SuaraJabar.id - Hujan baru saja reda saat Suara.com tiba di Pasar Tembakau Tanjungsari, pada awal pekan lalu. Tumpukan tembakau iris berjejer menumpuk di setiap toko yang berada di sana. Tembakau itu nantinya dijadikan sebagai bahan baku produk hilir tembakau dari mulai tembakau linting bermacam jenis rokok.
Berjarak sekitar 50 meter dari Alun-alun Tanjungsari, Sumedang, saya berkesempatan berkunjung ke pasar tembakau itu. Muhammad Miftahuddin, salah satu penjual tembakau di sana mengatakan pasar tembakau tidak terlalu ramai. Pasalnya sedang musim hujan, dan pembeli dari luar daerah cenderung mengurungkan niatnya untuk datang langsung ke sana.
Pasar Tembakau Tanjungsari biasa dibuka 2 kali dalam sepekan, yakni tiap Selasa dan Sabtu. Pengunjung yang datang ke sana berasal hampir dari seluruh daerah di Indonesia. Ditambah, stakeholder tembakau dari negara tetangga, seperti Brunei Darussalam hingga Malaysia.
Menurut Miftah, tembakau yang tersedia di pasar itu beragam dari beberapa daerah penghasil tembakau di Indonesia. Namun, biasanya kebanyakan tembakau asal Jawa Barat semisal tembakau Tanjungsari, Darmawangi, Bantarujeg, Garut, dan yang lainnya.
Baca Juga:4 Ibu di Lombok Dipenjara Dituduh Rusak Pabrik Tembakau, Bayinya Ikut Masuk
"Tembakau kebanyakan dari sini tapi ada juga dari Jawa, Lombok dan daerah lainnya. kebanyakan sih tembakau Tanjungsari Sumedang," ungkap Miftah.
Untuk harga tembakau di sana, Miftah mengaku bervariasi dari mulai yang termurah sampai yang mahal tersedia semua. Rata-rata harga tembakau dihitung berdasarkan satuan kilogram dan per lempeng. Biasanya, tembakau mole khas Jawa Barat dijual per lempeng. Setiap lempeng biasanya memiliki berat sekitar 250 gram.
"Rate harga mah dari Rp 5 ribu - Rp 10 ribu juga ada, sampai di atas Rp 100 ribu. Harga dibedakan dari kualitas juga rasa tembakaunya, jenis irisan dan daerah penanaman," katanya.
Jumlah tembakau yang keluar dan ludes terjual setiap kali pasar itu beroperasi mencapai puluhan ton. Namun, kata dia, jumlah itu belum pasti juga, lantaran terkadang tembakau yang ludes terjual bisa lebih kalau sedang ramai datang pembeli.
"Kalau toko saya sekarang baru 7 koli (karung), paling satu kwintal sih kayaknya hari ini. rata-rata 5 kwintal sekali buka. Banyak belinya daripada jual sih. Tapi kalau lagi rame mah pas panen raya biasanya barang keluar sampai 1,5 ton sekali buka," tukasnya.
Baca Juga:Kejutan! Gol Pemain Jepang Antar Frankfurt Kalahkan Bayern Muenchen 2-1
Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Jawa Barat, Suryana mengatakan Pasar Tembakau Tanjungsari merupakan salah satu pasar tembakau berskala internasional.
Menurutnya, selain pasar tembakau Tanjungsari, ada dua pasar tembakau lain yang juga berskala internasional. Keduanya yakni, pasar tembakau di Medan, dan pasar tembakau Bremen, Jerman.
"Pasar Tembakau Tanjungsari itu pasar tembakau terbesar se-nasional. Kan pasar tembakau internasional itu ada 3, pertama Bremen, Medan, kemudian Tanjungsari, itu masuknya internasional. Jadi di dunia pasar tembakau besar itu hanya ada 3 termasuk Tanjungsari," ungkap Suryana.
Di Jawa Barat sendiri, kata dia, terdapat beberapa daerah yang dikategorikan sebagai lumbung tembakau. Total ada sebanyak 17 Kabupaten/kota di Jawa Barat yang merupakan penghasil tembakau. Namun, hanya 5 daerah saja yang dikategorikan sebagai lumbung tembakau.
"Lumbung tembakaunya ada di 5 kabupaten, yakni di Sumedang, Garut, Kabupaten Bandung, Majalengka dan Kuningan. Yang lain itu ada tapi tidak seluas yang lima itu di kisaran antara paling rendah 30 hektar sampai paling tinggi sekitar 170 hektar," katanya.
Kelima daerah dengan kategori lumbung tembakau itu, memiliki lahan penanaman tembakau di kisaran 4 ribu hektar dengan sistem tiga kali musim tanam.
"Untuk Garut sekitar 4,1 ribu hektar, Sumedang hampir sama dengan Garut, kabupaten Bandung ada 2 ribu hektar, Majalengka 2 ribu hektar dan Kuningan 600 hektar. Sisanya 12 kabupaten kota itu rata-rata 30-200 hektar," imbuhnya.
Rata-rata sekali panen, untuk tiap hektar lahan menghasilkan tembakau sebanyak 1,2 ton untuk tembakau jenis mole. Sementara untuk jenis tembakau lain semisal krosok dan tembakau hitam di kisaran 1,4 sampai 2,2 ton tiap hektarnya per sekali panen.
"Jumlahnya segitu tinggal dikali luas area, jadi bisa mencapai puluhan ribu ton sekali panen," katanya.
Keistimewaan Tembakau Mole Khas Jawa Barat
Ciri khas tembakau Jawa Barat yakni tembakau mole. Mole memiliki ciri dimana rajangannya cenderung lebih tipis dan rapi. Penjualannya pun tidak ditimbang berdasarkan berat kilogram, melainkan berdasarkan lempengan.
Menurut Suryana, mole berasal dari bahasa Belanda yakni mooi. Kemudian warga sekitar melafalkan kata mooi menjadi mole. Mooi itu memiliki arti indah.
Ceritanya, kata dia, semula orang Belanda saat masa penjajahan dulu melihat tembakau hasil olahan petani Jawa Barat itu sangat bagus lantaran dirajang dengan sangat rapi dan disajikan dalam bentuk lempengan.
"Sebutan tembakau mole, itu dari bahasa Belanda mooi artinya cantik. Ciri khas olahan tembakau mole itu dikatakan tembakau cantik. Kan rajangannya bagus dan leleran. Leleran itu sistem cetaknya seperti lempengan gitu," ucapnya.
Adapun kisaran harga tembakau Mole bervariasi dari mulai Rp 55 ribu sampai Rp 235 ribu untuk setiap lempengnya. Menurutnya, untuk rasa tembakau Mole yang paling mahal bisa mengalahkan rasa rokok batangan.
"Kalau yang paling tinggi itu rasa bisa ngalahin rokok asli. Ciri khas tembakau mole itu untuk langsung konsumsi tidak pakai saos," ucap dia.
Alasan lain yang membuat tembakau Jawa Barat itu menjadi mahal lantaran tembakaunya sudah punya spesifik lokal. Makanya, bila dibandingkan dengan tembakau dari daerah lain, tembakau Jawa Barat memiliki nilai ekonomis lebih tinggi.
"Jabar ini punya spesifik lokal, daerah lain tidak punya spesifik lokal. Kan begini spesifik lokal Jabar ini sudah punya hak paten indikasi geografis, yang lain belum punya. Kalau udah bicara spesifik lokal udah kita naik," tuturnya.