5 Fakta Skandal Rp2,1 M di Garut: Dari Ultimatum DPRD Hingga Daftar 13 Kecamatan Wajib Setor Uang

Kasus ini sontak membuat para petinggi daerah, terutama DPRD, geram dan langsung mengambil sikap tegas.

Andi Ahmad S
Sabtu, 02 Agustus 2025 | 21:29 WIB
5 Fakta Skandal Rp2,1 M di Garut: Dari Ultimatum DPRD Hingga Daftar 13 Kecamatan Wajib Setor Uang
Ilustrasi 5 Fakta Skandal Rp2,1 M di Garut: Dari Ultimatum DPRD Hingga Daftar 13 Kecamatan Wajib Setor Uang [pixabay]

SuaraJabar.id - Sebuah temuan mengejutkan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sedang menjadi buah bibir di Kabupaten Garut. Bukan cuma soal angka fantastis Rp2,1 miliar, tapi juga karena menyeret 13 instansi kecamatan sekaligus.

Kasus ini sontak membuat para petinggi daerah, terutama DPRD, geram dan langsung mengambil sikap tegas. Bagi Anda yang ingin tahu lebih dalam tentang drama pengelolaan uang negara ini, kami telah merangkumnya dalam 5 fakta kunci yang wajib Anda simak.

Berikut adalah 5 fakta penting di balik skandal temuan BPK di Garut:

1. Angka Fantastis Rp2,1 Miliar dan Ultimatum Waktu

Baca Juga:Terjerat Temuan BPK, Ini Daftar 13 Kecamatan di Garut yang Wajib Kembalikan Uang Negara Rp2,1 M

Fakta pertama yang paling mencengangkan adalah nominalnya. Sebanyak Rp2,1 miliar uang negara harus dikembalikan. Angka ini merupakan akumulasi temuan dari 13 kecamatan. DPRD Garut, melalui ketuanya, Aris Munandar, tidak memberikan ruang negosiasi.

BPK telah menetapkan batas waktu pengembalian hingga 20 Agustus 2025. Jika melewati tanggal tersebut, sanksi sudah menanti.

"Uang negara sebesar Rp2,1 miliar itu dipastikan harus kembali ke kas negara dengan batas waktu yang sudah ditetapkan BPK," kata Aris.

2. Tanggung Jawab Personal, Bukan "Babarengan"

Siapa yang harus bayar? Pertanyaan ini dijawab lugas oleh Ketua DPRD Garut. Aris Munandar menegaskan bahwa temuan ini bukanlah kesalahan kolektif yang bisa ditanggung ramai-ramai. Tanggung jawabnya bersifat personal.

Baca Juga:Siapa Bertanggung Jawab? BPK Temukan Rp2,1 M Harus Kembali ke Kas Negara dari 13 Kecamatan Garut

"Siapa yang bertanggung jawab, itu yang harus mengembalikan, bukan 'babarengan'," tegas Aris.

Ini artinya, penanggung jawab kegiatan atau bahkan camat bisa jadi pihak yang harus merogoh kocek pribadi jika terbukti bertanggung jawab atas penggunaan dana tersebut. Temuan ini murni masalah internal kepegawaian, bukan melibatkan pihak ketiga atau kontraktor.

3. Daftar "Panas" 13 Kecamatan yang Terseret

Inilah bagian yang paling ditunggu-tunggu publik. Sekretaris Daerah Pemkab Garut, Nurdin Yana, secara terbuka merilis daftar ke-13 kecamatan yang tersandung temuan BPK.

Dari total 42 kecamatan, sepertiga di antaranya kini dalam pengawasan ketat.

Berikut adalah daftar 13 kecamatan tersebut:

  • Kecamatan Banjarwangi
  • Kecamatan Caringin
  • Kecamatan Cigedug
  • Kecamatan Cikelet
  • Kecamatan Cisewu
  • Kecamatan Cilawu
  • Kecamatan Cisurupan
  • Kecamatan Limbangan
  • Kecamatan Karangpawitan
  • Kecamatan Peundeuy
  • Kecamatan Singajaya
  • Kecamatan Pameungpeuk
  • Kecamatan Leles

4. DPRD Pasang "Mata Elang" dan Siapkan Sanksi

DPRD Garut memastikan tidak akan melepas kasus ini begitu saja. Mereka akan terus memantau proses pengembalian uang hingga tuntas.
"Temuan BPK... menjadi perhatian DPRD Garut untuk terus memantaunya sampai selesai dikembalikan uangnya," kata Aris.

Jika ultimatum waktu diabaikan, sanksi menanti. Meski bentuknya belum diputuskan, opsi sanksi administratif menjadi yang paling mungkin.

"Ini sanksinya seperti apa, administratif atau bagaimana, kita nanti akan diskusikan," tambah Aris.

5. Ini Bukan Isu Baru, Tapi Hasil Audit Resmi 2024

Temuan ini bukanlah desas-desus atau isu liar. Sekda Garut, Nurdin Yana, mengonfirmasi bahwa ini adalah hasil audit resmi BPK untuk tahun 2024. Artinya, data dan fakta yang disajikan telah melalui proses pemeriksaan yang mendalam dan dapat dipertanggungjawabkan.

"Temuan itu, kata dia, tentunya harus segera diselesaikan oleh kecamatan yang bersangkutan, karena temuan BPK itu tentu berdasarkan hasil pengecekan langsung di lapangan," kata Nurdin.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

Terkini

Tampilkan lebih banyak