASAR (1)
Pasal 4
(1) Pelaksanaan norma-norma kehidupan masyarakat, diselenggarakan secara terencana, terpadu dan berkelanjutan.
(2) Pelaksanaan norma-norma kehidupan masyarakat diselenggarakan melalui pendekatan persuasif edukatif berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(3) Pelaksanaan norma-norma kehidupan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diselenggarakan dalam rangka mewujudkan tata nilai kehidupan masyarakat yang religius di Kota Depok.
BAB V
PELAKSANAAN NORMA-NORMA DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu Umum
Pasal 5
(1) Setiap orang wajib melaksanakan ajaran agamanya masingmasing sebagai tuntunan dan pedoman hidup, baik dalam menjalankan kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
(2) Dalam upaya mewujudkan ajaran agama sebagai tuntunan dan pedoman hidup, maka setiap orang agar senantiasa menyeru kepada kebajikan dan mencegah hal- hal yang tercela dalam kehidupan sehari-hari.
(3) Setiap orang wajib menjaga kerukunan hidup antar pemeluk agama, etnis/suku dan golongan dengan mengembangkan sikap saling menghargai dan menghormati dalam melaksanakan kegiatan sosial kemasyarakatan.
(4) Setiap orang wajib mencegah dan menghindari perbuatan tercela yang dapat menimbulkan kerugian dan keruntuhan akhlak, moral dan sosial.
(5) Perbuatan tercela sebagaimana dimaksud pada ayat (4), antara lain sebagai berikut :
a. tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan jabatan/kekuasaan/kewenangan;
b. perzinahan atau pelacuran, baik yang dilakukan oleh orang yang berbeda jenis kelamin maupun oleh orang yang berjenis kelamin sama;
c. perjudian dalam berbagai bentuk dan jenisnya;
d. mengkonsumsi dan/atau mengedarkan minuman dan/atau makanan yang mengandung alkohol dan/atau ethanol dan/atau bahan lain yang dapat memabukkan dan/atau menimbulkan kecanduan/ ketergantungan kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundangundangan;
e. mengkonsumsi dan/atau mengedarkan narkotika, zatzat adiktif dan obat- obatan terlarang kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang- undangan;
f. praktik aborsi kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;
g. penggunaan sarana atau alat yang mengandung unsur pornografi kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan;
h. pertunjukan, hiburan/wisata dan/atau reklame yang mengandung unsur pornografi;
i. praktik riba, ijon dan sejenisnya;
j. perdukunan yang mengarah kepada perbuatan syirik;
k. eksploitasi secara melawan hukum terhadap anak di bawah umur dan kaum perempuan;
l. penyebaran paham/aliran sesat;
m. perbuatan melawan hukum yang menimbulkan gangguan ketertiban umum; n. mencacimaki, memfitnah, menghasut, menghina dan perbuatan lainnya yang bertentangan dengan norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan; dan
o. perbuatan lainnya yang dilarang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua
Pemeliharaan Keyakinan Beragama
Pasal 6
(1) Setiap muslim wajib memelihara dan meningkatkan keyakinan Agama Islam sesuai dengan Al-Qur’an dan AsSunah serta menjaga dari pengaruh ajaran yang menyesatkan.
(2) Pemeliharaan, peningkatan dan penjagaan keyakinan beragama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib pula dilakukan oleh seluruh pemeluk agama sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing.
(3) Lembaga keagamaan agar senantiasa melaksanakan pembinaan dan pembimbingan terhadap setiap pemeluk agama yang tidak melaksanakan dan/atau telah menyimpang dari ajaran agamanya.
(4) Pemerintah Daerah memfasilitasi upaya pembinaan dan pembimbingan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai kewenangannya.
Bagian Ketiga
Pengamalan Ibadah
Pasal 7
(1) Setiap orang berhak untuk beribadah menurut keyakinan berdasarkan ajaran agamanya masing-masing.
(2) Ibadah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan tetap menghormati dan menjaga toleransi dan kerukunan antarumat beragama.
Pasal 8
Setiap orang wajib memberikan kesempatan kepada karyawan/pegawai untuk menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama berdasarkan keyakinannya masing-masing.
Pasal 9
(1) Setiap orang yang mempekerjakan orang lain wajib menyediakan sarana peribadatan secara layak sesuai kebutuhan dan ketentuan peraturan perundang- undangan.
(2) Pemerintah Daerah memfasilitasi agar setiap orang dapat melaksanakan ibadah sesuai dengan ajaran agama berdasarkan keyakinannya.
(3) Pemerintah Daerah sesuai kewenangan dan kemampuannya memfasilitasi pengembangan sarana/ prasarana peribadatan.
Pasal 10
Setiap tempat peribadatan harus digunakan sesuai dengan fungsi dan peruntukannya.
Bagian Keempat
Kegiatan Perekonomian
Pasal 11
(1) Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama dalam berusaha di bidang perekonomian.
(2) Dalam melaksanakan kegiatan perekonomian, setiap orang menerapkan prinsip kejujuran, adil dan persaingan sehat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Dalam melaksanakan kegiatan perekonomian, setiap muslim :
a. diutamakan menggunakan sistem ekonomi syari’ah;
b. dilarang melakukan praktek riba dan/atau ijon; dan
c. dalam melakukan usaha jasa pembiayaan keuangan, diutamakan menerapkan sistem ekonomi syariah atau membentuk unit usaha syariah yang terpisah dari usaha konvensional.
