SuaraJabar.id - Beberapa buruh di Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Bogor dan Purwakarta mengaku bersedia digaji di bawah upah minimum kota (UMK) 2021.
Hal ini sungguh ironis. Di mana buruh lainnya justru berjuang agar UMK di daerah mereka terus naik dan pengusaha membayarkan upah minimal sesuai dengan UMK.
Kondisi ini ternyata ada latar belakangnya. Buruh di Kabupaten Bogor dan Purwakarta yang bersedia digaji di bawah UMK 2021 ini tak mau perusahaan tempat mereka bekerja menanggung beban tinggi kemudian memilih merelokasi pabrik ke daerah yang UMK-nya rendah.
Pengusaha mengklaim menanggung beban berat karena aturan UMK (Upah Minimum Kabupaten) yang tinggi, namun buruh tidak menggelar demo untuk menuntut upah tinggi, malah bersedia diupah di bawah UMK.
Baca Juga:Prakiraan Cuaca BMKG Hari Ini: Depok Hujan Ringan, Kota Bogor Hujan Sedang
Harapan buruh yang rata-rata berpendidikan SD sampai SMP itu memang sederhana, sesederhana pendidikan mereka.
Mereka hanya ingin kepastian agar pabrik tidak tutup atau relokasi ke daerah lain yang memiliki UMK lebih rendah, sehingga mereka masih bisa bekerja dan dapur keluarga tetap berasap atau mengepul.
Mereka juga menyadari bahwa pendidikan yang rendah membuat mereka tidak mempunyai banyak pilihan dan bekerja di pabrik garmen yang padat karya menjadi satu-satunya pekerjaan yang harus dipertahankan demi untuk bertahan hidup di bawah pandemi seperti sekarang ini.

Sebanyak tujuh orang buruh garmen yang tergabung dalam paguyuban dari berbagai pabrik garmen di Kabupaten Bogor dan Purwakarta, beberapa hari lalu berkumpul di Cibubur, Jakarta Timur.
Tujuan mereka hanya satu, memperjuangkan nasib puluhan dan ratusan ribu buruh pabrik garmen agar tidak semakin banyak korban PHK berjatuhan.
Baca Juga:Korban Banjir Bandang Puncak Bogor: Kami Ingin Segera Pulang ke Rumah
Kehilangan pekerjaan dalam kondisi pandemi yang tidak kunjung memperlihatkan tanda-tanda mereda, adalah bencana yang akan menambah penderitaan mereka dan keluarga.
“Permintaan kami tidak muluk-muluk. Kami hanya ingin tetap bekerja agar asap dapur tetap mengepul. Kalau perusahaan tidak sanggup memenuhi UMK, kami juga bersedia dengan upah yang sesuai dengan kemampuan perusahaan meski di bawah UMK,” kata Aceng Yusup Ashari (37 tahun), wakil ketua paguyuban pekerja garmen se-Kabupaten Bogor dilansir Antara, Kamis (21/1/2021).
Menurut Aceng dari PT. JS, produsen jaket yang berlokasi di Cileungsi, tanda-tanda bahwa perusahaan asal Korea Selatan itu akan hengkang dari Bogor sudah terlihat.
Saat ini, meski masih mempertahankan pabrik di Cileungsi, PT JS juga sudah membuka pabrik di Boyolali, Jawa Tengah yang mempunyai UMK hampir separo lebih rendah dibanding di Bogor.
Yang ditakutkan Aceng dan sekitar 5.000-an pegawai lainnya adalah jika pabrik di Cileungsi ditutup karena tidak mampu lagi bertahan dan dipindahkan ke Boyolali.
Sementara itu Ny Rerie (52 tahun), pekerja di bagian gudang PT GA Indonesia yang berlokasi di Cibinong mengakui bahwa sepanjang 2020, sama sekali tidak ada pesanan produk . Nasib buruh di pabrik yang memproduksi merek Lacoste itu ternyata tidak sementereng merek yang mereka hasilkan.