SuaraJabar.id - Rektor Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Prof. Dr. H. M. Solehuddin, M.Pd., M.A akhirnya mau menemui mahasiswanya setelah serangkaian aksi demonstrasi digelar di kampus tersebut.
Unjuk rasa mahasiswa kembali dilakukan, kali ini di depan gedung rektorat atau Gedung Isola, Senin (31/1/2022) sore.
Massa sempat mencoba mendobrak pintu gedung tersebut lantaran jengkel, Rektor tak kunjung keluar. Barulah beberapa saat kemudian Solehuddin dan jajarannya sudi bertemu.
Sejak mula, demonstrasi tersebut menyuarakan sejumlah permasalahan, terutama soal besaran UKT yang dinilai mahal sehingga banyak mahasiswa yang terancam putus kuliah. Mahasiswa meminta keringanan pembayaran. Lebih jauh, kampus didesak lakukan verifikasi ulang besaran ongkos kuliah agar lebih murah.
Lalu, bagaimana Rektor UPI menanggapi permasalahan ini?
Terkait UKT, Solehuddin mengklaim pihak kampus selalu berupaya agar mahasiswanya tidak putus kuliah gegara masalah biaya.
UPI, katanya, memiliki beberapa kebijakan yang bertujuan untuk meringankan beban biaya kuliah yakni penangguhan masa pembayaran, kebijakan cicilan, dan pemberian bantuan.
Namun, ihwal desakan mahasiswa yang ingin agar pihak kampus memverifikasi ulang besaran UKT supaya bisa lebih murah, Solehuddin mengakui bahwa hal itu bukanlah cara UPI dalam menyelesaikan masalah biaya.
"Kita bukan begitu caranya. UKT tetap, tapi kalau ada yang perlu dibantu kita bantu," kata Solehuddin, Senin (31/1/2022). Secara subtansi, menurutnya, cara demikian sama dengan menurunkan UKT.
Tanggapan soal Reaktivasi Mahasiswa
Baca Juga:Tim KKM-DR UIN Maliki Malang Jadi Relawan, Bantu Sukseskan Vaksinasi COVID-19
Mahasiswa juga mendesak agar pihak kampus mereaktivasi kembali kawan mereka yang dinonaktifkan karena tak sanggup membayar UKT serta tak sempat mengurus pengajuan cuti.
Menanggapi masalah ini, kata Solehuddin, pihak kampus akan mengupayakan reaktivasi mahasiswa yang non-aktif. Namun, pihak kampus tak bisa menjamin dan enggan bertanggung jawab jika upaya mereka gagal atau ditolak Kemendikbud Ristek.
Solehuddin mengatakan, kampus tidak bisa memastikan apakah mahasiswa non-aktif yang direaktivasi itu akan memperoleh ijazah atau tidak.
Atau kemungkinan lainnya, mahasiswa akan tetap mendapat ijazah, tapi ijazah tersebut belum tentu bernomor sebagaimana diatur dalam Penomoran Ijazah Nasional (PIN).
Kampus UPI tak mau dipersalahkan. Bahkan, pihak kampus meminta mahasiswa untuk bersepakat mengenai hal itu secara hitam-putih di atas materai.
Kampus bersedia mencoba membantu reaktivasi itu, asal mahasiswa tak mempermasalahkan jika kemungkinan-kemungkinan tadi ternyata terjadi di kemudian hari.
"Misalkan kita sudah coba aktifkan, tapi kalau ditolak sistem dari pusat, kita juga tidak bisa apa-apa," katanya.
"Kita bantu tapi dengan catatan, kalau sistem di tingkat nasionalnya tidak bisa menerima, ya, sudah. Di luar kapasitas kami," katanya lagi.
Solehuddin malah memandang persoalan ini timbul gara-gara mahasiswa yang tidak disiplin. Mahasiswa jadi non-aktif karena tidak mengurus cuti dalam rentang 60 hari semenjak masa pembayaran.
"Persoalannya simpel, masalah disiplin saja," katanya.
Kontributor : M Dikdik RA