Lahan Pertanian di Lembang Semakin Menyusut Gara-gara Bisnis Pariwista

Lembang memiliki daya tarik wisata yang sangat tinggi.

Ari Syahril Ramadhan
Rabu, 06 Oktober 2021 | 16:43 WIB
Lahan Pertanian di Lembang Semakin Menyusut Gara-gara Bisnis Pariwista
Petani tomat di Lembang, Kabupaten Bandung Barat. [Suara.com/Ferrye Bangkit Rizki]

SuaraJabar.id - Lahan pertanian di Lembang, Kabupaten Bandung Barat (KBB) terus menyusut. Alih fungsi lahan dari pertanian menjadi bisnis komersil seperti tempat wisata, penginapan dan sebagainya disebut jadi penyebabnya.

Berdasarkan data Balai Penyuluhan Pertanian Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Lembang, tahun 2009 luas lahan pertanian yang ada sekitar 13 ribu hektare, 10 tahun kemudian menyusut jadi 9.767 hektare tetapi untuk lahan produktif cuma sekitar 3.800-an hektare.

"Lahan mutlak milik masyarakat itu 9.767 hektare, tetapi lahan produktif kurang dari itu. Kalau ditambah dengan lahan perkebunan milik PTPN dan Perhutani pasti lebih dari itu," ungkap Penyuluh Balai BP3K Lembang, W. Darwin pada Rabu (6/10/2021).

Darwin mengatakan, menyusutnya lahan pertanian di Lembang dikarenakan letak geografis  alam dan lingkungannya sangat mendukung dalam pengembangan peternakan, pertanian, tanaman dan holtikultura. Bukan itu saja, keindahan alamnya juga layak dijadikan tujuan wisata.

Baca Juga:Dorong Sektor Pertanian, Pemerintah Realisasikan Irigasi Perpipaan bagi Petani di Sorong

Alih fungsi lahan pertanian demi kepentingan pariwisata cukup mencolok terjadi di Desa Cibodas.
Berdirinya salah satu objek wisata terkenal di sana menyebabkan para petani menjual lahannya dan beralih profesi sebagai pekerja di bidang lainnya.

Salah satunya The Lodge Maribaya. Dikatakan Darwin, dulunya tempat itu adalah lahan pertanian yang luas.

Dengan makin banyak pengunjung yang datang, kemudian pengelola tempat wisata menambah lahan untuk dijadikan tempat parkir kendaraan wisatawan.

"Paling luas lahan wisatanya sekitar 1 hektare, tapi tempat parkirnya lebih luas, padahal 10 tahun lalu, disana masih kebun masyarakat. Memang dulu itu lahan pertanian dan perkebunan Lembang masih luas soalnya belum ada The Lodge, Floating Market, tempat wisata di Cikole juga belum ada," jelasnya.

Terpisah, Camat Lembang, Herman Permadi mengklaim, lahan pertanian di wilayahnya masih aman.

Baca Juga:Anggota DPRD Indramayu dari Partai Demokrat Jadi Tersangka Kasus Terbunuhnya 2 Petani

Dari total wilayah Lembang seluas 95,56 km persegi atau 9.596 hektare, hanya sekitar 10 persen yang sudah dibangun menjadi tempat komersil.

"Pertanian di kita masih luas, untuk wisata masih kecil, pariwisata belum mengambil ruang lahan pertanian, masih di angka 90 persen. Kita masih jaga," ungkap Herman.

Diakui Herman, menurut dia, sejak jaman dahulu, Lembang sudah terkenal akan penghasil pertanian dan perkebunan.

Bahkan, Lembang juga merupakan daerah penghasil susu sapi peras pertama di Indonesia saat pemerintah Hindia Belanda mengimpor sapi perah ke dalam negeri pada abad ke-19.

Menurut berbagai sumber, budi daya ternak sapi perah pertama kali dibawa ke Lembang oleh keluarga Ursone berkebangsaan Italia pada tahun 1880.

Dari hasil usahanya tersebut Ursone mampu membangun perusahaan susu yang bernama Lembangsche Melkerij Ursone yang saat itu terkenal seantero Hindia Belanda sebagai penghasil susu terbaik dengan kualitas tinggi.

Kontributor : Ferrye Bangkit Rizki

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini