Suara Ini Muncul dari Reruntuhan yang Dibersihkan Anji di Gunung Puntang

"Hallo Bandoeng! Hier Den Haag!"

Ari Syahril Ramadhan
Minggu, 22 November 2020 | 14:20 WIB
Suara Ini Muncul dari Reruntuhan yang Dibersihkan Anji di Gunung Puntang
Sisa-sisa bangunan Radio Malabar di Gunung Puntang, Kabupaten Bandung ketika masih ditutupi tumbuhan. [Ayo Bandung/Kavin F]

Aslinya, lagu Hallo Bandoeng ini tak mengandung unsur mistis atau misteri. Willy Derby sekedar ingin menggambarkan bagaimana orang-orang Belanda saat itu akhirnya bisa melepas kerinduan dengan berbincang melalui telepon dengan kerabat mereka yang ada nun jauh di Bandung.

Hal itu dapat terlaksana berkat bantuan stasiun pemancar radio di Gunung Malabar Bandung yang dibangun sejak 1920 dan stasiun serupa di Kootwijk, Netherland.

Dilansir dari Ayobandung.com, pembangunan Radio Malabar berlangsung sejak 1920 dan diresmikan pada 5 Mei 1923 oleh Gubernur Jenderal de Fock. Kala itu, telah terpasang antena raksasa dengan panjang sekitar 3 meter yang membentang antara Puncak Gunung Puntang dan Haruman. Komunikasi dengan radiotelegrafi pun telah berlangsung.

Tak berhenti sampai di sana, selepas sambungan telegraf nirkabel berhasil dieksekusi, teknologi komunikasi tersebut terus dikembangkan. Hingga akhirnya pada 1927, sambungan radio suara perdana berhasil tersambungkan. Percakapan suara dua arah antara Bandung dan Den Haag berhasil ditangkap.

Baca Juga:Kalahkan Polandia 2-1, Belanda Tetap Gagal ke Semifinal UEFA Nations League

"Hallo Bandoeng! Hier Den Haag!"
(Halo Bandung! Ini Den Haag!)

Demikian bunyi percakapan yang banyak dikenang sebagai kalimat pertama yang berhasil ditransmisi antara dua kota ini. Setelah sambungan tersebut, teknologi radio komunikasi suara menjadi hal yang rutin digunakan oleh para warga Belanda kepada keluarganya yang terpisah ribuan kilometer.

"Sejak saat itu banyak lahir kisah-kisah menarik dari orang-orang Belanda di negara jajahannya dengan sanak keluarga di Belanda," tulis Her Suganda dalam bukunya Jendela Bandung, Pengalaman Bersama KOMPAS (2007).

Sambungan telepon tersebut kemudian dikomersialkan pada 1929 sebagai saluran telepon oleh Queen-Mother Emma. Orang yang ingin melakukan sambungan telepon dapat berkunjung ke kantor telepon sentral untuk kemudian melangsungkan komunikasi.

Namun, kejayaan Stasiun Radio Malabar tidak berlangsung lama. Belasan tahun kemudian, stasiun radio tersebut dikuasai Jepang yang mulai merangsek masuk membersihkan sisa-sisa kekuasaan kolonial Belanda di Hindia Belanda.

Baca Juga:Atep Jadi Korban Vandalisme, APK Dicoret Tulisan PKI

Selepas Jepang pergi, bangunan stasiun radio ini dihancurkan bersamaan dengan momen Bandung Lautan Api oleh para warga Indonesia angkatan muda karyawan PTT.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Lifestyle

Terkini

Tampilkan lebih banyak