Tiga Poin Bahasan Covid-19 Jabar: KRL, Pasar Tradisional dan Digital

Via video conference, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengikuti beberapa bahasan penting terkait Covid-19. Mulai pergerakan orang, pasar tradisional sampai digital.

RR Ukirsari Manggalani
Sabtu, 09 Mei 2020 | 11:53 WIB
Tiga Poin Bahasan Covid-19 Jabar: KRL, Pasar Tradisional dan Digital
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kami [Antara].

SuaraJabar.id - Tiga poin penting disampaikan dalam video conference yang diikuti Gubernur Jabar Ridwan Kamil dari Gedung Pakuan, Kota Bandung, Jumat (8/5/20).  Yaitu tentang kesepakatan Provinsi Jawa Barat (Jabar), DKI Jakarta, dan Banten dalam usulan pengendalian penyebaran Covid-19 di Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line ke pemerintah pusat usai ditemukannya penumpang positif Covid-19 di KRL.

Juga tentang pasar digital sebagai The New Normal, dan tak kalah penting adalah melakukan pengetesan Covid-19 kepada para pedagang pasar tradisional agar tidak terjadi adanya klaster baru.

Berikut adalah petikan ketiga poin penting video conference yang menghadirkan Gubernur Jwa Barat Ridwan Kamil:

Tentang Sebaran Covid-19 di wilayah Jabodetabek via KRL

Baca Juga:Ramayana Akhirnya Mau Bayar Pesangon Karyawan yang Terkena PHK

Menghadirkan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, bupati/wali kota Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi (Bodetabek), Gubernur Jabar Ridwan Kamil, serta Sekretaris Daerah Banten

"Kita tahu, Covid-19 ini penyakit kerumunan. Di mana ada kerumunan, di situ ada Covid-19. Nah, salah satu kelompok kerumunan adalah KRL," ujar Emil sapaan Ridwan Kamil.

Pihaknya mengungkapkan sebelumnya sudah menyetujui usulan pertama para wali kota/bupati Bodebek untuk menghentikan KRL. Namun, Kementerian Perhubungan Republik Indonesia (RI) tetap mengizinkan KRL beroperasi.

Wali Kota Bima Arya saat berada di KRL. [Antara]
Wali Kota Bima Arya saat berada di KRL. [Antara]

"Sekarang mengemuka lagi (penghentian KRL), saya juga sangat mendukung. Karena problem-nya adalah OTG (Orang Tanpa Gejala). Jadi, walau sudah ada protokol kesehatan (di KRL), OTG ini tidak ketahuan padahal ada virus. Yang menjadi fundamental juga adalah yang mencari nafkah di Jakarta, selama kantornya memang masih buka, maka alasan dia untuk bepergian itu tidak bisa dihindari," tukasnya.

Untuk itu, Ridwan Kamil mengusulkan beberapa hal melalui video conference tadi, agar penyebaran Covid-19 di layanan transportasi publik khususnya KRL Jabodetabek bisa dikendalikan. Pihaknya meminta agar Pemerintah Daerah (Pemda) Provinsi DKI Jakarta bersama pemda Bodetabek mengusulkan kembali penghentian operasional KRL berdasarkan data dan fakta penyebaran penyakit ini di layanan transportasi publik.

Baca Juga:Beraksi Tapi Apes, Maling Berpeci Cuma Gondol Alat Make Up dan Jas Hujan

"Pertama, aspirasi awal dari Pemda Provinsi DKI Jakarta, yang akan diperkuat oleh para bupati/wali kota (Bodetabek) sebagai penyangga Ibu Kota," ujar Ridwan Kamil.

Kedua, Emil meminta agar Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta membuat kebijakan untuk perusahaan yang masih beroperasi di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk mendata karyawannya yang tinggal di luar Jakarta, sehingga didapat data jumlah penumpang KRL sekaligus mempermudah aturan yang dibuat.

