"Ya sama aja, sekarang mah susah ngeluarin barang. Bahkan ada teman saya yang berjualan GB (green coffee beans) kelimpungan karena barang susah keluar," ujarnya.
Syarif Hidayatullah, 26 tahun, salah satu penjual eceran kopi sangrai juga green beans, merasakan hal yang sama. Syarif mengaku penjualannya menurun drastis saat adanya pandemi.
"Sekarang mah kejual roastbeans 5 kilogram per bulan juga susah," bebernya.
Syarif biasanya menjual kopi asal Bandung Selatan, semisal kopi daerah Gambung dan Pangalengan. Biasanya, Syarif menjual kopi sangrai ke kedai-kedai kopi yang ada di daerah Bandung.
Baca Juga:Tok! PSBB Kota Bandung Diperpanjang hingga 8 Februari 2021
Namun, saat adanya pandemi, Syarif mulai memutar otak dan mencari solusi agar usaha yang dirintisnya tetap bertahan.
Alhasil, dia pun menyiasati dengan mencari pembeli yang notabene berasal dari luar kota.
"Alhamdulillah sebulan bisa menjual greenbeans rata-rata 30 kg, itu konsumennya luar kota," tukasnya.
![Ilustrasi coffee shop. [Shutterstock]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2019/09/23/15195-coffee-shop.jpg)
Kepala Dinas Perkebunan Jawa Barat, Hendy Jatnika mengatakan keluhan petani kopi di wilayah Jawa Barat memang rata-rata sama. Yakni, sulitnya mengeluarkan hasil panen karena daya beli menurun.
"Penjualan kopi kalau dulu mudah, penjualan sekali panen, dijemur petani langsung habis terjual, kalau sekarang petani itu penjualannya agak lama tersendat," katanya.
Baca Juga:Kota Bandung Dukung Perpanjangan PPKM, Warganet Ngamuk!
"Itu bukan tidak terjual tapi prosesnya lama dan harganya turun. Itu memang di semua sektor seperti itu," tambahnya.
Makanya, Hendy mengatakan memang harus ada terobosan agar petani bisa lebih kreatif juga inovatif di saat pandemi seperti sekarang ini.
"Memang harus ada terobosan juga dari pihak kelompok tani dari berbagai pihak juga termasuk kami. Tapi memang penjualan menurun karena kafe-kafe juga banyak yang tutup. Kita masih harus berjuang berbagai cara agar petani bisa menjual produknya," ungkapnya.