"Jangan sampai kesehatannya dijamin, kelahirannya dijamin, tetapi negara menjamin keluarga itu-itu juga. Yang dapat beasiswa, yang bantuan melahirkan, perumahan keluarga, bantuan nontunai keluarga dia, nanti uang negara mikul di satu keluarga," kata Gubernur Jabar Dedi Mulyadi di Bandung, Senin (28/4).
Kebijakan ini, menurut Dedi, sebagai jalan keluar karena saat ini keluarga tidak mampu banyak yang melahirkan dengan cara operasi sesar, yang per tindakannya sedikitnya Rp25 juta.
Dedi mengatakan bahwa KB, terlebih KB pria berupa vasektomi (metode operasi pria/MOP), akan menjadi syarat untuk penerimaan bantuan sosial.
Mengingat dari temuannya banyak keluarga prasejahtera ternyata memiliki banyak anak, padahal kebutuhan tidak tercukupi.
Baca Juga:Pernyataan Dedi Mulyadi Jadi Sorotan Ono Surono: Penting Untuk Membangun Kepercayaan Publik
Wajib Militer Dedi Mulyadi
Pengamat Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Cecep Darmawan menilai program wajib militer bagi anak bermasalah di Jabar yang diusung Gubernur Dedi Mulyadi.
Berseberangan dengan konsep pedagogi yang mengedepankan kebutuhan dan karakter peserta didik.
"Itu mau masuk militer atau masuk pesantren -saja- barudak -anak-anak-. Jadi gini lah dalam dunia pendidikan, kalau ada masalah itu tidak harus kemudian diserahkan kepada institusi lain dulu. Kan gini ya, anak nakal itu kan tidak bisa diseragamkan. Masalahnya kan bisa beda-beda dan TNI bukan obat segala masalah," kata Cecep.
Cecep menilai kebijakan yang disampaikan Dedi mungkin bermaksud baik, namun dia mengungkapkan lebih baik yang diusung bukanlah konsep wajib militer pada anak bermasalah.
Baca Juga:Perjuangan Bocah SMP Rawat Ayah Sakit Hingga Meninggal, Dedi Mulyadi Beri Reaksi Menyentuh
Tetapi pendidikan pendahuluan bela negara yang memang sejalan dengan Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional untuk Pertahanan Negara.