Andi Ahmad S
Selasa, 29 Juli 2025 | 15:52 WIB
Ilustrasi lampu penerangan jalan umum atau korupsi kepala dinas Cianjur. [Antara]

Hasil Secara administratif, pemenang lelang terlihat sah. Namun, di lapangan, proyek dikerjakan oleh pihak lain yang kemungkinan besar tidak memenuhi kualifikasi teknis.

3. Peran Sentral Pejabat Pembiaran oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA)

Di sinilah peran Dadan Ginanjar, yang saat itu menjabat Kepala Dinas Perhubungan, menjadi krusial. Sebagai KPA, ia memiliki tanggung jawab mutlak untuk memverifikasi, mengawasi, dan memastikan setiap tahapan proyek berjalan sesuai aturan.

Kejaksaan menduga DG "tidak menjalankan tugasnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku." Artinya, ia diduga kuat melakukan pembiaran terhadap penggunaan konsultan bodong dan praktik pinjam bendera. Tanpa "lampu hijau" atau kelalaian dari KPA, modus ini mustahil berjalan mulus.

4. Ujung Cerita Proyek Asal Jadi, Negara Rugi Miliaran

Kombinasi dari perencanaan fiktif, pelaksana tidak kompeten, dan pengawasan yang lemah menghasilkan output yang bisa ditebak: proyek berkualitas rendah dengan biaya selangit.

Hasil penyelidikan Kejari mencatat bahwa perencanaan yang dibuat tidak sesuai standar. Ini berujung pada potensi kerugian keuangan negara yang masif, mencapai Rp8.491.605.289,63. Uang rakyat yang seharusnya menjadi tiang-tiang lampu penerang jalan, justru menguap akibat skema korupsi yang terencana.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa sistem lelang elektronik (LPSE) sekalipun masih memiliki celah yang bisa dieksploitasi jika tidak ada integritas dari para pejabat yang menjalankannya.

Baca Juga: Sosok Dadan Ginanjar, Kepala Dinas Cianjur yang Dinonaktifkan Akibat Skandal Korupsi Lampu Jalan

Load More