Harga Telur Ayam di Bandung Barat dan Cimahi Melejit hingga Bikin Emak-emak Menjerit, Ini Biang Keroknya

Awalnya, Agus dan para peternak ayam petelur sempat memilih untuk tidak menaikan harga jual telur ayam meskipun di pasaran sudah naik.

Ari Syahril Ramadhan
Kamis, 25 Agustus 2022 | 14:43 WIB
Harga Telur Ayam di Bandung Barat dan Cimahi Melejit hingga Bikin Emak-emak Menjerit, Ini Biang Keroknya
ILUSTRASI - Harga telur ayam 'meledak' di Indonesia. (ANTARA)

SuaraJabar.id - Harga telur ayam di beberapa pasar tradisional di Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat (KBB) terpantau mencapai Rp 31-32 ribu per kilogram pada Kamis (25/8/2022).

Di level pengecer dan warung, harga telur ayam bahkan bisa mencapai Rp 35 ribu per kilogram.

Tingginya harga telur ayam di pasaran selaras dengan harga di tingkat peternak. Di KBB misalnya, harga telur di tingkat peternak menyentuh Rp 28-29 ribu per kilogram.

Seperti yang diungkapkan Agus Sopian (60), salah seorang peternak ayam petelur asal Kampung Sukamanah, RT 03/01, Desa Pangauban, Bandung Barat. Ia saat ini menjualnya kepada pengecer Rp 28-29 ribu per kilogram.

Baca Juga:Mendag Zulkifli Hasan Bongkar Penyebab Harga Telur Ayam Jadi Tertinggi dalam Sejarah

"Sekarang naik di Rp 28 sampai 29 ribu saya jualnya, mengikuti daerah lain," kata Agus kepada Suara.com pada Kamis (25/8/2022).

Ia mengungkapkan, kenaikan harga telur ayam sebetulnya sudah terjadi secara bertahap sejak Mei 2022. Dikatakan Agus, kenaikan harga telur ayam itu atas kesepakatan bersama dengan peternak di daerah lain.

Agus menjelaskan, ia terpaksa menaikan harga jual telur ayam dikarenakan harga pakan yang juga terus mengalami kenaikan. Semula, harga pakan hanya sekitar Rp 4 ribu per kilogram atau sekitar Rp 310 ribu per karung yang berisi 50 kilogram.

"Harga pakan memang terus naik sejak Lebaran. Sekarang Rp 7.800 per kilogram atau sekarungnya Rp 390 ribu. Sekarang masih bertahan di angka itu," terang Agus.

Awalnya, Agus dan para peternak ayam petelur sempat memilih untuk tidak menaikan harga jual telur ayam meskipun di pasaran sudah naik. Namun, kondisi tersebut malah membuatnya terus merugi sehingga akhirnya sepakat untuk menaikan harga jual.

Baca Juga:Beredar Foto Jadul di Pasar Tradisional Bukittinggi Tahun 1930, Publik Takjub Lihat Outfit Penjual

Bahkan, Agus terpaksa harus menjual sekitar 200 ekor ayamnya agar biaya operasionalnya tidak terlalu membengkak.
"Akhirnya saya jual 200 ekor ayam supaya pengeluarannya tidak terlalu besar, dan sepakat buat naikin harga. Kalau enggak, pasti saya nombok terus," ucap Agus.

Dalam sehari, Agus harus membeli pakan sekitar satu karung yang berisi 50 kilogram untuk 400 ekor ayam yang tersisa saat ini. Dari ratusan ekor ayam tersebut, telur yang dihasilkan hanya sekitar 15 kilo setiap harinya.

"Dari 400 ekor, hanya sekitar 80 persen yang aktif bertelur setiap harinya. Hasilnya sekitar 15 kilo dalam sehari. Paling di jual di sekitar sini," ungkapnya.

Agus berharap pemerintah segera mencarikan solusi terkait masalah pakan yang mahal. Sebab jika terus dibiarkan, ia memprediksi harganya akan terus mengalami kenaikan. "Kalau gak ada solusi, ini mungkin saja naik terus harga pakan sama telur," pungkasnya.

Kenaikan harga telur ayam ini membuat sejumlah warga kelimpungan, terutama pelaku usaha mikro, kecil dan menengah atau UMKM makanan yang tergantung pada telur ayam.

Seorang pedagang martabak di Kota Cimahi bernama Rizal (43) mengatakan kenaikan harga telur ayam ini menyulitkan mereka.

Di tengah belum baiknya daya beli masyarakat, ia tak berani menaikan harga jual martabak meski harga telur naik. Kondisi ini membuat keuntungan yang ia dapat makin tipis.

"Normalnya harga telur ayam Rp 25 ribu lah. Kalau kaya sekarang kita mau naikin harga juga takut pembeli balik kanan," ujarnya.

"Bukan cuma pedagang. Saya ngobrol sama ibu-ibu di pasar juga mereka ngeluh harga telur tinggi," lanjut dia.

Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini