SuaraJabar.id - Angka stunting atau gagal tumbuh anak di Kota Bandung terus mengalami peningkatan. Ada beberapa faktor yang menyebabkan meningkatnya stunting.
Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga TP-PKK Kota Bandung Siti Muntamah Oded mengatakan, faktor yang menyebabkan tingginya stunting antara lain adalah pola asuh dan literasi gizi.
"Faktor ekonomi karena daya beli rendah dan terbatas dan ketahanan pangan kurang," kata Siti Muntamah Oded, Rabu (24/2/2021).
Berdasarkan data TP-PKK, ada sebanyak 8.434 anak dalam kondisi stunting di Kota Bandung. Khususnya, pada 2020, lalu, tepatnya di masa pandemi, anak yang masuk kategori stunting mengalami kenaikan sebesar 2,39 persen.
Baca Juga:Siap-siap Kena Tes Covid-19 Acak saat Dugem di Kota Bandung
"Tertinggi Babakan Ciparay dan Kiaracondong, kawasan yang padat-padat masih tertinggi," bebernya.
Angka stunting di Indonesia pun terbilang cukup tinggi. Makanya, Siti mengatakan diperlukan peran serta semua pihak untuk menuntaskan permasalahan gizi dan pencegahan stunting pada anak.
Hasil riset Studi Status Gizi Balita di Indonesia (SSGBI) Kementerian Kesehatan yang dilakukan pada 2019, terdapat 5 juta bayi yang lahir di Indonesia setiap tahunnya. Dari jumlah tersebut, 27,6 persen di antaranya dalam kondisi stunting. Angka itu masih jauh dari standar WHO yang seharusnya di bawah 20 persen.
Menurutnya, kebiasaan masyarakat saat ini lebih senang mengkonsumsi makanan siap saji sehingga makanan pokok menjadi terabaikan. Hal ini pun, bisa berdampak buruk pada tumbuh kembang anak lantaran asupan gizi yang tidak seimbang.
"Padahal yang namanya makanan dasar itu sangat penting untuk pertumbuhan anak. Sekarang ini kita maunya yang instan dan dimudahkan oleh teknologi," jelasnya.
Baca Juga:Viral Kolam Ikan di Stadion GBLA, Warganet: Gelora Bandung Laukna Ayaan
Beberapa program guna mengatasi masalah stunting terus digalakkan di antaranya program Bandung Tanggap Stunting Dengan Pangan Aman dan Sehat (Tanginas). Melalui program itu Siti mengaku terus menyosialisasikan Isi Piringku, yakni Beragam Bergizi Seimbang Aman (B2SA).
"Bukan hanya mengedukasi tetapi merubah budaya, bahwa makanan pertama di pagi hari itu adalah makanan yang bergizi yaitu mewakili isi piringku 50 persennya buah dan sayur, protein dan 11 persen saja karbohidratnya," tukasnya.
Faktor ekonomi atau tingkat kesejahteraan masyarakat diangap menjadi penyebab lain stunting. Saat ekonomi anjlok, daya beli masyarakat pun turun dan berdampak pada asupan gizi jadi tidak seimbang.
"Kemudian faktor ekonomi, dengan adanya pandemi Covid-19 yang paling terasa itu dampak ekonomi. Daya beli masyarakat menjadi kurang," imbuhnya.
Makanya, Siti berharap melalui program Bandung Tanginas bisa memberikan berbagai upaya penanganan sehingga Kota Bandung bisa zero stunting.
"Kita memberikan pelatihan kepada keluarga-keluarga stunting supaya memiliki skill. Dengan skill itu supaya mereka mampu menghadirkan pendapatan keluarga untuk memenuhi kebutuhan dasarnya," katanya.
Kontributor : Aminuddin