SuaraJabar.id - Ketupat, opor ayam dan rendang hampir selalu menjadi makanan yang selalu setia menemani hari raya Lebaran umat Islam di Nusantara.
Sehari jelang Lebaran, warga biasanya mulai membuat makanan yang berisi beras yang dibalut janur kelapa yang dianyam menjadi bentuk kubus ini. Setelah beras dimasukan ke dalam janur, ketupat dimasak dengan cara digodog di dalam air. Proses pembuatannya bisa memakan waktu berjam-jam.
Meski proses pembuatan ketupat tak mudah, tradisi ketupat di masyarakat Nusantara tak pudar hingga saat ini. Tradisi ini selalu diturunkan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Ketupat awalnya diambil dari sebuah frasa bahasa Sunda dan Jawa, yaitu ‘Kupat’ yang artinya 'ngaku lepat'. 'Ngaku lepat' dalam bahasa Indonesia artinya mengakui kesalahan, sehingga kupat melambangkan momen saling memaafkan saat Lebaran tiba.
Baca Juga:Warga Masih Bisa Belanja Baju Lebaran saat Malam Takbiran
Tradisi Awal Ketupat di Indonesia
Di Indonesia, ketupat sudah menjadi tradisi Lebaran sejak awal abad ke-15. Penyebaran Islam yang dipimpin oleh pemerintahan Kerajaan Demak, memulai tradisi Ketupat sebagai simbol Lebaran untuk menunjukan identitas budaya Indonesia dan Islam yang dikombinasikan.
Kemudian, tradisi ini dilanjutkan oleh para Wali Songo saat menyebarluaskan ajaran Islam di pulau Jawa.
Arti Kata Ketupat
Ketupat atau kupat, selain memiliki kepanjangan 'ngaku lepat', juga diartikan sebagai 'laku papat' dalam bahasa Jawa yang artinya empat tindakan.

Empat tindakan ini merujuk pada tindakan yang dilakukan sebagai implementasi dari 'ngaku lepat' atau mengakui kesalahan.
Baca Juga:Operasi Ketupat, Polda Lampung Tilang 169 Travel Gelap
Empat tindakan yang terkandung dalam kata 'laku papat' itu adalah lebaran, luberan, leburan dan laburan.