Bagian Kelima
Pembangunan Akhlak
Pasal 12
(1) Setiap orang wajib membangun, menjaga dan memelihara akhlak sesuai ajaran agama dan norma-norma sosial.
(2) Pemerintah Daerah memfasilitasi pembinaan dan peningkatan akhlak sesuai dengan nilai-nilai ajaran agama dan norma-norma sosial.
(3) Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat melakukan pencegahan terhadap setiap perbuatan tercela sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (4) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Keenam
Pengembangan Pendidikan
Pasal 13
(1) Pemerintah Daerah dan/atau masyarakat mengembangkan pendidikan agama, baik secara formal, non formal maupun informal.
(2) Pendidikan agama dilaksanakan dan dikembangkan dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keyakinan terhadap ajaran agama.
(3) Pemerintah Daerah membina dan memfasilitasi pelaksanaan dan pengembanganpendidikan agama pada satuan pendidikan yang dikelola oleh Pemerintah Daerah dan masyarakat.
(4) Ketentuan mengenai penyelenggaraan pendidikan agama diatur dengan Peraturan Daerah tersendiri.
Bagian Ketujuh
Etika Berpakaian
Pasal 14
(1) Setiap orang wajib berpakaian yang sopan sesuai ajaran agamanya masing- masing, norma kesopanan masyarakat Kota Depok.
(2) Setiap pemeluk agama wajib saling menghormati dan menghargai tata cara dan batasan berpakaian sesuai dengan ajaran agamanya masing-masing.
(3) Setiap lembaga, baik pemerintah daerah maupun swasta di Kota Depok mengatur dan menetapkan ketentuan berpakaian bagi setiap pegawai, karyawan dan/atau orang yang berada dibawah tanggung jawabnya atau lingkungan kerjanya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, cara berpakaian menurut ajaran agamanya dan/atau norma kesopanan masyarakat Kota Depok.
BAB V
PERAN SERTA MASYARAKAT
Pasal 15
(1) Dalam melaksanakan pembangunan tata nilai kehidupan masyarakat yang religius, Pemerintah Daerah melibatkan peran serta seluruh masyarakat.
(2) Peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berkenaan dengan upaya membangun tata nilai kehidupan masyarakat di Kota Depok yang meliputi kegiatan :
a. sosialisasi dan pembinaan penerapan pembangunan tata nilai kehidupan masyarakat yang religius; dan
b. konsultasi dan koordinasi penerapan pembangunan tata nilai kehidupan masyarakat yang religius.
BAB VI
PEMBINAAN DAN PENGAWASAN
Pasal 16
Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan tata nilai kehidupan masyarakat yang religius di Kota Depok
Pasal 17
(1) Untuk mewujudkan keterpaduan antara peran serta masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dan kewenangan pemerintah daerah dalam melaksanakan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, dibentuk tim koordinasi penerapan pembangunan tata nilai kehidupan masyarakat yang religius di Kota Depok.
(2) Tim Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Walikota, yang keanggotaannya terdiri dari unsur :
a. Pemerintah dan Pemerintah Daerah; dan
b. Masyarakat.
(3) Tim Koordinasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempunyai tugas pokok :
a. menyusun pedoman penerapan pembangunan tata nilai kehidupan masyarakat yang religius;
b. sosalisasi, pembinaan dan pengawasan penerapan pembangunan tata nilai kehidupan masyarakat yang religius; dan
c. konsultasi dan koordinasi penerapan pembangunan tata nilai kehidupan masyarakat yang religius;
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata kerja tim koordinasi diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB VII
SANKSI ADMINISTRATIF
Pasal 18
(1) Setiap orang yang mempekerjakan orang lain yang :
a. tidak memberikan kesempatan kepada karyawan/pegawai untuk menjalankan ibadah sesuai dengan ajaran agama berdasarkan keyakinannya masing-masing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat dikenakan sanksi administratif berupa :
1. teguran;
2. peringatan tertulis;
3. penghentian kegiatan; dan/atau
4. pencabutan izin.
b. tidak menyediakan sarana peribadatan secara layak sesuai kebutuhan dan ketentuan peraturan perundangundangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dapat dikenakan sanksi administratif berupa :
1. teguran;
2. peringatan tertulis;
3. penghentian kegiatan; dan/atau
4. pencabutan izin.
(2) Setiap lembaga, baik pemerintah daerah maupun swasta yang tidak mengatur dan menetapkan ketentuan berpakaian bagi setiap pegawai, karyawan dan/atau orang yang berada dibawah tanggung jawabnya atau lingkungan kerjanya dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan, cara berpakaian menurut ajaran agamanya dan norma kesopanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (3) dapat dikenakan sanksi administratif berupa :
1. teguran;
2. peringatan tertulis;
3. penghentian kegiatan; dan/atau
4. pencabutan izin.
(3) Penerapan sanksi administratif berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 4, huruf b angka 4 dan ayat (2) angka 4 dilaksanakan sesuai kewenangan pemerintah daerah.
(4) Dalam hal sanksi administratif berupa pencabutan izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 4, huruf b angka 4 dan ayat (2) angka 4 bukan merupakan kewenangan pemerintah daerah, penerapannya dilakukan dengan menerbitkan rekomendasi pencabutan izin kepada lembaga yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur dengan Peraturan Walikota.
BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Peraturan pelaksanaan dari Peraturan Daerah ini harus ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak Peraturan Daerah ini diundangkan.
Pasal 20
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kota Depok. Ditetapkan di Depok pada tanggal …………………………….
Kontributor : Supriyadi