Banyak Hotel dan Restoran di Bandung Pilih Tutup, PHRI: Berat

Sejumlah hotel, penginapan hingga resto di KBB yang memilih tak beroperasi di antaranya Terminal Wisata Grafika Cikole (TWGC), Sindang Reret, Gunung Putri dan Asep Stroberi.

Ari Syahril Ramadhan
Kamis, 15 Juli 2021 | 15:26 WIB
Banyak Hotel dan Restoran di Bandung Pilih Tutup, PHRI: Berat
ILUSTRASI-Pengunjung Tengah Menikmati Wahana Penangkaran Rusa di TWGC, Lembang, Bandung Barat. [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]

SuaraJabar.id - Bisnis pariwisata di Kabupaten Bandung Barat (KBB) kian suram di tengah Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM Darurat. Pengusaha pun pasrah apabila kebijakan itu diperpanjang.

Di tengah penerapan PPKM Darurat hingga 20 Juli 2021 mendatang, objek wisata ditutup penuh. Namun untuk sektor perhotelan dan restoran diizinkan tetap beroperasi meski dengan pembatasan ketat. Itupun pendapatan dan okupansinya menurun drastis.

"Kondisi perusahaan dan karyawan memang berat sekali. Sudah jelas tempat wisata tutup semua. Meski berat tapi mungkin ini kebijakan pemerintah yang terbaik," ungkap Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran (PHRI) KBB, Eko Suprianto saat dihubungi Suara.com, Kamis (15/7/2021).

Berdasarkan laporan yang diterimanya, meski restoran dan hotel boleh beroperasi, namun ada yang memilih tutup sementara sebab minimnya okupansi.
Jika dipaksakan buka malah akan menjadi beban keuangan lantaran minimnya pemasukan.

Baca Juga:Viral Pria Bermotor Gede Ini Bagi-bagi Duit Katanya Bantuan PPKM, Sindir Pemerintah?

Sejumlah hotel, penginapan hingga resto yang memilih tak beroperasi di antaranya Terminal Wisata Grafika Cikole (TWGC), Sindang Reret, Gunung Putri, Sandria, Novena, Rumah Makan Pak Oma hingga Asep Stroberi.

"Rata-rata hotel, restoran tutup karena beban operasional berat kalau tetap buka," ujar Owner TWGC Lembang itu.

Andaikan PPKM Darurat benar-benar diperpanjang, pihaknya hanya meminta pemerintah memberikan kompensasi untuk pemeliharaan dan perawatan.

Sebab meskipun tutup, perawatan dan pemeliharaan seperti bayar listrik tetap harus dibayarkan.

Kemudian yang terpenting lagi, kata Eko, pemerintah harus memperhatikan nasib para pekerja pariwisata yang sangat merasakan dampaknya. Mereka otomatis dirumahkan ketika objek wisata ditutup.

Baca Juga:Syarat Keluar Masuk Jakarta Selama PPKM Darurat

Dirinya mengaku sudah berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) KBB untuk mengkaji usulan tersebut.

"Saya sudah memberikan data ke dinas dan minta dikaji untuk pertimbangan (kompensasi) untuk karyawan dan perusahaan," pungkas Eko.

Public Relation The Great Asia Africa Intania Setiati mengatakan, kondisi ini sangat memberatkan bagi para pelaku usaha wisata. Sebab, meski tanpa pemasukan namun pihaknya harus tetap mengeluarkan uang untuk biaya perawatan.

"Listrik dan perawatan lainnya kan harus tetap jalan, harus tetap dibayar. Iya harapanya ada kompensasi. Kemudian karyawan juga harapannya diberikan bantuan," ujar Intania.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini