Pengusaha Minta Zero Truk Odol 2023 Ditunda, Forum Warga Sukabumi Buka Suara

Seharusnya sudah sejak dulu Zero truk Odol ini diterapkan, di mana pemerintah bisa mengurangi kerugian akibat kerusakan jalan," tegas Ketua Forum Warga Sukabumi.

Ari Syahril Ramadhan
Kamis, 23 Desember 2021 | 14:58 WIB
Pengusaha Minta Zero Truk Odol 2023 Ditunda, Forum Warga Sukabumi Buka Suara
Truk mengalami kecelakaan di Jalan Raya Tangkuban Parahu. [Foto: Dok Polisi]

SuaraJabar.id - Warga Sukabumi mendukung kebijakan Zero Over Dimension dan Over Load (Odol) pada 1 Januari 2023 yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub).

Kebijakan Zero Truk Odol 2023 ini sendiri sempat ditentang oleh sejumlah pengusaha. Mereka meminta pemerintah menunda kebijakan Zero Truk Odol hingga tahun 2025.

Permintaan sejumlah pengusaha menunda Zero Truk Odol 2023 ini mendapat reaksi keras dari Forum Warga Sukabumi (FWS).

Ketua FWS T Suherman Ahong mengatakan permintaan untuk menunda Zero Truk Odol adalah akal-akalan para pengusaha yang selama ini menikmati dari hasil dari kerusakan jalan.

Baca Juga:Area Pencarian Abdul Rohman di Sungai Cibubuay Diperluas hingga Radius 10 Kilometer

“Ya tidak elok kalau saja pemerintah kembali menuruti pengusaha, kebijakan Zero Odol tersebut sejak 2017 telah mengalami penundaan sebanyak lima kali. Hal ini mengingat kendaraan Odol menimbulkan berbagai dampak yang sangat besar dan merugikan. Salah satunya, penghematan anggaran rata-rata sebesar Rp 43,45 triliun per tahun dari dampak kerusakan jalan," tegas Ahong, Kamis (23/12/2021).

Menurutnya, dengan adanya Zero Odol 2023 setidaknya bisa memperhambat kerusakan jalan akibat Odol. Pasalnya, berdasarkan penelitian dilapangan hampir semua truk Odol ini melakukan aktifitasnya melebihi ketentuan muatan dari pemerintah.

“Seharusnya sudah sejak dulu Zero truk Odol ini diterapkan, di mana pemerintah bisa mengurangi kerugian akibat kerusakan jalan. Pemerintah harus tegas dan jangan mau dibohongi akal-akalan pengusaha yang jelas melanggar karena angkutan Truk Odol sudah tidak sesuai dengan kapasitasnya," terangnya.

Lebih lanjut dirinya mengatakan, jangan sampai para pengusaha yang angkutannya melebihi tonase dibiarkan terus merusak jalan, pasalnya jalan tersebut bukan hanya milik para pengusaha tetapi milik masyarakat. Untuk itu dirinya mendesak kepada pemerintah agar tidak lagi adanya penundaan Zero Odol dengan alasan apapun.

“Jangan sampai uang kita (APBN red) habis terus menerus untuk memperbaiki jalan rusak, kalau bisa pemerintah mulai sosialisasi dan menindak truk Odol ini mulai awal tahun 2022, agar para pengusaha dan para pengendara tidak lagi melanggar," tegasnya.

Baca Juga:Mulai Besok, 6 Obyek Wisata di Sukabumi Wajibkan Pengunjung Vaksin Dosis Lengkap

Sementara itu, Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbal (KPBB), Ahmad Safrudin menilai bahwa Pelanggaran Odol sekalipun saat ini dikategorikan sebagai tindak pidana ringan, namun memiliki implikasi pelanggaran pidana berat yaitu ketika akibat pelanggaran Odol berdampak pada sulit dikendalikannya kendaraan sehingga menimbulkan kecelakan fatal yang dapat mencederai dan bahkan menghilangkan nyawa orang lain.

“Implikasi pelanggaran pidana berat atas pelanggaran Odol ini sudah sering terjadi, Contohnya saja Kecelakaan dump truck di Tol Cipularang 2 September 2019 yang memicu tabrakan beruntun yang melibatkan 21 kendaraan dengan 10 korban jiwa, kemudian kecelakan armada angkutan AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) di Subang 22 Juli 2017 yang menyebabkan 2 korban jiwa. Dan banyak lagi contoh kasusnya, ini menandakan bahwa kasus Truk Odol ini merupakan kasus serius tak boleh main-main," tegasnya.

Belum lagi, Kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan yang merupakan tindak pidana perusakan fasilitas umum. Kemudian Pencemaran udara akibat pelanggaran baku mutu emisi oleh kendaraan yang overload merupakan tindak pidana lingkungan hidup.

Dirinya kembali merinci berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa sebanyak 60,13% armada angkutan AMDK gallon wing-box dengan estimasi berat kendaraan yang dioperasikan pada jalan raya Sukabumi – Bogor, MST 8 ton, konfigurasi sumbu 1.22, JBI 21.000 kg; memiliki kelebihan beban hingga 12.048 Kg (123,95%) bahkan 39,87% sisanya memiliki kelebihan beban 13.080 Kg (134,57%); artinya semua armada angkutan AMDK jenis ini melakukan pelanggaran Odol.

“Kalau berdasarkan hitungan dan penelitian, setiap kali Trip para pengusaha ini untuk sekitar 8,7 Juta. Itu dari total kelebihan muatan, karena para pengusaha ini hanya membayar ongkos ke para pengemudi 6,5 Juta sementara angkutannya mencapai 21.768 kg yang seharusnya hanya 9.720 Kg. Ya sekitar 124 persen kelebihannya, jadi produsen menikmati ongkos yang ditarik dari masyarakat tetapi tidak digunakan," jelasnya.

Untuk itu, dirinya sangat menentang keras bilamana ada keinginan para pengusaha menunda Zero Odol sampai 2025. Dirinya bahkan sudah berkirim surat ke kementrian terkait soal hal tersebut. Jangan sampai alasan kemacetan dan pandemi dijadikan alasan untuk menundak Zero Odol.

“Kita jelas menentang, bahkan saya rekomendasikan ke Kemenhub segera dimulai razia Zero Odol sejak Januari tahun 2021. Saya juga mendorong Kemenhub segera Melakukan penegakkan hukum secara ketat dan efektif atas pelanggaran Odol yang dapat dimulai dari armada AMDK sebagai pelopor menuju Zero Odol. Hal ini mengigat bahwa AMDK di Indonesia dikontrol oleh 1 (satu) market leader yang menguasai 46,7 persen pasar nasional," terangnya.

Selain itu dirinya mendorong Menjadikan Zero Odol sebagai trigger pertumbuhan usaha sektor angkutan barang (termasuk moda transportasi rel dan laut) dan membangun iklim persaingan usaha yang sehat dengan tidak membiarkan market leader (dengan contoh AMDK yang memiliki kemampuan untuk melaksanakan kepatuhan Zero Odol) terus menerus melakukan tindak kecurangan/manipulasi dalam memaksimalkan profit melalui pelanggaan Odol.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini