Gempa Frekuensi Rendah di Tangkuban Parahu Tembus Rekor: Aktivitas Masih Normal

Aktivitas gempa Gunung Tangkuban Parahu meningkat, 1 Juli 2025 tercatat 130 gempa frekuensi rendah. Status Level I (Normal), namun potensi erupsi freatik diwaspadai

Budi Arista Romadhoni
Rabu, 02 Juli 2025 | 21:51 WIB
Gempa Frekuensi Rendah di Tangkuban Parahu Tembus Rekor: Aktivitas Masih Normal
Situasi Kawah Ratu Gunung Tangkuban Parahu, perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang. [ANTARA/HO Badan Geologi]

SuaraJabar.id - Aktivitas kegempaan di Gunung Tangkuban Parahu menunjukkan peningkatan signifikan dalam beberapa hari terakhir. Puncaknya, pada 1 Juli 2025, Badan Geologi Kementerian ESDM mencatat terjadi 130 kali gempa frekuensi rendah (Low Frequency/LF), menjadi angka tertinggi dalam kurun empat hari terakhir.

Kendati demikian, status aktivitas gunung api yang terletak di perbatasan Kabupaten Bandung Barat dan Kabupaten Subang ini masih berada pada Level I (Normal).

Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, menyampaikan bahwa lonjakan aktivitas kegempaan perlu menjadi perhatian, meski belum menandakan potensi erupsi magmatik.

Tren peningkatan gempa tercatat sejak 28 Juni 2025 sebanyak 84 kali, kemudian naik menjadi 87 kali pada 29 Juni, dan kembali meningkat menjadi 90 kali pada 30 Juni dengan amplitudo 4–34 mm dan durasi 11–25 detik.

Baca Juga:Tak Ada Peminat dan Banyak Siswa yang Mau Pindah, Sekolah di Kaki Gunung Tangkuban Parahu Ini Terancam Bubar

“Pada 1 Juli saja, tercatat 130 gempa frekuensi rendah. Selain itu juga terjadi 11 kali gempa hembusan, serta tremor menerus dengan amplitudo 0,5 – 1,5 mm,” ujar Wafid dikutip dari ANTARA pada Rabu (2/7/2025). 

Gempa frekuensi rendah ini umumnya berasosiasi dengan pergerakan fluida di bawah permukaan, dalam hal ini berkaitan erat dengan aktivitas bualan lumpur yang masih terus berlangsung di Kawah Ratu.

Meski intensitasnya menurun, area bualan lumpur yang terbentuk sejak 5 Juni 2025 masih sama luasnya.

Sementara itu, pengamatan deformasi permukaan menggunakan metode GNSS dan Tiltmeter menunjukkan kondisi stabil tanpa adanya perubahan signifikan.

Namun, pemantauan dengan metode EDM (Electronic Distance Measurement) memperlihatkan indikasi inflasi, yang berarti adanya akumulasi tekanan di kedalaman dangkal.

Baca Juga:Terletak di Kaki Gunung Tangkuban Parahu, SD Negeri Ini Sudah Dua Tahun Tak Punya Siswa Baru

Hembusan Asap dan Aktivitas Permukaan

Secara visual, Gunung Tangkuban Parahu memperlihatkan aktivitas berupa hembusan asap putih tipis hingga sedang dengan ketinggian 20–130 meter dari dasar Kawah Ratu dan 5–10 meter dari Kawah Ecoma.

Tekanan asap tercatat lemah hingga sedang. Manifestasi permukaan ini, menurut Wafid, belum mengarah pada peningkatan aktivitas vulkanik yang mengkhawatirkan.

Namun, potensi erupsi freatik tetap harus diwaspadai karena dapat terjadi secara tiba-tiba tanpa gejala yang jelas, akibat tekanan uap air yang terperangkap dan dilepaskan secara eksplosif. Hal inilah yang membedakan dengan erupsi magmatik yang biasanya didahului oleh peningkatan aktivitas vulkanik.

"Potensi erupsi freatik tetap ada dan bisa terjadi tanpa tanda-tanda awal yang jelas. Ini yang perlu diperhatikan oleh masyarakat dan wisatawan," tegas Wafid.

Pemantauan Gas dan Gempa Bumi

Hasil pemantauan gas dari stasiun Multi-GAS permanen juga belum menunjukkan anomali. Rasio gas CO/SO, CO/HS, HO/CO, serta proporsi antara gas SO dan HS masih dalam kondisi normal. Dengan demikian, Gunung Tangkuban Parahu masih dinyatakan berada pada tingkat aktivitas Normal.

Sebagai tambahan, berdasarkan informasi dari BMKG, pada 29 Juni 2025 pukul 08.49 WIB, terjadi gempa tektonik bermagnitudo 2,7 di koordinat 6,76 LS – 107,63 BT dengan kedalaman 6 km. Gempa tersebut dirasakan dengan skala III MMI di Pos Pemantauan Gunung Api Tangkuban Parahu.

“Pascakejadian gempa tektonik tersebut, tidak ada peningkatan visual aktivitas vulkanik di gunung,” kata Wafid.

Imbauan kepada Masyarakat dan Wisatawan

Meski statusnya masih normal, masyarakat di sekitar Gunung Tangkuban Parahu dan para pengunjung tetap diminta tidak mendekati area dasar kawah aktif, terutama Kawah Ratu dan Kawah Upas.

Waktu kunjungan juga diminta untuk dibatasi, dan pengunjung diminta segera menjauh jika terdeteksi hembusan gas meningkat atau mencium bau gas menyengat seperti belerang.

Pemerintah daerah dan BPBD setempat juga diimbau terus melakukan koordinasi dengan Pos Pengamatan Gunung Api Tangkuban Parahu di Desa Cikole serta dengan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) di Bandung untuk memastikan langkah antisipasi berjalan dengan baik.

“Masyarakat diharapkan tetap tenang, tidak mudah termakan isu yang belum bisa dipertanggungjawabkan, dan selalu mengikuti perkembangan informasi dari sumber resmi,” tandas Wafid.

Ia menambahkan bahwa evaluasi tingkat aktivitas gunung akan terus dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu jika ada perkembangan signifikan. Kewaspadaan tetap penting, meski kondisi masih aman.

Gunung Tangkuban Parahu sendiri merupakan salah satu gunung api aktif di Indonesia yang memiliki sembilan kawah, dengan dua kawah utama yaitu Kawah Ratu dan Kawah Upas, yang berada di puncak. Letusan yang umum terjadi dari gunung ini bersifat freatik, terutama dari Kawah Ratu.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

News

Terkini