Masuk Musim Rawan Bencana, Pelatihan Kebencanaan untuk Perempuan Disabilitas Masih Minim

Perempuan disabilitas netra yang kini berusia 33 tahun itu keliru. Ia tak sadar, selagi tidur luapan air sungai ternyata masuk ke kamarnya.

Ari Syahril Ramadhan
Rabu, 03 November 2021 | 15:25 WIB
Masuk Musim Rawan Bencana, Pelatihan Kebencanaan untuk Perempuan Disabilitas Masih Minim
Teti Sumiati (33) bersama sang suami, Ujang Permana Saufi (46) mengikuti pelatihan kebencanaan untuk perempuan disabilitas di balai Kecamatan Majalaya, Kabupaten Bandung. [Suara.com/M Dikdik RA]

"Dari yang tidak tahu jadi tahu. Misalnya, kita harus bisa memetakan rumah sendiri, harus tahu titik evakuasi ke mana, menyelamatkan berkas-berkas berharga, juga seperti mewaspadai titik colokan (listrik)," katanya.

Di sela kesibukan sebagai guru honorer di sebuah sekolah luar biasa (SLB), Teti Sumiati bersama sang suami kini mengelola sebuah panti asuhan. Ada sekitar 20 anak yatim piatu yang mereka asuh.

Bangunannya merangkap dengan rumah. Anak-anaknya kebanyakan disabilitas netra. Kondisi tersebut jadi motivasi morel baginya. Ia merasa sangat bertanggung jawab atas keselamatan anak-anak, ia harus bisa diandalkan.

Menurutnya, pembekalan kewaspadaan bencana itu harus dilakukan secara berkelanjutan. Dengan demikian, kebutuhan khusus kelompok disabilitas nantinya lebih terpetakan, sehingga mampu mengurangi risiko bencana.

Baca Juga:Masuk Cuaca Ekstrem, Ini Destinasi Wisata Sleman yang Rawan Bencana

"Contohnya, kalau ada banjir harusnya ada tanda suara, bisa pakai kentungan atau memukul tiang listrik. Waktu itu (saat banjir tahun 2018) tidak ada tanda bunyi," katanya.

Direktur Eksekutif Yayasan Cahaya Inklusi Indonesia (CAI), Kustini, sebagai inisiator kegiatan mengakui bahwa selama ini pelatihan manajemen kebencanaan bagi disabilitas memang masih sangat langka.

Padahal, kata Kustini, jika mengacu pada pasal 11 Konvensi Hak-Hak Penyandang Disabilitas atau Convention on the Rights of Persons with Disabilities (CRPD) negara sepatutnya berperan aktif dalam menjamin perlindungan dan keselamatan kelompok disabilitas dalam situasi berisiko, darurat kemanusiaan dan bencana.

Kustini sendiri merupakan perempuan disabilitas daksa. Menurutnya, saat terjadi bencana perempuan disabilitas menjadi kelompok yang sangat rentan.

Atas dasar itu, bekerjasama dengan aktivis lingkungan yang tergabung dalam Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Kabupaten Bandung, Kustini dan kawan-kawan dari CAI membuat program yang rencananya bakal bergulir selama setahun itu.

Baca Juga:Buka Suara, Lapas Perempuan Jogja: Yang Laporkan Kami Adalah Napi Baru Dua Bulan di LPP

"Perempuan disabilitas sangat rentan. Upaya peningkatan kapasitas untuk pengurangan risiko bencana harus mendapat perhatian," katanya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini

Tampilkan lebih banyak