Akhirnya, Heri pun menjalani bulan Ramadan ini di Jatinangor sambil menyelesaikan sisa tugas akhirnya yang dikatakan sudah hampir rampung.
Tapi, kata Heri, dia tidak sendirian. Meskipun jauh dari keluarga, Heri masih bisa bertemu dengan rekannya sesama mahasiswa perantau lain yang juga bernasib sama. Berkunjung ke kosan teman, menjadi sarana bagi Heri untuk menghilangkan rasa bosan dan jenuh selama berada di Jatinangor.
“Soal kuliah, kebetulan aku tinggal ngerjain skripsi. Di Nangor, selama PSBB ya aku di kosan aja. Paling main ke kosan teman yang jaraknya dekat. Kalau untuk makan biasanya masak, kadang bareng teman-teman,” terangnya.
Selama pelaksanaan PSBB dan kuliah daring, Heri mengungkapkan, sebagian besar aktivitasnya hanya dilakukan di-kosan saja. Sebab, untuk keluar kosan pun rasanya tidak terlalu aman, dan Heri juga tidak ingin mengambil risiko terpapar virus ketika jauh dari keluarga.
Baca Juga:Rumah Sakit Ini Buka Layanan Konsultasi Online, Begini Prosedurnya
“Nggak pergi ke mana-mana, keluar kosan seperlunya saja. Cuman memang Nangor sepi pake banget, kalau malem udah kayak kota mati. Jadinya ya di kosan aja.” ujar Heri.
Meskipun tidak bisa pulang ke rumah, Heri tetap merasa beruntung. Sebab, almamaternya tetap memperhatikan mahasiswa-mahasiswa yang ‘terjebak’ di Jatinangor seperti Heri.
Hampir setiap minggunya, Heri dan rekan lainnya mendapatkan pasokan sembako secara rutin dari manajemen kampus.
“Unpad termasuk kampus yang perhatian sama mahasiswa, karena hampir setiap minggu mahasiswa yang masih di Nangor diberi sembako secara merata,” kata Heri.
Hal ini dirasa sangat membantu Heri, terutama di tengah Ramadan dan PSBB. Menurutnya, banyak penjual makanan yang tutup dan tidak beroperasi sejak beberapa bulan lalu. Pemberian sembako ini, kata Heri, sedikit banyak mempermudah dirinya selama menjalani aktivitas di Jatinangor.
Baca Juga:Diburu Warga, Kakek Pembunuh Pasutri Sempat Ngumpet sambil Pegang Linggis
“Bantuan sembako, kadang makanan dari Unpad rutin. Hampir setiap minggu ada,” ungkapnya.