SuaraJabar.id - Sejumlah kelompok masyarakat sipil yang tergabung dalam Persatuan Minat dan Bakat (Pemikat) melakukan aksi bentang spanduk penolakan UU Cipta Kerja di Jembatan Layang Pasopati, Kota Bandung, Senin (26/10/2020).
Bukan tanpa sebab Pemikat yang di dalamnya terdiri dari beberapa organisasi pencipta lingkungan ini terlibat dalam penolakan UU Cipta kerja.
Mereka menilai, regulasi sapu jagat ini juga memiliki potensi pengaruh negatif terhadap lingkungan hidup.
Aksi yang didalamnya juga tergabung Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jabar, dan beberapa komunitas pegiat lingkungan juga beberapa kelompok pecinta alam dari pelajar dan mahasiswa itu dilakukan mulai pukul 10.00 WIB hingga pukul 14.30 WIB.
Baca Juga:Detik-Detik Wali Kota Malang Didesak Mahasiswa Teken Penolakan Omnibus Law
Adapun aksi yang dilakukan meliputi aksi tetrikal di atas tali, kemudian aksi menempelkan spanduk berisi penolakan Omnibus Law dari atas Jembatan Layang Pasopati.
Ketua Badan Pengarah Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat sekaligus salah satu Koordinator aksi, Dedi Kurniawan mengungkapkan aksi ini dilakukan sesuai dengan minat pemuda dan kelompok yang peduli akan lingkungan untuk menolak UU Omnibus Law pada klaster lingkungan.
Menurutnya pada UU tersebut terdapat jaminan bagi pengusaha untuk melakukan eksploitasi pada lingkungan.
“Kami tadi melakukan aksi tetrikal, berjalan di atas tali kemudian turun dari atas Jembatan Cikapayang ke bawah dengan membentangkan spanduk tolak Omnibus Law, kemudian juga kami ada beberapa orasi-orasi dari kawan-kawan muda yang juga ingin berkontribusi dan menyerukan dan memberikan informasi kepada masyarakat luas itulah kenapa tempatnya tadi di Cikapayang,” katanya kepada Suarajabar.id ketika dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Senin (26/10/2020).
“Bahwa UU ini bukan hanya akan merugikan kawan-kawan buruh, kawan-kawan petani, tetapi akan merugikan kawan-kawan pelajar, mahasiswa juga masyarakat luas lainnya dalam konteks klaster lingkungan,” imbuh pria yang akrab disapa Gejuy itu.
Baca Juga:Bahas Pelajar Ikut Demo, Kapolda hingga Anies Bertemu Kepsek se-Jabodetabek
Dedi menjelaskan aksi tersebut juga berangkat dari keresahan kelompok peduli lingkungan terhadap UU Omnibus Law klaster lingkungan hidup. Menurutnya dalam peraturan tersebut lebih banyak menguntungkan investor dan pemerintah yang menjadi kaki tangan investor.
“Dalam konteks ini kenapa kita tolak karena kita melihat pihak yang paling diuntungkan dengan adanya UU ini adalah investor dan pemerintah sebagai kaki tangan investor. Mereka bekerjasama demi keuntungan golongannya tanpa mempedulikan rakyat. Meski sudah disahkan namun dalam konteks perjuangan tidak boleh kendor. Harus kita lakukan terus dengan pola-pola minat bakat kami,” ungkapnya.
“Dampaknya sebagai UU sapujagat, beberapa UU disatukan permasalahan yang dibawa ini muncul dibergai sektor kehidupan.
Ketenaga kerjaan, ruang hidup, perempuan, eksploitasi alam, ketimpangan HAM, buruh tenaga kerja pertanian dan sebagainya akan berdampak,” imbuhnya.
Dalam aksi tersebut pihaknya menuntut agar pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi agar menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perpu) untuk mencabut Omnibus Law. Selain itu, pihaknya menuntut agar Pemerintah harus lebih mengutamakan pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup serta sumber daya alam yang berkelanjutan sesuai dengan prinsip antar generasi dibandigkan hanya sebatas investasi.
“Kami menuntut Presiden mengeluarkan Perpu, untuk membatalkan UU ini. Harpaan kami para pengusung UU ini aware dan mereka harus paham bahwa masyarakat menolak ini harus diakomodir sehingga pembatalan dan pencabutan UU ini,” katanya.
Selain menggelar aksi, pihaknya juga melakukan penggalangan dana untuk korban ekologi dan korban demokrasi yakni bagi mereka yang menjadi korban represif aparat ketika mengikuti aksi penolakan Omnibus Law beberapa waktu lalu. Pihaknya juga membuka rekening Bank bjb 0016924504100 atas nama LSM kelompok Kader Konservasi (FK3I).
“Kita sudah sepakati pengumpulan dana itu akan dikhususkan untuk korban bencana ekologi dan korban bencana demokrasi, nah korban bencana demokrasi itu salah satunya banyak kawan-kawan yang sekarang luka parah di RS pada saat aksi dan sebagainya,” katanya.
“Memang terkumpul jauh dari target cukup sedikit, tadi Rp 150.300 terkumpul. Bukan target capaian kami juga membuka penggalangan dana melalui rekening,” imbuhnya.
Kedepan pihaknya masih akan terus menggelar aksi serupa, untuk menolak UU Omnibus Law.
“Kita akan terus melakukan aksi dengan tadi gaya dan kreatifitas kami. Hasil evaluasi kami sudah sepakat Pemikat ini adalah sebuah ogranisasi yang akan terus menerus menolak ombibus law pada klaster lingkungan. Yang kedua, terkait kapan pelaksanaan aksinya, kita akan tetap aksi dengan melihat situasional dan kondisi, penolakan yang dilakukan oleh kawan-kawan dan lainnya. Kita akan melakukan aksi lanjutan di beberapa hari ke depan,” ungkapnya.
Kontributor : Emi La Palau