SuaraJabar.id - Ratusan buruh perusahaan PT Masterindo Jaya Abadi, Kota Bandung, terpantau melakukan konvoi dengan berboncengan motor, bahkan sebagian lain menyewa sekitar 10 angkot, Senin (10/5/2021). Mereka beriringan dipandu satu mobil komando bukan untuk mudik, tapi menggeruduk rumah pemilik pabrik.
Buruh berangkat dari depan Pabrik PT Masterindo Jaya Abadi, Jalan Soekarno-Hatta nomor 24, menuju kawasan elite di Jalan Oten, Kota Bandung.
Mayoritas buruh perempuan yang tergabung dalam Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit (FSP-TSK) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) itu hendak menagih upah bulan April dan Tunjangan Hari Raya (THR) 2021 yang belum dibayarkan.
Dari titik kumpul, mereka melaju sejak pukul 13.00 WIB. Dengan mobil komando yang terus berteriak memutar lagu pembakar semangat, rombongan buruh menyusur jalan secara perlahan hingga tiba di tujuan sekira pukul 14.00 WIB.
Baca Juga:Pemkot Palembang Belum Bayar THR ASN, Ini Penyebabnya
"Maaf untuk para warga di Jalan Oten, kami membuat berisik di sini. Kami terpaksa ke sini, hendak menyampaikan bahwa bos kami yang rumahnya megah ini, yang kaya, tapi tidak menunaikan hak buruh. Perusahaan masih bersikukuh tidak mau membayarkan upah dan THR kami," kata Slamet Utomo salah satu perwakilan buruh dari atas mobil komando.
"Kami sudah zalim, zalim kepada anak-anak kami sendiri karena tidak mampu membelikan mereka baju," imbuhnya.
Ratusan buruh yang siang tadi berdatangan "mengepung" rumah pemilik pabrik PT Masterindo Jaya Abadi itu merupakan buruh yang sudah di-PHK oleh perusahaan. Secara keseluruhan ada sekitar 1.142 buruh yang telah di-PHK sejak 29 April lalu.
Pihak perusahaan beralasan, pemutusan hubungan kerja itu karena kondisi perusahaan yang kolaps terdampak pandemi. PHK ini lalu menjadi persoalan sebab besaran pesangon yang ditawarkan oleh perusahaan dianggap tidak sesuai aturan.
Perkara ini sempat bergulir hingga ke meja hijau. Kemudian, melalui peradilan PHI (Perselisihan Hubungan Industrial), buruh dinyatakan menang gugutan. Namun, saat ini pihak perusahaan tengah mengajukan banding.
Baca Juga:Jelang Idul Fitri, Kemnaker Terima 1.860 Laporan Terkait THR
Atas dasar inilah perusahaan menyatakan tidak akan memenuhi hak-hak normatif buruh penggugat, termasuk upah dan THR, sebelum gugatan banding itu memiliki kekuatan hukum tetap.
"Perusahaan berlasan akan membayar THR dengan menunggu sidang banding itu. Padahal THR itu tidak ada hubungannya dengan peradilan karena perkara di pengadilan adalah soal besaran pesangon," kata Ketua FSP-TSK SPSI PT Masterindo, Nopi Susanti.
Meski telah di-PHK, ratusan buruh itu masih memiliki hak untuk mendapatkan THR, sebab pemutusan hubungan kerja itu dilakukan pada 30 hari sebelum hari raya. Hak ini didasarkan pada Permenaker Nomor 6 tahun 2016 pasal 7.
"Yang kami tuntut itu adalah kepastian THR. Sebelum PHK, kami kerja 17 hari di bulan puasa," tegas Nopi yang sudah sekitar 25 tahun bekerja di pabrik garmen itu.
Semua persoalan tersebut yang menjadi motif buruh menggeruduk rumah pemilik pabrik. Di lokasi, pantauan Suara.com, aparat kepolisian turut berjaga di muka gerbang rumah. Aksi berjalanan kondusif, namun tak ada orang dari dalam rumah yang menemui buruh.
"Sebelum datang ke sini, kami tadi bertemu dengan kuasa hukum perusahaan di pabrik. Menurut mereka, perusahaan mau membayar upah dan THR asalkan buruh mau menerima besaran pesangon yang ditentukan perusahaan sebesar Rp 1,2 juta (per tahun kerja). Jelas kami tidak terima, soal pesangon itu kan sudah kami menangkan di sidang PHI," tegas Nopi.
Kepada Suara.com, seorang buruh yang sudah 10 tahun bekerja, Ela Hayati (40), mengaku sangat sedih dan kecewa dengan sikap perusahaan. Ela yang merupakan tulang punggung keluarga sangat terbebani dengan kondisi saat ini. Ella sudah bulat tekad untuk terus turut aksi hingga haknya dipenuhi.
"Katanya THR dan upah akan dibayar tapi buruh harus menerima pesangon Rp 1,2 juta, kita tidak mau. Mereka kan sudah kalah di PHI mereka harus membayar pesangon 2 PMTK (dua kali upah buruh dalam sebulan)," katanya.
"Kalau nurut sama perusahaan artinya saya 10 tahun kerja hanya dapat sekitar Rp 11 juta, padahal harusnya bisa Rp 94 juta," tandasnya.
Aksi terpantau berakhir pukul 15.00 WIB, buruh langsung membubarkan diri dengan damai. Tapi, aksi ini masih belum berakhir. Jika tuntutan masih belum dipenuhi, aksi serupa akan dilakukan selama dua hari ke depan.
Rencananya, pada Selasa (11/5/2021) besok, mereka akan mendatangi rumah bosnya yang lain di kawasan Ciumbuleuit, Kota Bandung. [Suara.com/M Dikdik RA]