SuaraJabar.id - Sidang gugatan terhadap Rektor Universitas Inaba Bandung dengan penggugat Muhammad Ari, mahasiswa yag di-drop out (DO) secara sepihak oleh pihak kampus kembali digelar di Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Kota Bandung, Selasa (22/3/2022). Gugatan ini menuntut agar rektor mencabut sanksi drop out terhadap Ari.
Seusai sidang, pihak kampus dan yayasan pun akhirnya angkat suara soal dalih dari drop out tersebut.
Salah satu yang dipermasalahkan adalah soal bakar ban saat demonstrasi mahasiswa di area kampus sekitar pertengahan 2021 lalu.
Aksi bakar ban itu diklaim merusak fasilitas kampus. Ban yang dibakar di atas lapangan futsal itu disebut membuat cat lapangan terkelupas atau rusak. Karena demikian, Muhammad Ari yang terlibat di aksi itu dituding melakukan perusakan fasilitas.
Baca Juga:Miris! Pemuda di Bandung Barat Dibacok Hanya Gara-gara Bonceng Pacar Pelaku
"Bakar (ban) di lapangan, rusak gak? Ban dibakar logikanya tidak rusak, tapi catnya rusak enggak? Kalau dianggap cat tidak rusak itu berarti seperti kalau kamu punya kertas nih saya coret-coret, kertasmu gak rusak, gak robek, tapi bisa dipakai gak kertasmu? Ini logika-logika cara berpikir," kata Wakil Rektor Bidang Operasinal dan Kemahasiswaan, Mukti Ali, seusai sidang Selasa (22/3/2022).
![Belasan mahasiswa STIE Inaba menggelar aksi unjuk rasa mendesak agar skorsing terhadap mereka dicabut, di depan kantor LLDikti Wilayah IV, Kota Bandung, Senin (5/4/2021). [M Dikdik RA/Suara.com]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2021/04/08/26378-aksi-mahasiswa-stie-inaba.jpg)
Selain itu, setidaknya ada tiga alasan lain yang diaku pihak kampus. Pertama, Ari dianggap telah menghina dosen karena berkata kasar, lalu mencemarkan nama baik kampus karena telah bicara di media soal permasalahan di Universitas Inaba, informasi yang disampaikan Ari dianggap tidak benar.
Terakhir, Ari dan kawan-kawan mahasiswa lainnya menggelar aksi tanpa seizin pihak kampus.
"(Soal penghinaan) Memang ini persepsi, tapi misalkan kalau Anda dikatakan cemen, (ditanya) anda laki atau perempuan, Nah itu kan menghina. Sedangkan di peraturan kode etik itu diatur, tata cara bicara dengan dosen diatur, tata cara bicara dengan sesama mahasiswa itu diatur," kata Ali.
"Saya juga (dulu) mahasiswa, saya juga tukang demo, harusnya (mahasiswa) sangat memahami kondisi itu bahwa setiap kita hidup itu ada aturan yang kita pegang (kode etik)," ia mengimbuhkan.
Baca Juga:Nakhodai Kota Bandung Tanpa Pendamping, Yana Mulyana: Jadi Single Fighter
Dalih Mengada-ada