Andi Ahmad S
Selasa, 16 September 2025 | 15:47 WIB
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq (kiri belakang) mengawasi penyegelan villa di Griya Dumanis, Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Sabtu (9/8/2025). [ANTARA FOTO/Arif Firmansyah/rwa]
Baca 10 detik
  • Penegakan Hukum Lingkungan Terhadap Korporasi Lemah dan Tidak Konsisten
  • Aksi Penyegelan Lebih Bersifat Seremonial Dibandingkan Tindakan Hukum Tegas
  • Lemahnya Penindakan Menunjukkan Kurangnya Keberanian dan Komitmen Politik
[batas-kesimpulan]

SuaraJabar.id - Penegakan hukum terhadap korporasi perusak lingkungan di bawah kepemimpinan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Hanif Faisol Nurofiq, mendapat rapor merah.

Sejumlah kasus kakap yang sempat viral dan menyita perhatian publik kini disebut mandek tanpa kepastian hukum, berhenti sebatas seremoni penyegelan di depan kamera.

Kritik tajam ini dilontarkan oleh Pengamat Hukum dan Politik, Egi Hendrawan. Menurutnya, pola penanganan kasus yang hanya ramai di awal namun senyap di akhir ini menunjukkan lemahnya komitmen dan keberanian politik kementerian.

“Penyegelan jadi seremonial, sementara publik tak pernah melihat penyidikan berakhir di meja hijau. Ini melemahkan wibawa negara,” kata Egi dalam keterangan tertulisnya, diterima Selasa (16/9/2025).

Setidaknya ada empat kasus besar yang menjadi "dosa" atau bukti nyata mandeknya penegakan hukum lingkungan saat ini. Berikut rinciannya:

1. PT MNC Lido Land (KEK Lido) SPDP Terbit, Tersangka Nihil

Pada awal tahun 2025, proyek prestisius di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lido, Bogor, ini dihentikan sementara oleh KLHK.
Penyebabnya adalah dugaan pelanggaran serius terhadap dokumen lingkungan dan kerusakan ekosistem vital di sekitar Danau Lido.

Langkah KLHK awalnya terlihat menjanjikan. Puluhan saksi diperiksa, dan bahkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) telah diterbitkan.

Namun, hingga kini, tak ada satu pun tersangka yang diumumkan. Kasus besar ini seolah menguap begitu saja.

Baca Juga: Merasa Pemerintah 'Digoyang', Relawan Prabowo Beri Sinyal Keras untuk Lawan Politik

2. PT Indah Kiat Pulp dan Paper (Banten) Sidak Menteri Berakhir Senyap

Pada Januari 2025, Menteri Hanif Faisol Nurofiq melakukan inspeksi mendadak (sidak) yang dramatis ke fasilitas PT Indah Kiat di Banten.

Di sana, ia menemukan tumpukan limbah dan dugaan pencemaran berat ke Sungai Ciujung.

Sidak ini mendapat sorotan luas media dan publik. Namun, gema penindakannya tidak sekeras sidaknya.

Kasus ini disebut hanya berujung pada sanksi administratif ringan, tanpa ada proses hukum pidana yang membuat jera.

“Dua kasus besar ini menunjukkan lemahnya keberanian politik. Penyidikan ada, tapi hasilnya nihil,” ujar Egi.

3. PT Genesis Regenerasi Indonesia (Cikande) Viral Karena Kekerasan, Lemah di Penindakan

Kasus PT Genesis adalah contoh ironi. Perusahaan ini sudah berkali-kali disegel sejak 2023 karena masalah izin lingkungan.
Penyegelan terakhir pada Agustus 2025 menjadi viral bukan karena ketegasan hukumnya, melainkan karena insiden pengeroyokan terhadap jurnalis dan pegawai kementerian yang sedang bertugas di lokasi.

Meskipun kasus ini mendapat perhatian nasional akibat kekerasan tersebut, penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungannya tetap tidak jelas.

4. PT Peter Metal Technology (Cikande): Limbah Radioaktif yang Ancam Ekonomi Nasional

Ini mungkin kasus yang paling berbahaya. Pabrik di Kawasan Industri Modern Cikande ini terbukti menyimpan paparan radioaktif Cesium-137, sebuah limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun) yang sangat berbahaya.

Dampaknya bukan hanya lokal. Kasus ini menyebabkan ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat sempat ditolak karena kekhawatiran kontaminasi. Meski pabrik sudah disegel, nasib hukumnya masih menggantung.

“Genesis dan Peter Metal bisa bernasib sama ramai di awal, hilang di ujung. Publik hanya diberi kabar penyegelan, bukan kepastian hukum,” kata Egi.

Menurut Egi Hendrawan, pola penanganan yang berulang ini sangat berbahaya bagi citra pemerintahan dan masa depan lingkungan Indonesia.

Ketidakmampuan memberikan kepastian hukum menunjukkan negara seolah tak berdaya di hadapan perusahaan nakal.

Ia pun mendesak Presiden untuk turun tangan langsung mengevaluasi kinerja Menteri Hanif Faisol Nurofiq dan jajarannya.

“Jika KLH/BPLH di bawah Hanif Faisol Nurofiq tidak mampu memberi kepastian, reshuffle kabinet adalah pilihan rasional. Negara tidak boleh kalah oleh perusahaan nakal, dan lingkungan tidak bisa terus dikorbankan,” ujarnya.

Load More