Scroll untuk membaca artikel
Ari Syahril Ramadhan
Selasa, 26 Oktober 2021 | 16:54 WIB
ILUSTRASI - Massa aksi buruh yang tergabung dalam KASBI Bandung Raya menggelar aksi di depan Gedung Sate, Kamis (14/10/2021). [Suara.com/M Dikdik RA]

Di samping itu, ada dua tuntutan lain yang juga disuarakan kamu buruh yakni mendesak pemerintah untuk membatalkan Undang-undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Serta menolak penetapan UMP (upah minimum provinsi) Tahun 2022 di wilayah Jawa Barat.

Sebelumnya, Serikat Buruh Seluruh Indonesia '92 (SBSI '92). Ketua DPD SBSI'92 Jawa Barat, Ajat Sudrajat turut mengomentari terkait penolakan UMP tersebut dalam kaitannya dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tentang pengupahan, sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 Cipta Kerja (Omnibus law).

Kepada suara.com, Ajat dengan tegas menolak formulasi PP yang baru itu. Alasannya, tidak ada kepastian penetapan UMK. Dalam regulasi tersebut, Ajat menilai, penetapan UMP bersifat wajib, tapi untuk UMK hanya bersifat 'dapat' alias tidak wajib.

"Jadi, kalau 'dapat' itu kan bisa iya, bisa tidak," katanya.

Baca Juga: Link Live Streaming Persib Bandung Vs PSIS Semarang, Pertaruhan Rekor Tak Terkalahkan

Ketidakpastian itu menurut Ajat patut dikhawatirkan. Terlebih, tidak semua kota kabupaten memiliki dewan pengupahan, di antaranya seperti Banjar, Ciamis, Pangandaran, Indramayu atau Majalengka. Dengan begitu, dikhawatirkan akan ada ketimpangan kenaikan upah antar daerah.

"Karena sifatnya yang hanya 'dapat', takutnya gubernur tidak menaikkan UMK karena tidak ada rekomendasi dari kota kabupaten tersebut," jelasnya.

"Kalau begitu nanti bisa saja kenaikan itu tidak merata. Ada daerah yang naik ada yang tidak. Jadi, kami usulkan, 6,5 persen itu minimal di seluruh kota kabupaten," jelasnya.

Kondisi Provinsi Jabar terkait UMP pun berbeda dengan kondisi di beberapa provinsi lain, misalnya Provinsi DKI Jakarta, Yogyakarta, Bali atau Aceh yang merujuk pada UMP.

"Kalau di Jabar UMP kan tidak ada fungsi dan peran karena tidak ada yang mau pakai itu. Beda seperti di Provinsi DKI, Bali, Aceh, Yogyakarta, itu rata-rata kan pakai UMP. Tapi kalau Jabar kan lebih pakai UMK," tandasnya.

Baca Juga: Alun-alun Bandung Diserbu Warga, Pemerintah Ambil Langkah Ini

Senada, tuntutan kenaikan upah dan penolakan akan aturan tersebut juga disuarakan oleh kalangan buruh dari Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI) Bandung Raya.

Load More