Sempat Tak Harmonis Gara-gara Cerita Perang Bubat, Begini Hubungan Sunda dan Jawa Saat Ini

"Kita punya sejarah terkait hubungan Jawa-Sunda yang tidak harmonis, tetapi itu masa lalu," ujar Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Ari Syahril Ramadhan
Kamis, 02 Desember 2021 | 10:52 WIB
Sempat Tak Harmonis Gara-gara Cerita Perang Bubat, Begini Hubungan Sunda dan Jawa Saat Ini
Gubernur DIY Sri Sultan HB X (kanan) dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil melakukan penandatanganan kesepakatan sinergi Yogyakarta-Jawa Barat dalam berbagai bidang. [ANTARA/Victorianus Sat Pranyoto]

SuaraJabar.id - Kisah Perang Bubat yang menceritakan pertempuran antara pasukan dari Kerajaan Majapahit dan Pajajaran sempat membuat hubungan Jawa dan Sunda tak harmonis.

Kekinian, didapati jika merunut narasi sejarah atau dokumen-dokumen atau manuskrip-manuskrip sejarah bahwa fakta perselisihan Jawa dan Sunda itu tidak pernah ada.

"Jika kita bicara sejarah, maka sebenarnya Perang Bubat itu tidak pernah ada," kata Sri Sultan Hamengku Buwono X seusai acara malam Pesona Jawa Barat di Panggung Ramayana Candi Prambanan, Rabu (1/12/202) malam.

Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil sendiri sepakat untuk melupakan sejarah "masa lalu" terkait hubungan Jawa-Sunda yang tidak harmonis untuk bersama membangun persatuan Bangsa Indonesia.

Baca Juga:Termasuk di Jateng, Ini Wilayah yang Diprediksi Hujan Lebat dan Berpotensi Terjadi Bencana

"Kita punya sejarah terkait hubungan Jawa-Sunda yang tidak harmonis, tetapi itu masa lalu, dan sekarang kita memasuki NKRI. Jadi kita sepakat memulai membangun hubungan persaudaraan untuk persatuan Bangsa Indonesia," kata Sri Sultan Hamengku Buwono X.

Namun, katanya, apapun yang terjadi, peristiwa tersebut sudah berlalu selama 700 tahun yang lalu, dan hal itu sudah bukan urusan saat ini dalam hal persatuan bangsa.

"Itu sudah terjadi sudah 700 tahun, sudah bukan urusan, saat ini kita berbicara sebagai NKRI. Kenapa kita harus punya dendam yang tidak pernah selesai," katanya.

Raja Keraton Yogyakarta ini juga menegaskan bahwa saat ini yang dilakukan adalah bersatu dengan kesadaran sebagai anak bangsa.

"Ini tentunya berbeda dengan jaman Kerajaan Majapahit dahulu, melalui Sumpah Palapa dari Patih Gadjah Mada, di mana saat itu yang dilakukan adalah penaklukan. Zaman sudah berbeda dan harus bersama meninggalkan hal yang menghambat persatuan sebagai bangsa," katanya.

Baca Juga:Apindo Kecewa Keputusan Gubernur Khofifah Tentang UMK Jatim 2022

Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil atau Kang Emil mengharapkan kesepakatan ini dapat menjadi percontohan untuk persatuan bangsa yang saat ini begitu mudahnya terjadi perpecahan antarsaudara.

"Saat ini kita dapat merasakan atau melihat sering terjadi pertengkaran di ruang-ruang informasi, sehingga terasa begitu bising, sehingga kami perlu melakukan ini untuk menarasikan untuk persatuan bangsa," katanya.

Ia mengatakan pada zaman Sri Sultan Hamengku Buwono X ini penguatan sinergi budaya Jawa-Sunda mewujud konkret yang sejak beratus tahun tidak pernah ada.

"Ini telah diawali Sultan HB X sejak 2017 dengan memberi nama beberapa jalan di Yogyakarta dengan Jalan Padjajaran dan Jalan Siliwangi. Di Jawa Barat juga demikian, dengan adanya nama Jalan Majapahit dan Hayam Wuruk di Bandung," katanya.

Kang Emil mengharapkan sinergi Jawa dan Sunda ini dapat menjadi penyejuk di situasi bangsa yang sedang dalam situasi banyak membesar-besarkan perbedaan.

Dalam kesempatan tersebut, juga dilakukan naskah kesepakatan bersama untuk menjalin sinergi antara Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Jawa Barat yang dilakukan Sri Sultan HB X dan Ridwan Kamil.

Acara Pesona Jawa Barat di Yogyakarta tersebut dimeriahkan dengan berbagai seni budaya dari Jawa Barat dan Yogyakarta, yang kemudian ditutup dengan pementasan spektakuler Sendratari Ramayana. [Antara]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak