SuaraJabar.id - Paguyuban Sundawani Wirabuana menolak rencana penghapusan mata pelajaran sejarah di tingkat SMA dan SMK.
Ketua Paguyuban Sundawani Wirabuana, Robby Maulana Zulkarnaen mengatakan, penghapusan mata pelajaran sejarah berpotensi melemahkan karakter bangsa.
Budayawan Jawa Barat ini menambahkan, penghapusan mata pelajaran sejarah juga bertentangan dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda cagar Budaya.
"Bahwa benda cagar budaya merupakan kekayaan budaya bangsa yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan dan kebudayaan, sehingga perlu dilindungi dan dilestarikan demi pemupukan kesadaran jati diri bangsa dan kepentingan nasional," tulis Robby dalam keterangan tertulisnya.
Baca Juga:Analis: di Luar Negeri Pelajaran Sejarah Jadi Prioritas, Masa RI Mau Hapus
Robby juga mengutip perkataan deklarator Republik Indonesia, Ir Soekarno, Jas Merah yang berarti 'Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah'.
"Jikalau engkau meninggalkan sejarah, engkau akan berdiri di atas kekosongan," lanjut Robby.
Robby mendesak agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyelaraskan penyusunan kurikulum pendidikan nasional dengan program kerja Presiden Joko Widodo yang tertuang dalam Nawacita.
"Butir ke delapan yakni melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia," tegasnya.
"Jadi, apabila rencana Kemendikbud dengan mengkerdilkan mata pelajaran sejarah lalu bagaimana Indonesia akan menjadi negara besar dan maju jika masyarakatnya tidak tahu tentang sejarah bangsanya sejak dini," lanjutnya.
Baca Juga:Pelajaran Sejarah Tak Wajib, Wakil Ketua MPR: Nadiem Makarim Buta Sejarah
Di lain pihak, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim mengatakan penyederhanaan kurikulum tidak akan dilakukan hingga 2022.
"Penyederhanaan kurikulum tidak akan dilakukan sampai tahun 2022. Pada 2021, kami akan melakukan berbagai macam prototyping di Sekolah Penggerak yang terpilih dan bukan dalam skala nasional. Jadi, sekali lagi tidak ada kebijakan apapun yang akan keluar di 2021 dalam skala kurikulum nasional. Apalagi, penghapusan mata pelajaran sejarah," ujar Nadiem dalam keterangannya di Jakarta, Minggu (20/9/2020).
Dia meminta masyarakat tidak meragukan komitmennya akan sejarah kebangsaan, karena misinya adalah untuk memajukan pendidikan sejarah agar kembali relevan dan menarik bagi anak-anak.
"Kakek saya adalah salah satu tokoh perjuangan dalam kemerdekaan Indonesia pada 1945. Ayah dan ibu saya aktivis nasional untuk membela hak asasi rakyat Indonesia dan berjuang melawan korupsi. Anak-anak saya tidak mengetahui bagaimana melangkah ke masa depan tanpa mengetahui dari mana mereka datang," tutur Nadiem.
Nadiem menegaskan bahwa misinya sebagai Mendikbud kebalikan dari isu yang timbul (penghapusan mata pelajaran sejarah).
"Saya ingin menjadikan sejarah menjadi suatu hal yang relevan untuk generasi muda dengan penggunaan media yang menarik dan relevan untuk generasi baru kita agar bisa menginspirasi mereka," ucapnya.
Identitas generasi baru yang nasionalis hanya bisa terbentuk dari suatu kenangan bersama yang membanggakan dan menginspirasi.
"Sekali lagi saya imbau masyarakat, jangan biarkan informasi yang tidak benar menjadi liar. Semoga klarifikasi ini bisa menenangkan masyarakat. Sejarah adalah tulang punggung dari identitas nasional kita. Tidak mungkin kami hilangkan," tegas Nadiem.
Nadiem menambahkan isu itu keluar karena ada presentasi internal yang keluar ke masyarakat dengan salah satu permutasi penyederhanaan kurikulum.
Dia mengatakan pihaknya memiliki puluhan versi berbeda, sekarang yang sedang melalui FGD dan uji publik. Semuanya belum tentu permutasi tersebut yang menjadi final.