SuaraJabar.id - Ratusan pekerja tambang menggeruduk Kantor DPRD Kabupaten Bandung Barat (KBB) pada Kamis (15/6/2023). Aksi dilakukan imbas dari ditutupnya sejumlah perusahaan tambang di KBB yang berimbas terhadap Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Aksi demo buruh tambang dari kawasan Citatah, Cipatat dan Batujajar, KBB ini diikuti oleh koalisi lima serikat pekerja. Yakni dari DPC SPN, KC FSPMI, DPC SBSI 92, DPC Gobsi dan PC KEP SPSI. Mereka juga membawa tujuh dump truk besar yang biasa digunakan untuk mengangkut hasil tambang.
Aksi demo para pekerja tambang itu membuat arus lalu lintas di depan gedung DPRD KBB di Jalan Raya Padalarang, terpaksa ditutup satu jalur akibat ada adanya aksi buruh pekerja tambang. Akibatnya terjadi kemacetan kendaraan baik dari arah Cimareme menuju Padalarang ataupun dari Cipatat yang menuju Padalarang.
Petugas memberlakukan rekayasa satu arah kendaraan di mulai dari Jalan Raya Tagog Padalarang hingga simpang Jalan Gedong Lima. Sementara kendaraan dari arah Cianjur menuju Bandung dialihkan menuju Jalan Cihaliwung.
Baca Juga:Miris, Pemakai Narkoba Sabu di Bangka Belitung Dominan Pekerja Tambang Timah
"Kami meminta DPRD KBB mengeluarkan surat untuk pemerintah daerah, pemerintah provinsi dan pemerintah pusat untuk bisa kembali mengeluarkan izin usaha pertambangan (IUP) di KBB," ujar Koordinator aksi, Dede Rahmat dalam orasinya, Kamis (15/6/2023).
Selain itu, para buruh tambang juga meminta agar perusahaan pertambangan di KBB bisa mulai beroperasi kembali agar mereka bisa kembali bekerja seperti biasa, sehingga DPRD diminta memperjuangkan keinginan buruh tersebut.
"Mana kepedulian anda (DPRD) kepada para pekerja ini, anda harus berani datang menemui kita naik ke atas mobil komando karena surat pemberitahuan sudah kita layangkan sejak jauh hari," kata Dede.
Dengan adanya pembatasan izin operasional itu, para pengusaha di sektor tambang terpaksa menghentikan aktivitas industri dan merumahkan ratusan karyawan, bahkan mereka terancam menjadi pengangguran.
"Kami meminta agar Pemerintah Bandung Barat, dalam hal ini Bupati, DPRD dan dinas terkait untuk segera mengeluarkan diskresi perijinan tambang dan pertahankan lapangan pekerjaan," ucapnya.
Baca Juga:Lima Kali Kecelakaan, Sebanyak 15 Pekerja Tambang di China Tewas selama Juli 2022
Ketua PC Federasi Serikat Pekerja Kimia, Energi, dan Pertambangan, KBB, Dadang Suhendar mengatakan pihaknya meminta Pemkab dan DPRD KBB segera memgeluarkan diskresi perizinan tambang dan pertahankan lapangan pekerjaan.
"Intinya kita meminta kemudahan perizinan tambang. Kalau aturan sekarang 2 kali perpanjangan terus harus reklamasi dulu. Jadi harusnya dimudahkan enggak harus menunggu reklamasi," kata Dadang.
Izin Usaha Pertambangan (IUP) sendiri diatur dalam Peraturan Pemerintahan (PP) Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam aturan itu dijelaskan izin pertambangan untuk batuan dapat diberikan dalam jangka waktu paling lama 5 tahun dan dapat diperpanjang 2 kali masing-masing 5 tahun.
Imbas aturan itulah di Bandung Barat sudah ada 4 perusahaan tambang yang berhenti beroperasi karena sudah dua kali melakukan perpanjangan. Kemudian dari tahun 2024-2026 tercatat ada 8 perusahaan yang akan habis IUP-nya.
Dadang mengatakan, penutupan itu berdampak terhadap angka pengangguran di KBB. Tercatat ada sekitar 400 pekerja tambang di wilayah Batujajar, Padalarang dam Cipatat yang harus berhenti bekerja karena perusahannya ditutup.
"Saat ini saja sudah ada 400 pekerja tambang yang diberhentikan oleh perusahaan tempat mereka bekerja di wilayah Batujajar, Padalarang, dan Cipatat," ungkap Dadang.
Menurut Dadang, jumlah itu adalah angka pengangguran untuk di hulunya saja. Sedangkan jika dihitung dampak dengan di hilirnya jika persoalan ini dibiarkan berlarut-larut bisa mencapai ribuan pekerja yang akan terdampak.
Di sisi lain, lanjut Dadang, para pekerja tambang yang di PHK itu tidak bisa alih profesi ke sektor lain. Mengingat mereka sudah lama bekerja di sektor tambang dan tidak memiliki skill di luar itu. Upaya pemerintah yang mewacanakan alih fungsi pekerja tambang ke sektor wisata juga tidak mudah, karena tidak pernah ada pelatihan yang diberikan.
"Buat alih profesi berat, susah, apalagi banyak dari pekerja tambang yang udah tua dan tidak punya kemampuan lain," tuturnya.
Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki