7. Soto Betawi

Soto Betawi merupakan soto yang khas dari daerah DKI Jakarta. Isiannya kebanyakan menggunakan jeroan. Daging sapi juga menjadi bahan campuran dalam Soto Betawi. Kuah soto Betawi merupakan campuran santan dan susu. Kedua campuran inilah yang membuat rasa Soto Betawi begitu khas.
Soto Betawi hadir dalam kuliner masakan Indonesia sekitar tahun 1977-1978. Kali pertama memopulerkan kata Soto Betawi adalah penjual soto bernama Lie Boen Po di THR Lokasari / Prinsen Park. Istilah soto Betawi mulai menyebar menjadi umum ketika penjual soto tersebut tutup sekitar tahun 1991.
8. Serabi
Baca Juga:Polisi Dalami Bahan Peledak Teror Rumah Orang Tua Aktivis Papua Veronica Koman
![Kuliner legendaris nan lezat bernama serabi Solo. [Pictagram]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/07/22/17971-serabi-solo.jpg)
Serabi merupakan jajanan pasar tradisional yang berasal dari Indonesia. Serabi berasal dari bahasa Jawa yang berinduk dasar dari kata rabi yang dalam bahasa Jawa berarti kawin. Mungkin karena proses pembuatannya yang cukup sebentar dan tidak terlalu lama maka orang Jawa menyebutnya dengan kata Serabi (seperti waktu proses sekali kawin).
Di Jawa Barat serabi dikenal dengan nama surabi atau sorabi. Di Jawa, serabi umumnya disajikan dengan isian gula atau manisan lainnya, tetapi di Sunda/Jawa Barat serabi disajikan dengan isian oncom dan asinan lainnya. Serabi biasanya dijajakan di pagi hari dan dimasak menggunakan tungku sehingga menghasilkan rasa yang khas.
9. Lumpia

Lumpia Semarang adalah makanan semacam rolade yang berisi rebung, telur, dan daging ayam atau udang. Cita rasa Lumpia Semarang adalah perpaduan rasa antara Tionghoa dan Indonesia karena pertama kali dibuat oleh seorang keturunan Tionghoa yang menikah dengan orang Indonesia dan menetap di Semarang, Jawa Tengah.
Dewasa ini, terdapat enam jenis Lumpia Semarang dengan cita rasa yang berbeda. Pertama aliran Gang Lombok (Siem Swie Kiem), kedua aliran Jalan Pemuda (almarhum Siem Swie Hie), dan ketiga aliran Jalan Mataram (almarhumah Siem Hwa Nio). Ketiga aliran ini berasal dari satu keluarga Siem Gwan Sing–Tjoa Po Nio yang merupakan menantu dan putri tunggal pencipta lumpia Semarang, Tjoa Thay Yoe–Wasih. Aliran keempat adalah sejumlah bekas pegawai lumpia Jalan Pemuda, dan aliran kelima adalah orang-orang dengan latar belakang hobi kuliner yang membuat lumpia dengan resep hasil pembelajaran dari lumpia yang sudah beredar. Yang terakhir adalah lumpia Jalan Tanggamus (Ny. Mechtildis Tyastresna Halim).
Baca Juga:Kemeriahan Festival Peparnas Papua
10. Selat Solo