SuaraJabar.id - Gempa dari patahan Sesar Lembang pada 28 Agustus 2011 masih teringat di benak warga Kampung Muril, RW 15, Desa Jambudipa, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung Barat (KBB).
Peristiwa itu terjadi saat bulan Ramadhan mendekati lebaran. Saat itu, warga tengah disibukan dengan aktivitas memasak kebutuhan lebaran.
Memang tak ada korban jiwa saat gempa berkekuatan 3,3 magnitudo terjadi. Namun ratusan rumah warga mengalami kerusakan. Dari mulai hanya retakan pada bagian tembok, hingga yang terparah rumahnya ambruk.
Kini, Sesar Lembang kembali menjadi sorotan warga Kampung Muril lagi karena tengah ramai diperbincangkan publik, yang membuat mereka kembali teringat memori kelam 10 tahun lalu itu.
Baca Juga:Jawa Barat Gempa 6,8 SR dan Bendungan Jebol Jika Sesar Lembang 'Ngamuk'
Seperti yang diungkapkan kakak-beradik Eni Daryani (80) dan Engkom (79). Keduanya memang saat itu tidak berada di satu rumah yang sama, namun sama-sama merasakan dampak gempa yang dipicu Sesar Lembang.
Emak Eni menceritakan, gempa saat itu dirasakan sekitar pukul 15.00 WIB. Tepatnya ketika dirinya tengah berada di kamar mandi dengan hanya dibalut kain handuk saja.
"Emak waktu itu mau mandi di rumah anak, cuma pakai handuk. Lagi sikat gigi," tutur Eni saat ditemui Suara.com, Kamis (28/1/2021).
Tak lama kemudian, Eni merasakan getaran gempa. Tubuhnya langsung goyah hingga terjatuh di lantai kamar mandi. Bukan goyangan yang dirasakan, tapi seperti lantai yang amblas ke bawah.
"Jadi badan emak kayak kedorong, tanahnya seperti amblas tapi padahal nggak. Emak kan takut," ujarnya.
Baca Juga:Zona Merah Dampak Kegempaan Sesar Lembang, Warga Cimahi Harus Siapkan Ini
Saat itu Eni bingung untuk menyelamatkan diri karena tubuhnya serasa berat untuk berdiri dan melangkah. Sementara anggota keluarganya sudah terlebih dahulu ke luar rumah untuk menyelamatkan diri.
"Emak coba merangkak, tapi asa berat badan juga, kaku. Terus anak emak masuk lagi buat nolong, emak dibopong keluar," terangnya.
Ia selamat dan anggota keluarganya selamat. Hanya rumahnya saja yang mengalam kerusakan, seperti retak-retak pada bagian tembok. Eni berharap peristiwa 10 tahun silam itu tidak terjadi lagi.
"Emak mah berdoa saja mudah-mudahan gak ada lagi gempanya," katanya.
Sementara itu, Engkom (79), adik dari Eni menuturkan, saat kejadian dirinya tengah beristirahat di rumah sederhananya yang saat itu diisi lima orang. Tiba-tiba saja ia merasakan lantai seperti amblas.
"Emak kan waktu itu emang udah bongkok, emak nyelamatin diri dibopong anak. Nyelamatin diri ke luar rumah," ujarnya.
Sebelum keluar menyelamatkan diri, ia melihat kerikil dari tembok dan barang-barang seperti piring, gelas dan sebagainya berjatuhan.
"Iya pada jatuh. Iya takut mudah-mudahan gak ada lagi," tandasnya. [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]