Selain itu, dengan penerapan PSBB di Jabodetabek, Emil mengusulkan dua opsi bagi perusahaan yang masih ingin beroperasi saat PSBB. Pertama, perusahaan menyediakan kendaraan antar jemput karyawan.

Kedua, perusahaan menggelar tes metode Polymerase Chain Reaction (PCR) secara mandiri. Hasil tes tersebut bisa menjadi dasar keputusan dibuka atau ditutupnya perusahaan. Apabila hasilnya menunjukkan perusahaan bebas Covid-19, maka bisa dibuka. Sebaliknya, apabila ada karyawan yang positif, maka perusahaan itu harus berhenti beroperasi.

"Opsinya ada dua, menyediakan kendaraan oleh perusahaan. Saya kira itu konsekuensi, Anda mau buka di saat PSBB, Anda juga bertanggung jawab terhadap karyawan-karyawan yang tidak semuanya tinggal di Jakarta," tukasnya.

“Atau (opsi kedua), seperti yang saya lakukan di Jawa Barat. Perusahaan yang buka (beroperasi) harus melakukan tes Covid-19 dengan biaya sendiri. Mungkin ini bisa jadi solusi juga, sehingga kasarnya orang yang berpergian itu bebas Covid-19 dengan bukti tes PCR,” Ridwan Kamil menambahkan.

Penampakan poster imbauan jaga jarak di tempat duduk penumpang KRL. (Suara.com/Bagaskara).
Penampakan poster imbauan jaga jarak di tempat duduk penumpang KRL. (Suara.com/Bagaskara).

Sementara itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menuturkan bahwa pengendalian pergerakan orang dari luar Jakarta ke Jakarta dan sebaliknya harus menjadi perhatian utama untuk mencegah penyebaran Covid-19.

Namun, fakta di lapangan, meskipun telah diterapkan PSBB dan kebijakan larangan mudik, memasuki minggu kedua Ramadan ini pergerakan orang ke Jakarta atau sebaliknya masih terjadi.

"Kami mengundang beberapa ahli epidemiologi, mereka menunjukkan potensi penyebaran (Covid-19) apabila pergerakan penduduk antar wilayah itu dibiarkan,” tutur Anies.

"Ada dua pergerakan, pergerakan di dalam Jabodetabek yang harus dikendalikan umumnya lewat KRL. Lalu yang kedua adalah pengendalian pergerakan dari Jabodetabek ke luar Jabodetabek. (Apabila tidak dikendalikan) konsekuensinya kenaikan kasus (positif Covid-19) di daerah," katanya.

"Kita akan membuat aturan bahwa orang harus memiliki surat izin untuk masuk-keluar wilayah Jakarta. Yang akan saya usulkan surat izin keluar masuk wilayah Jabodetabek, sehingga untuk bepergian itu harus membawa surat izin itu," ujar Anies.

Adapun Wali Kota Bogor Bima Arya menjelaskan, sebagian warga Kota Bogor yang terpapar Covid-19 disebabkan oleh adanya aktivitas di Jakarta. Termasuk sebanyak 30 persen warga Kota Bogor yang terpapar adalah pengguna layanan transportasi publik ke Jakarta, salah satunya KRL.

"Kami minta dua opsi. Opsi pertama, adalah stop total (KRL) dengan kewajiban bagi pengusaha atau kantor di Jakarta menyediakan layanan jemput," tutur Bima Arya.

“Opsi kedua adalah, kalaupun tidak mungkin berhenti total kami memberikan opsi ada pembatasan yang lebih ketat. Bisa dalam bentuk penumpang yang naik memiliki identitas, ada gerbong yang ditambah, ada jadwal yang ditambah, petugas yang ditambah, dan lain-lain,” tutupnya.

Laman berikut adalah tentang pasar tradisional dan digital.

Kontributor : Emi La Palau

Tentang Pasar Digital Jawa Barat

Kemudian, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil bersama Menteri Perdagangan (Mendag) Republik Indonesia Agus Suparmanto meluncurkan Pasar Digital Jawa Barat. Tujuannya memperkuat perdagangan secara elektronik atau digital terutama di tengah pandemi global Virus Corona jenis baru atau Covid-19 agar ekonomi tetap berjalan.

