"Saya rasa, vaksetomi sudah ada fatwa, tapi yang penting itu data dulu, buat terobosannya di RT/RW," ujarnya.
Cara pembenahan pertama, Menurut Iwan, RT dan RW bisamenggelar musyawarah bersama warga untuk mendata siapa saja yang benar-benar berhak menerima bantuan.
Data hasil musyawarah tersebut kemudian diumumkan secara terbuka di lingkungan masing-masing, guna mencegah munculnya protes dari warga yang merasa lebih berhak.
Setelah tidak ada koreksi atau protes atas daftar nama penerima bansos, data itu kemudian diteruskan ke kelurahan dan diumumkan kembali melalui media publikasi milik pemerintah seperti videotron atau papan informasi.
Baca Juga:Tawuran dan Game Online Jadi Momok di Cianjur, 30 Siswa Bermasalah Disekolahkan di Barak
Proses ini penting untuk menjaga transparansi dan menghindari kecemburuan sosial akibat adanya warga yang tergolong mampu tetapi tetap menerima bantuan.
Menurut Iwan, salah satu penyebab munculnya keresahan di masyarakat adalah ketidaktepatan sasaran penerima bansos. Banyak kasus di mana warga yang dianggap mampu tetap memperoleh bantuan, sementara yang benar-benar membutuhkan justru terlewatkan.
Oleh karena itu, Iwan menegaskan perlunya verifikasi ulang yang melibatkan partisipasi langsung warga melalui forum RT/RW.
Langkah selanjutnya, kata Iwan, adalah pemetaan ulang terhadap jenis bantuan sosial yang diberikan.
Dengan adanya data yang sudah diverifikasi ulang secara menyeluruh, waktu yang dibutuhkan untuk menyalurkan bantuan seharusnya bisa lebih cepat dan tepat.
Baca Juga:BPS Ungkap Pengangguran di Jabar Naik Jadi 1,81 Juta Orang, PHK Sumber Masalah Utama?
"Kenapa harus pendataan RT/RW, kelurahan harus terbuka? Karena di situ masalahnya. Kadang warga, tetangga protes, yang miskin tidak kebagian. Nanti dilempar, itu data dari kementerian, kan inputnya dari RT/RW atau survei. Jadikan saja RT/RW yang bergerak bersepakak dengan warga, ini penting," kata Iwan.