SuaraJabar.id - Dalam sebuah pidato yang emosional di Lapangan Gasibu, Bandung, Gubernur Jawa Barat. Dedi Mulyadi menyampaikan permohonan maaf yang mendalam kepada masyarakat.
Di hadapan publik pada Minggu, 17 Agustus 2025, ia menyoroti kegagalan pemerintah dalam menyejahterakan seluruh rakyatnya.
Dan secara spesifik menyebut ada "dosa-dosa besar" yang harus dipikul bersama oleh para aparatur negara.
Pria yang akrab disapa Kang Dedi Mulyadi (KDM) ini menunjuk dua sektor krusial yang menurutnya menjadi cerminan nyata dari dosa tersebut. Pendidikan dan kesehatan.
Baca Juga:APBD Jabar Disahkan Pincang! 5 Fakta di Balik Aksi Boikot PDIP Gara-gara Dana Pesantren
"Ini adalah dosa besar yang harus kita pikul bersama, tak boleh terjadi," tegas KDM.
Berikut adalah daftar "dosa besar" yang menjadi sorotan utama Gubernur Dedi Mulyadi, sebagai pengingat bagi para pemimpin.
Bahwa jabatan adalah titipan yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
1. Dosa di Sektor Pendidikan: Ketika Anak Bangsa Terhalang Biaya Sekolah
Dosa besar pertama yang disorot KDM adalah masih adanya anak-anak di Jawa Barat yang tidak dapat mengenyam pendidikan layak.
Baca Juga:Geger APBD Jabar! PDIP Boikot Paripurna, Tuding Janji Bantuan Pesantren Dikhianati Dedi Mulyadi
Secara spesifik, ia merasa bersalah atas beberapa kondisi yang seharusnya tidak lagi terjadi di negara yang telah merdeka.
Menurut KDM, adalah sebuah dosa ketika Anak tidak bisa bersekolah sama sekali.
Ini menjadi potret kegagalan paling dasar dalam memastikan hak setiap warga negara untuk mendapatkan pendidikan.
Lulusan SD tidak bisa melanjutkan ke SMP hanya karena tidak mampu membeli seragam.
Masalah sepele seperti seragam seharusnya tidak menjadi penghalang bagi seorang anak untuk melanjutkan pendidikannya.
Siswa putus sekolah di tengah jalan karena terbentur biaya.
Hal ini menunjukkan bahwa negara belum sepenuhnya hadir untuk menjamin masa depan generasi penerusnya.
"Atas nama Pemerintah Provinsi Jawa Barat, saya menyampaikan permohonan maaf pada warga Jabar apabila masih ada anak tidak bersekolah, masih banyak yang tak bisa melanjutkan ke SMP karena tak punya seragam, masih ada yang putus sekolah karena biaya," ujar Dedi dengan nada penyesalan.
2. Dosa di Sektor Kesehatan: Saat Negara Abai Terhadap Warga yang Sakit
Sektor kedua yang menjadi perhatian serius Dedi Mulyadi adalah layanan kesehatan.
Baginya, adalah sebuah dosa besar ketika negara tidak mampu memberikan jaminan kesehatan yang paripurna bagi warganya, terutama bagi mereka yang berada dalam kondisi paling rentan.
Beberapa contoh nyata yang disebut sebagai dosa oleh KDM antara lain pasien terpaksa pulang dari rumah sakit karena BPJS Kesehatan tidak meng-cover biaya pengobatan.
Situasi ini menempatkan masyarakat dalam pilihan sulit antara sembuh atau menanggung beban utang.
Warga ditolak masuk rumah sakit karena memiliki tunggakan iuran BPJS. Akses terhadap layanan kesehatan yang seharusnya menjadi hak, justru terhalang oleh masalah administrasi.
Kepala keluarga yang dirawat di RS membuat keluarganya tidak bisa makan.
Ini menunjukkan bahwa jaring pengaman sosial belum berfungsi optimal, di mana sakitnya tulang punggung keluarga berarti terhentinya sumber kehidupan bagi yang lain.
"Ini negara harus hadir," tandas Dedi, menegaskan bahwa pemerintah memiliki kewajiban mutlak untuk turun tangan dalam kondisi-kondisi seperti ini.
Panggilan untuk Bertindak Kolektif
Lebih dari sekadar meminta maaf, Dedi Mulyadi mengajak seluruh aparatur pemerintah, mulai dari tingkat RT, RW, kepala desa, camat, hingga bupati dan wali kota, untuk introspeksi dan bertindak.
Ia mendorong dibukanya layanan terbuka agar masyarakat dapat dengan mudah mengadukan penderitaan yang mereka alami.
"Jika kita bergerak kolektif, sendi-sendi penderitaan akan terselesaikan," serunya.
Pidato ini menjadi pengingat keras bahwa kemerdekaan yang diperjuangkan oleh para pahlawan harus diisi dengan pengelolaan negara yang baik, yang berpihak pada kesejahteraan rakyat.
Jabatan, menurutnya, bukanlah warisan melainkan amanah yang harus dijalankan dengan sempurna demi kepentingan rakyat.