Lesunya Batik Cirebon saat Lebaran Berbalut Wabah Virus Corona

Momen mremaan (meraup untung) jelang lebaran tak bisa mereka raih tahun ini.

Pebriansyah Ariefana
Senin, 25 Mei 2020 | 02:05 WIB
Lesunya Batik Cirebon saat Lebaran Berbalut Wabah Virus Corona
Penjual batik Cirebon. (Ayobandung)

SuaraJabar.id - Penjualan batik Cirebon tergerus dengan badai wabah virus corona. Pennjualannya melandai. Momen mremaan (meraup untung) jelang lebaran tak bisa mereka raih tahun ini.

Salah satu pelaku usaha batik di Kota Cirebon, Indrawati (80) mengaku, penjualan batiknya menurun hingga 30 persen. Batik tulis menjadi yang terparah terdampak wabah Covid-19.

"Batik tulis turun sampai 70 persen," ujarnya kepada Ayocirebon.com.

Indrawati sendiri merupakan pelaku utama usaha batik peranakan di Cirebon. Batik peranakan merupakan hasil kolaborasi batik Cirebon dengan kisah kehidupan warga Tionghoa.

Baca Juga:Lebaran, Pasien Positif Corona di Jatim Hampir Tembus 4.000 Orang

Batik peranakan yang berwujud batik tulis inilah yang disebut Indrawati terimbas paling parah pada masa sekarang. Penurunan penjualan hingga 30 persen sendiri dialami batik printing maupun cap yang dibuatnya. Pasca penerapan PSBB Tingkat Provinsi Jawa Barat di Kota Cirebon, dia mengaku mengalami hambatan dalam distribusi batik dari perajin.

Para perajinnya yang kebanyakan berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah, mengalami kekhawatiran terhadap Covid-19. Mereka pun memilih pulang seraya membawa pekerjaannya.

"Hasil pekerjaan batik dari perajin tidak bisa saya terima karena di mana-mana PSBB," ujarnya seraya menyebut, para pebatiknya berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah.

Pasca Covid-19 mewabah, perajin batik akhirnya terpaksa membawa pulang pekerjaannya masing-masing. Akibat hal itu, Indrawati kesulitan memantau perkembangan pekerjaan setiap perajin.

Situasi pada jalur distribusi pun tak membantu secara keseluruhan proses penjualan batik. Akibatnya, stok batik lama menumpuk di toko yang juga menjadi tempat tinggalnya bersama keluarga di Jalan Kanoman, Kelurahan Pekalipan, Kecamatan Pekalipan, Kota Cirebon.

Baca Juga:Lebaran saat Corona, Korban PHK: Pertama Kali Anak Saya Tak Beli Baju Baru

Ketika Pemkot Cirebon kemudian merileksasi sektor perekonomian dengan mengizinkan pelaku usaha sandang beroperasi pada PSBB Tahap 2, Indrawati menjadi salah satu yang memanfaatkan momen itu.

Sehari setelah PSBB Tahap 2 diterapkan mulai 20 Mei 2020, Indrawati membuka tokonya, Lina's Batik maupun Kanoman Batik yang dikelola sang anak. Namun, karena tak ada stok baru, dia pun mengandalkan stok batik lama yang tersimpan sejak Februari.

"Yang ditawarkan stok batik lama. Kami enggak siapkan stok baru karena semuanya masih ada di perajin," terangnya.

Penjualan batik mulai beringsut merekah pada PSBB Tahap 2 yang rencananya diterapkan hingga 2 Juni 2020. Namun, penjualan yang merangkak naik hanyalah pada batik-batik printing dan cap berharga lebih murah yang disediakan Kanoman Batik milik sang anak.

Berbeda dengan batik tulis peranakan yang digelutinya dan tersedia di Lina's Batik. Selama tiga bulan terakhir, belum satu pun batik tulis terjual.

"Batik tulis peranakan mulai sepi mulai Maret pasca tahun baru imlek. Penjualannya nol sampai sekarang," ungkapnya.

Secara keseluruhan, penjualan batik tahun ini tak menguntungkan dibanding tahun-tahun sebelumnya. Daya beli masyarakat secara umum mengalami penurunan. Konsumen yang tertarik membeli saat ini hanya terbatas di wilayah Cirebon.

Pada tahun-tahun sebelumnya, pembeli berdatangan dari berbagai daerah. Karena itu, pihaknya menggenjot penjualan secara daring (online) yang telah digeluti sejak sebelum Covid-19 mewabah.

Hanya, itu pun tak banyak membantu karena kini masyarakat lebih berfokus pada kebutuhan pangan, ketimbang sandang.

"Penjualan online sempat turun sekitar 30 persen. Tapi, itu lebih baik daripada penjualan offline yang sangat anjlok," tuturnya.

Monic Andriani, pemilik Kanoman Batik menyebutkan, dari batik-batik printing dam cap yang disediakannya, kemeja batik menjadi barang yang paling banyak dicari.

"Paling banyak pembeli ibu-ibu," ujarnya.

Sebagai inovasi, selain lembaran kain dan baju jadi, dia pun menawarkan masker batik seharga Rp5.000 dari kain-kain batik sisa.

Lebih dari 20 masker batik buatan sang ibu ludes terjual. Baik Indrawati maupun Monic berharap pandemi Covid-19 segera berlalu.

Keduanya menyadari kemungkinan kehidupan baru tak sama dengan sebelumnya, namun mereka tetap optimistis masyarakat mampu beradaptasi.

"Yang penting, semua menerapkan protokol kesehatan yang berlaku. Saya sendiri di sini meminta pembeli untuk mengenakan masker dan mencuci tangannya dulu dengan cairan pembersih," tandasnya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini