Keji! Puluhan Warga Cijambu Bandung Dibantai di Bukit Pasir Kentit

Warga-warga Cijambu Bandung yang telah dikumpulkan kemudian digiring ke Pasir Kentit. Semuanya mendapat siksaan, hingga tewas dibunuh.

Ari Syahril Ramadhan
Rabu, 10 November 2021 | 16:00 WIB
Keji! Puluhan Warga Cijambu Bandung Dibantai di Bukit Pasir Kentit
Relief di Tugu Perjuangan Rakyat Cipongkor yang menggambarkan kekejaman Tentara Belanda membantai puluhan warga Desa Cijambu, Kabupaten Bandung Barat di tahun 1930-an lalu. [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]

SuaraJabar.id - Desa Cijambu, Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat (KBB) menjadi sasaran keberingasan tentara Belanda puluhan tahun lalu. Pembantaian dan pembakaran rumah pernah terjadi di sana saat Belanda belum terusir oleh Jepang.

Puluhan warga dihabisi secara keji. Mereka digiring ke sebuah bukit hingga dihabisi satu per satu. Sementara rumah-rumah warga dibumihanguskan dengan cara dibakar secara tiba-tiba.

Peristiwa kelam itu jadi kenangan pahit bagi para orang tua di Desa Cijambu yang ketika itu menjadi saksi berapa kejamnya para serdadu Belanda.

Di antaranya Aki Tata (104) dan Emak Ani (90) masih ingat betul peristiwa yang diperkirakan terjadi tahun 1930-an itu.

Baca Juga:Cium Bau Mencurigakan, Petugas Kebersihan Terkejut Temukan Ini di Gorong-gorong

Para serdadu Belanda tiba di Kampung Pasirtarasi yang didiami Abah Tata saat matahari mulai terbit. Mereka langsung menyantroni rumah-rumah warga. Ia tak ingat betul, namun ada seseorang yang dicari. Ketika itu ia tengah mengembala kerbau miliknya.

Aki Tata (104), salah satu saksi hidup kekejaman Tentara Belanda membantai puluhan warga Desa Cijambu, Kabupaten Bandung Barat di tahun 1930-an lalu. [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]
Aki Tata (104), salah satu saksi hidup kekejaman Tentara Belanda membantai puluhan warga Desa Cijambu, Kabupaten Bandung Barat di tahun 1930-an lalu. [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]

"Waktu itu usia abah masih 20 tahun. Lagi ngurus kerbau," tutur Aki Tata kepada Suara.com, belum lama ini.

Ia menyaksikan ketika para serdadu Belanda memerintahkan warga untuk keluar rumah. Mereka mencari seseorang yang menjadi incaran Belanda. Tak jarang balasan warga dibalas dengan tendangan hingga timah panas.

Amuk tersebut tak hanya berhenti di sana. Rumah warga dibakar. Sejumlah warga yang ikut dibawa kemudin dibariskan di sebuah medan yang agak tinggi. Ia tak tahu percis jumlahnya, namun diperkirakan puluhan.

Para serdadu Belanda itu kemudian membawa dan menggiring beberapa warga lokal yang ditangkap dari wilayah Cipongkor lain seperti Pasir Tarasi, Pasir Pici, Ciparikaler ke sebuah bukit yang berada di wilayah tersebut.

Baca Juga:Kembali ke Timnas Indonesia, Ezra Walian Apresiasi Persib Bandung

Tepatnya Bukit atau Pasir Kentit yang berada di Kampung Ciparigirang, Desa Cijambu yang bersebelahan dengan sebuah rumah panggung yang kini dtinggali Emak Ani.

"Zaman Belanda yang dibawa itu dibunuhnya di pasir (Pasir Kentit)," ucap Aki Tata.

Ia pun bercerita betapa kejinya para serdadu Belanda kalau itu. Warga-warga yang dikumpulkan kemudian digiring ke Pasir Kentit. Semuanya mendapat siksaan, hingga tewas dibunuh.

Namun, Abah Tata masih ingat ada dua orang yang selamat dari peristiwa itu.

Seingatnya namanya Sukroni dan Udi. Keduanya selamat setelah berpura-pura mati di bawah tumpukan warga yang sudah meninggal dan lompat ke sebuah jurang yang dangkal dan dipenuhi dedaunan.

"Pokoknya mah biadab.Yang dibawa ke pasir itu sisa 2 orang yang selamat," ucap Aki Tata.

Untungnya, Aki Tata selamat dari peristiwa keji puluhan tatu lalu yang sulit untuk dilupakannya. Ia dan warga lainnya yang selamat ketika itu bersembunyi di sebuah gua yang tak diketahui serdadu Belanda.

Cerita kelam bumi hangus dan pembantaian pilihan tahun lalu juga disaksikan Emak Ani. Kala itu usianya masih sekitar 7 tahun.

Ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Meski usianya masih belia, kejadian kelam tersebut masih terpatri dalam ingatannya.

Ia bersama Aki Tata menjadi seorang saksi yang masih hidup di usia senjanya. Menurut Emak Ani, para serdadu Belanda mendatangi satu per satu rumah warga untuk mencari seseorang yang bernama Abun.

Namun tidak ada warga yang mengaku bernama Abun. Abun sendiri bernasib malang ketika itu. Ia ditembak mati meskipun berkelit dan mengaku bernama Kardi.

Serdadu Belanda pun semakin beringas. Salah satu yang diingatnya ketika itu ada rumah seorang pemuka agama yang disantroni rumahnya.

"Nuju solat subuh ajengan (lagi salat subuh pemuka agama) digedor. Pas dibuka panto, diseret digorok sama mertuanya (Dibuka pintu, diseret, digorok dengan mertuanya)," kisah Emak Ani.

Suasana di kampungnya semakin mencekam. Warga yang ketakutan terus berteriak histeris.
Tak ada perlawanan berarti ketika itu, sebab kedatangan serdadu Belanda itu bak serangan fajar dengan bersenjata lengkap.

Melawan sedikit, siksaan hingga pembunuhannya yang diterima warga.

"Kalau melawan disika lalu dibunuh. Ada yang kepalanya diinjak, lalu ditembak," ucap Emak Ani.

Sementara Ani kecil dibawa orang tuanya yang bersembunyi bersama warga kampung lain di kebun bambu pinggir sisi sawah, sehingga ia masih hidup hingga Indonesia merdeka.

Peristiwa keji tersebut tetap dikenang dengan pendirian Tugu Perjuangan Rakyat Cipongkor di lokasi kejadian. Tugu itu berbentuk bambung runcing itu berada di sebuah pelataran yang tinggi.

Pada tugu tertulis keterangan peresmiannya, 20 Januari 1984 oleh Bupati Kepala Daerah Tingkat II Bandung H Sani Lupias Abdurrachman yang tepat berada di dekat rumah yang kini ditinggali Emak Ani.

Tak hanya tugu, tembok pelatarannnya juga dihiasi relief atau pahatan yang menggambarkan secara singkat adegan eksekusi yang terjadi puluhan tahun lalu.

Di antaranya ada sosok yang tangannya terikat membelakangi sosok dengan kepala mengenakan baret dan menodongkan senjata api.
Ada pula pahatan sosok dengan mimik menjerit sambil memegangi dadanya yang terluka.

Adegan sosok berbaret yang memenggal kepala ikut diperlihatkan. Ada juga gambar lain yang memperlihatkan adegan perlawanan berupa penusukan terhadap sosok berbaret dan dengan sarung pistol menggunakan senjata tajam yang mirip bambu runcing.

Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini