SuaraJabar.id - Tim pemakaman Covid-19 di TPU Cikadut, Kota Bandung saat ini disibukan oleh naiknya angka kematian Covid-19. Namun peningkatan intensitas kerja ini belum dibarengi dengan kesejahteraan dan pemenuhan alat proteksi atau pelindung bagi para petugas dan penggali kuburan.
Untuk alat pelindung diri (APD) baju hazmat misalnya. Mereka terpaksa harus mencuci APD-nya agar bisa digunakan kembali keesokan harinya. Padahal idealnya, APD hazmat hanya digunakan sekali saja.
Atas kondisi ini, salah satu ketua tim pemakaman jenazah Covid-19 di TPU Cikadut, Agus Gunawan meminta kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung dari dinas-dinas terkait untuk memantau kondisi timnya di lapangan.
Kini ia dan timnya yang berjumlah 36 orang kewalahan dalam menangani jenazah Covid-19, yang kini bisa sampai 15 jenazah per harinya. Jumlah ini meningkat sejak pascalibur lLbaran, yang asalnya hanya dua sampai lima jenazah per harinya.
Baca Juga:Warga Jakarta Diminta Tak Berlibur ke Bandung Raya Hingga Pekan Depan
"Tolong perhatikan kesejahteraan kami di sini (TPU Cikadut)," kata Agus kepada Ayobandung.com-jejaring Suara.com di lokasi, Selasa (15/6/2021).
Agus melanjutkan, ia ingin ada ketegasan dari Pemkot Bandung agar tak ada pungutan liar (pungli) yang terjadi di sekitar TPU Cikadut.
"Saya tidak mau ada seperti itu lagi," ucap Agus.
*Minimnya Perhatian Pemkot Bandung*
Tak hanya kewalahan karena kekurangan personel, ia dan timnya juga kini sedang kekurangan alat pelindung diri (APD) untuk pengurusan jenazah Covid-19.
Baca Juga:Jasa Dukun Bakal Kena PPN, Abah Unang: Yang Berobat Saja Kadang Gratis
Akibat kekurangan itulah, lanjut Agus, ia terpaksa harus mencuci APD-nya agar bisa digunakan kembali keesokan harinya.
"Aturannya itu APD harus sekali ganti, karena kita kekurangan, jadi kita cuci di rumah. Makanya satu APD kita bisa pakai sampai dua minggu," ujarnya.
Selain APD, pemeriksaan kesehatan terhadap petugas pemakaman jenazah Covid-19 juga tak diperhatikan oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung.
Ia mengaku, dari semenjak Covid-19 muncul di Indonesia, khususnya Kota Bandung, ia baru sekali dites kesehatan. Itupun dianjurkan oleh Pemkot Bandung untuk dites di Puskesmas.
"Padahal kita juga ujung tombak dari penangan jenazah Covid-19 ini," ucapnya.
Terakhir, ia menyesalkan sikap Pemkot Bandung yang seringkali telat dalam memberikan insentif kepadanya dan timnya.
Ia mengaku, setiap kali ia menerima insentif ia harus menunggu selama setengah bulan kemudian dari jadwal pemberian insentif selama satu bulan bekerja.
"Jadi intinya setelah satu setengah bulan baru cair insentifnya," tutupnya.