Banjir destruktif di Sumatra diindikasikan kuat oleh Prof. Bambang Hero Saharjo karena aktivitas manusia, bukan faktor alami. Kayu gelondongan pascabencana menunjukkan adanya pembalakan liar yang merusak pertahanan hutan.
Hutan sehat berfungsi sebagai 'spons dan payung' (tajuk rapat & serasah) untuk mitigasi bencana. Hilangnya fungsi tajuk akibat penebangan ilegal membuat air menghantam tanah, memicu erosi dan longsor.
Aktivitas pembalakan liar adalah biang kerok utama yang mengubah fungsi hutan. Kayu-kayu tebangan yang hanyut menjadi "rudal alami" penghancur pemukiman saat banjir, menandakan kegagalan sistem ekologi.
Padahal, secara alami, Tuhan telah mendesain hutan sedemikian rupa untuk melindungi manusia. “Tuhan menciptakan ini tentu saja untuk kebaikan manusia dan lingkungannya,” ujarnya.
3. Anomali Tumbangnya Pohon: Bukan Proses Alami
Fakta ketiga adalah skala kerusakan yang tidak wajar. Dalam ekosistem hutan perawan yang belum dijamah tangan jahil, pohon tumbang adalah hal lumrah. Namun, skalanya sangat kecil dan merupakan bagian dari regenerasi hutan, bukan pemicu bencana massal.
“Pohon ini, ya, kalaupun tumbang, itu tidak banyak. Paling hanya satu, dua. Dan itu alami,” tutur dia.
Baca Juga:Banjir Sumatera Bukan Murni Bencana Alam, Pakar IPB Sebut 'Pesan Kematian' dari Pembalakan Liar