Suasana pasar tadisional di Jawa Barat dengan melakukan transaksi cash atau langsung [Suara.com/Emi La Palau].
Suasana pasar tadisional di Jawa Barat dengan melakukan transaksi cash atau langsung [Suara.com/Emi La Palau].

"Memang perdagangan digital ini sudah umum terjadi, tapi masih di kelompok menengah ke atas. Pasar digital ini melatih The New Normal, pasar tradisional pun harus sudah mulai melakukan yang namanya perdagangan digital," kata Ridwan Kamil, di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Jumat (8/5/20).

Ridwan Kamil menilai menilai pasar tradisional yang bertransaksi dalam jaringan (online) ini bisa menjadi The New Normal kondisi atau hal tidak biasa yang menjadi aturan atau kebiasaan baru khususnya bagi warga Jabar.

"Karena itu (pasar digital) menjadi kebutuhan. Bagi mereka yang masih gaptek (gagap teknologi), tugas negara melatih, memfasilitasi supaya lini ekonomi dari pasar tradisional sampai mal juga memaksimalkan (konsep) digital," sarannya.

Tentang Tes Covid-19 Secara Masif di Pasar Tradisional

Selain meluncurkan pasar digital, Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil juga mengusulkan kepada Kementerian Perdagangan (Kemendag) RI untuk melaksanakan tes Covid-19 secara masif di pasar tradisional. Selain memastikan ekonomi tetap berjalan, tes diperlukan untuk mencegah munculnya klaster baru.

Suasana pasar tradisional di Jawa Barat dengan penampakan penjual tanpa masker [Suara,com/Emi La Palau].
Suasana pasar tradisional di Jawa Barat dengan penampakan penjual tanpa masker [Suara.com/Emi La Palau].

"Usulan dari Jawa Barat yaitu meminta dukungan dari Kementerian Perdagangan untuk melakukan pengetesan masif kepada para pedagang pasar, kepada para pelaku bisnis, sehingga dengan bebas Covid-19, dia (pedagang) bisa membuka usahanya atas izin pemerintah," kata Ridwan Kamil di Gedung Pakuan, Kota Bandung, Jumat (8/5/20).

Ia mengimbau kepada masyarakat yang beraktivitas di pasar tradisional untuk disiplin menjaga jarak, memakai masker, mencuci tangan dengan sabun, dan menerapkan protokol kesehatan. Dengan begitu, potensi penyebaran virus di pasar tradisional bisa dikurangi.

"Kepada yang masih bergerak fisik, physical distancing itu penting. Tapi, juga menjamin bahwa tidak ada OTG (Orang Tanpa Gejala) yang menjadi penjual atau OTG yang menjadi pembeli. Maka tetap harus kita upayakan yang namanya pengetesan masif di area-area perdagangan," tandasnya.

Selain itu, Emil mengungkapkan Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Covid-19 Jabar akan melakukan tes swab metode Polymerase Chain Reaction (PCR) di pasar tradisional dalam waktu dekat.

"Minggu ini kami akan melakukan pengetesan pada pedagang-pedagang pasar, tapi (alat tesnya) tidak cukup. Saya izin kalau boleh Pak Menteri (Perdagangan) bisa melobi Gugus Tugas agar Kementerian Perdagangan punya (alat tes) PCR," pintanya.

Sementara itu Menteri Perdagangan (Mendag) RI Agus Suparmanto mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti usulan tes bagi para pedagang pasar.

"Kami akan koordinasikan mengenai keharusan mengenai tes bagi pedagang pasar sebelum melakukan usahanya, sehingga kita akan merasa aman juga bagi konsumen," kata Agus.

“Dan tidak hanya bagi pasar tradisional, tapi juga mal yang melakukan kegiatan usahanya demi kelangsungan dan peningkatan pertumbuhan ekonomi kita,” tambahnya.

Kontributor : Emi La Palau

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini