Dedi Mulyadi: Satu Kecamatan Satu Lapangan Sepak Bola Standar Profesional

Gubernur Jabar Dedi Mulyadi canangkan program bangun minimal satu lapangan bola profesional di setiap kecamatan selama 3 tahun ke depan.

Andi Ahmad S
Rabu, 26 November 2025 | 18:24 WIB
Dedi Mulyadi: Satu Kecamatan Satu Lapangan Sepak Bola Standar Profesional
Ilustrasi: Lapangan sepak bola di Jawa Barat. (Shutterstock)
Baca 10 detik
  • Gubernur Jabar Dedi Mulyadi canangkan program bangun minimal satu lapangan bola profesional di setiap kecamatan selama 3 tahun ke depan. 

  • Dedi menekankan pemajuan sepak bola harus fokus pada infrastruktur akar rumput, pendidikan, kompetisi usia dini, dan klub wajib mandiri tanpa APBD. 

  • Klub-klub Jabar berharap adanya perhatian lebih pada infrastruktur, akses hibah, dan kepemimpinan PSSI baru agar prestasi sepak bola Jabar meningkat.

SuaraJabar.id - Kabar gembira bagi pecinta si kulit bundar di Tanah Pasundan. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, membawa angin segar perubahan fundamental bagi ekosistem sepak bola daerah.

Tak ingin lagi terjebak pada simbol kemewahan semu, Dedi Mulyadi mencanangkan target ambisius dalam kurun waktu tiga tahun ke depan, setiap kecamatan di Jawa Barat wajib memiliki lapangan sepak bola berstandar profesional.

Langkah ini diambil sebagai antitesis dari tren pembangunan stadion megah yang seringkali berakhir menjadi bangunan hantu karena biaya pemeliharaan yang mencekik.

Dedi Mulyadi menegaskan bahwa fokus pembangunan infrastruktur harus digeser ke akar rumput, tempat di mana bibit-bibit muda sebenarnya ditempa.

Baca Juga:5 Fakta Polemik APBD Jabar: Bangun Gapura Ahistoris Miliaran, Lupakan Infrastruktur Kritis?

Dalam acara Gunem Catur Sareng bersama Asosiasi PSSI Kabupaten/Kota dan Klub di Gedung DPRD Jabar, Bandung, Senin, Dedi menekankan aspek fungsionalitas.

"Minimal satu kecamatan harus memiliki satu lapangan sepak bola profesional. Yang dapat dipakai," tegas Dedi.

Ia menggarisbawahi bahwa standar profesional yang dimaksud adalah kualitas lapangan (rumput dan drainase) agar atlet bisa berlatih maksimal. Sementara itu, fasilitas penunjang seperti tribun tidak perlu dipaksakan mewah jika hanya akan membebani anggaran daerah.

"Kalau tribun segala macamnya disesuaikan dengan tanah, tetapi jangan terlalu mewah karena mewah itu pemeliharaannya mahal dan barangnya nanti banyak hilang. Yang penting lapangannya bisa digunakan," ujar dia.

Isu krusial lain yang disentuh adalah kemandirian klub. Di era sepak bola industri modern, ketergantungan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah pola pikir kuno yang berbahaya.

Baca Juga:Bukan Kasundaan? Candi Bentar di Gedung Sate Dituding Ahistoris dan Simbol Dangkal Identitas Jabar

Dedi mengingatkan risiko hukum yang mengintai kepala daerah jika terus-menerus menyuntikkan dana publik ke klub profesional.

"Jangan berharap klub naik liga kalau masih mengandalkan kabupaten atau kota. Tidak ada bupati yang mau dipenjara gara-gara sepak bola," ucap Dedi.

Pernyataan ini menjadi sinyal keras agar manajemen klub di Jawa Barat mulai berinovasi mencari sponsor dan mengelola aset secara profesional, layaknya klub-klub modern di Eropa.

Selain infrastruktur, Dedi Mulyadi juga membidik sektor pendidikan atlet. Pemerintah Provinsi Jabar menargetkan berdirinya sekolah khusus sepak bola dengan sistem pembinaan profesional pada tahun 2026. Konsepnya mirip akademi sepak bola kelas dunia, di mana hidup siswa didedikasikan untuk olahraga.

"Konsepnya adalah merekrut anak-anak sekolah potensial untuk ikut sekolah sepak bola. Kurikulumnya dari bangun sampai tidur mengarah ke sepak bola," jelas Dedi.

Nantinya, setiap kelas akan menampung 36 siswa potensial dari berbagai tingkatan usia. Ini adalah jawaban atas ketertinggalan pembinaan usia dini di Jawa Barat dibandingkan provinsi tetangga seperti Jawa Timur.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak