Miris! Dampak Pandemi, Asep dan Putranya Hidup dari Belas Kasihan Tetangga

Bersama putranya, Asep tinggal di rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu).

Rizki Nurmansyah
Kamis, 07 Mei 2020 | 20:20 WIB
Miris! Dampak Pandemi, Asep dan Putranya Hidup dari Belas Kasihan Tetangga
Asep Gunawan (38 tahun) dan anaknya Aditya Pratama Ramadhan (4 tahun) hidup dari belas kasih orang lain. Hidup keduanya nelangsa, setelah Asep yang merupakan buruh serabutan tak memiliki pekerjaan semenjak pandemi Corona. [Sukabumi Update/Ragil Gilang]

SuaraJabar.id - Pandemi virus Corona Covid-19 yang melanda Indonesia membuat Asep Gunawan tak berdaya. Bersama putranya, Aditya Pratama Ramadhan (4), kini mereka hidup dari belas kasihan tetangga.

Warga Kampung Sindangsirna 2 Desa Paripis, Kecamatan Surade, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat itu sama sekali tak punya pekerjaan.

Pekerjaan sebagai buruh serabutan yang sehari-hari jadi penopang hidupnya kini tak lagi bisa ia lakukan semenjak pandemi Corona menerjang Tanah Air.

Asep mengatakan, sebelum pandemi, banyak yang menyuruhnya berbagai pekerjaan, meski upahnya tidak seberapa. Namun cukup makan dirinya dan putranya.

Baca Juga:Tak Mau Kalah dari Mike Tyson, Evander Holyfield Umumkan Kembali Naik Ring

Sejak bercerai dengan istrinya setahun yang lalu, Asep tak bisa meninggalkan sang putra.

Itu pulalah yang menjadi alasan Asep tak bisa mencari pekerjaan di tempat yang jauh dan untuk waktu yang lama.

"Bukan tidak mau kerja ke luar daerah, namun anak tidak ada yang mengurus. Apalagi kondisi sekarang ada virus Corona," kata Asep, lirih, dikutip dari Sukabumi Update—jaringan Suara.com—Kamis (7/5/2020).

Tak Bisa Perbaiki Rumah

Bersama Aditya, Asep tinggal di rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu). Berdinding bilik bambu peninggalan kedua orang tuanya yang sudah meninggal.

Baca Juga:Meyakini Kediamannya Sudah Diincar, 2 Emas Olimpiade Ewing Digondol Maling

Rumah peninggalan orang tuanya itu dalam keadaan mengkawatirkan. Sebagian atapnya ada yang sudah ambruk.

Menurut Asep jangankan untuk memperbaiki rumah, untuk makan pun sulit.

"Rumah ini pun berada di atas lahan milik orang lain. Kalau lahan miik ada di belakang rumah. Sudah puluhan tahun tidak pernah diperbaiki karena memang tidak ada biaya," jelasnya.

Tak Ada Bantuan dari Pemerintah

Asep mengaku pernah kedatangan pihak desa yang tujuanya melakukan survei dan mengambil foto keadaan rumah tersebut lalu meminta KTP.

Namun tak ada tindak lanjut dari survei tersebut.

"Bulan lalu memang pernah ada yang datang dari pihak desa, KTP pun dibawa kalau KK masih ikut ke orang tua dan (KK tersebut) tidak ada. Namun sampai saat ini belum ada informasi lagi (kelanjutan survei)" ungkap Asep.

Saat kedua orang tuanya masih ada, selalu datang bantuan dari pemerintah. Tapi setelah meninggal bantuan tersebut sudah tidak ada lagi.

"Jadi selama ini kami tidak pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah, baik PKH, BPNT maupun yang lainnya," ungkapnya.

Bantuan Sembako

Asep sangat bersyukur apabila ada yang memberinya pekerjaan, meskipun upahnya hanya Rp 5.000 hingga Rp 10 ribu.

Baginya nominal uang itu sangat berarti baginya untuk bisa melanjutkan hidup bersama putranya.

Asep begitu bersyukur ketika ada yang membantunya, termasuk ketika ada bantuan paket sembako dari tim Rehab Hati Pajampangan yang merupakan program Projek Langit.

"Sudah Alhamdulillah, itupun kalau ada yang menyuruh kerja atau bantu-bantu. Alhamdulillah tadi sudah dikunjungi pak guru Entis dari tim Rehab Hati Pajampangan, memberikan bantuan sembako," pungkasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini