Terungkap, Ini Penyebab Keracunan Makan Siang Gratis di Cipongkor: Masak Terlalu Dini

Menurut Dadan, pola memasak dan distribusi memang menjadi kunci utama agar kualitas makanan tetap terjaga. Ia mengamati bahwa SPPG lama sudah menemukan ritme kerja yang tepat.

Andi Ahmad S
Rabu, 24 September 2025 | 17:01 WIB
Terungkap, Ini Penyebab Keracunan Makan Siang Gratis di Cipongkor: Masak Terlalu Dini
Kepala BGN Dadan Hindayana (kiri) meninjau SPPG Cipongkor, Bandung, untuk menangani kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menimpa anak-anak penerima manfaat di SPPG tersebut pada Selasa (23/9/2025). ANTARA/HO-BGN.
Baca 10 detik
  • Kesalahan teknis memasak terlalu dini dan tidak tepat waktu menjadi penyebab utama keracunan makanan.

  • Badan Gizi Nasional (BGN) menghentikan sementara program untuk SPPG baru hingga proses diperbaiki.

  • Perbaikan bertahap dalam memasak dan distribusi krusial untuk mencegah keracunan dan trauma pada anak.

SuaraJabar.id - Kasus dugaan keracunan makanan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menyita perhatian publik. Kali ini, insiden terjadi di Cipongkor, Bandung Barat, Jawa Barat, mendorong Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana untuk meninjau langsung Posko Penanganan.

Dalam respons cepatnya, Dadan menginstruksikan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terlibat untuk segera memperbaiki pola memasak dan distribusi guna mencegah terulangnya kejadian serupa.

Dadan Hindayana, mengungkapkan bahwa hasil keterangan awal menunjukkan adanya kesalahan teknis dari SPPG yang memasak terlalu awal, sehingga makanan tersimpan terlalu lama sebelum didistribusikan.

"Keterangan awal kan menunjukkan bahwa SPPG itu memasak terlalu awal sehingga masakan terlalu lama. Tadi pagi, Selasa (23/9) kita sudah koordinasi dengan seluruh SPPG yang baru yang beroperasional satu bulan terakhir, kemudian kita minta agar mereka mulai masak di atas jam 01.30 agar waktu antara proses memasak dengan pengirimannya tidak lebih dari 4 jam," jelas Dadan, dilansir dari Antara, Rabu 24 September 2025.

Baca Juga:Taman Safari Buka Suara soal Kasus Kebun Binatang Bandung, Tegaskan Tak Terlibat Korupsi

Batasan waktu 4 jam ini krusial untuk menjaga kualitas dan keamanan pangan.

Menurut Dadan, pola memasak dan distribusi memang menjadi kunci utama agar kualitas makanan tetap terjaga. Ia mengamati bahwa SPPG lama sudah menemukan ritme kerja yang tepat.

Namun, SPPG yang baru kerap khawatir makanan tidak selesai tepat waktu sehingga melakukan produksi terlalu dini, berujung pada potensi risiko keracunan.

Untuk mengatasi masalah ini, BGN telah mengeluarkan instruksi khusus bagi SPPG baru.

"Oleh sebab itu, salah satu yang saya instruksikan kepada SSPG baru itu ketika memulai, mereka sudah punya daftar penerima manfaat. Katakanlah 3.500 di 20 sekolah, saya meminta agar mereka di awal-awal melayani dua sekolah dulu, kemudian setelah terbiasa baru naik ke empat sekolah, setelah itu naik lagi ke 10 sekolah," ujar Dadan.

Baca Juga:Polda Jabar Selidiki Keracunan Massal 301 Siswa di Cipongkor Bandung, Status KLB Ditetapkan

Pendekatan bertahap ini bertujuan agar SPPG baru dapat menguasai proses termasuk antara masak dan pengirimannya bisa tepat waktu dengan jumlah yang tertentu baru bisa memaksimalkan jumlah penerima manfaat.

Ini adalah strategi pembelajaran dan adaptasi untuk memastikan kualitas pelayanan tidak terganggu oleh skala.

Dadan juga menyoroti kasus serupa yang sempat terjadi di Banggai, Sulawesi Tengah, sebagai pembelajaran penting.

Di sana, SPPG setempat sebelumnya berjalan baik, tetapi kemudian mengganti pemasok bahan baku secara mendadak sehingga kualitas menurun.

"Oleh sebab itu, kita instruksikan lagi bagi yang (SPPG) lama agar ketika akan mengganti pemasok harus bertahap. Jadi segala sesuatu tidak boleh berubah secara drastis," tegasnya.

Kasus Banggai bahkan membuat BGN meminta SPPG terkait untuk berhenti dulu (MBG) setelah kejadian tersebut, menekankan pentingnya evaluasi menyeluruh sebelum melanjutkan program.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini