Scroll untuk membaca artikel
Pebriansyah Ariefana
Senin, 24 Agustus 2020 | 19:29 WIB
Cerita transpuran di Bandung. (Suara.com/Emi)

“Jadi aku pikir dia (dinsos) bisa berbagi sembako ke orang yang lewat, kenapa ke kami yang sengaja minta, tidak dikasih?” kata Luvhi berusaha memutar otak.

Akhirnya ia memberanikan diri menghubungi Dinsos provinsi, menanyakan perihal bantuan sosial untuk para transpuan.

“Kebetulan aku waktu itu kontak kepala seksinya yang lama. Tanya ‘Pak ada bantuan atau tidak ya untuk teman-teman Srikandi Pasundan?’ dijawab ‘oh Bapak sudah tidak di Dinsos lagi, coba kontak yang baru’,” tuturnya.

Ketika menghubungi kepala seksi yang baru, ia justru diminta untuk membuat proposal permohonan bantuan, padahal warga lainnya yang mendapat paket sembako tak perlu repot menenteng proposal. Luvhi tidak menyangka, bahkan saat kondisi genting seperti ini Dinsos provinsi masih sempat menyuruh membuat proposal. Jawaban itu membuatnya geleng kepala.

Baca Juga: Heboh Warga Antre di Pengadilan Agama Soreang Mau Ajukan Cerai

Sejak itu, Luvhi tidak lagi berharap kepada pemerintah. Ia menjelaskan, beberapa transpuan juga telah mengajukan permohonan melalui laman Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jawa Barat (Pikobar), namun sampai saat ini tidak mendapat bantuan. Ia sangat kecewa komunitasnya hanya dimanfaatkan oleh mereka.

Menurutnya komunitasnya adalah bagian dari lembaga kesejahteran sosial (LKS) Dinsos, sehingga bukan merupakan anggota dampingan dan mereka memiliki surat legalitas dari LKS.

“Saat kita butuh, sangat sulit untuk dibantu. Beda lagi ketika Dinsos sedang membutuhkan kita, untuk melancarkan program dari mereka, kita dikejar-kejar,” tambahnya.

Bercermin dari diskriminasi yang menimpa komunitas transpuan, pihaknya membentuk solidaritas. Komunitasnya membuat kegiatan bertajuk Srikandi Peduli untuk mengumpulkan donasi agar dapat membatu transpuan yang terdampak pandemi.

“Kita berjejaring, dengan komunitas lain, seperti dengan Rumah Cemara, Panggung Minoritas, dan juga dengan LBH Bandung. Gotong royong, untuk membantu transpuan lainnya,”ungkap Luvhi.

Baca Juga: Viral Antrean Panjang Orang Daftar Cerai di Pengadilan Agama Bandung

Walaupun tidak seberapa, paling tidak solidaritas ini diharapkan bisa menguatkan sesama transpuan di Jawa Barat. Selain itu, pihaknya juga mendapat bantuan dari LBH Bandung untuk membangun dapur umum.

Ketika dikonfirmasi mengenai hal tersebut Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Barat, Dodo Suhendar membenarkan bahwa prosedur pengajuan bantuan sosial bagi komunitas atau organisasi terdampak Covid-19, di luar data penerima bantuan atau non-Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), harus melalui proposal. Dalam proposal harus melampirkan data organisasi dan jumlah penerima manfaat.

“Kalau di luar data non-DTKS dan DTKS yang meminta bantuan harus membuat proposal terlebih dahulu, terkait permintaan bantuan tersebut, untuk komunitas apa,” ungkapnya kepada SuaraJabar.id (11/8/2020).

Dijelaskan bahwa masyarakat atau komunitas yang ingin mengajukan bantuan bisa langsung datang ke Dinsos yang ada di kabupaten atau kota masing-masing. Dinsos membuka layanan terkait informasi mengenai prosedurnya, atau masyarakat dapat mengajukan melalui Pusat Informasi dan Koordinasi Covid-19 Jawa Barat (Pikobar).

Disampaikan bahwa proposal yang diajukan tidak perlu berupa pengajuan bantuan keuangan. Tapi berisi pemberitahuan bahwa organisasi ini terdampak Covid-19 yang berisi nama organisasi, pengurus dan alamat.

“Dan seharusnya diajukan sejak awal, mungkin karena kurangnya informasi, tapi kalau mau diajukan sekarang coba saja,” tambahnya.

Load More