- Meskipun Tidak Ada Surat Resmi, Isu Pergantian Kapolri Menjadi Sinyal Tekanan Politik Kuat.
- Wacana Pergantian Kapolri adalah Bagian dari Konsolidasi Kekuasaan Presiden Baru.
- Munculnya Nama Inisial Calon Pengganti Menunjukkan Posisi Kapolri Saat Ini Tidak Lagi Aman.
SuaraJabar.id - Jabatan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo kembali diuji. Meskipun pimpinan DPR RI kompak menegaskan belum ada surat resmi dari Presiden Prabowo Subianto terkait pergantian.
Beredarnya isu ini secara masif dibaca sebagai sinyal kuat adanya tekanan politik yang mengarah pada pucuk pimpinan Korps Bhayangkara.
Munculnya nama-nama kandidat pengganti di ruang publik, meski masih sebatas inisial, semakin mempertegas bahwa wacana suksesi di tubuh Polri bukan lagi sekadar rumor biasa.
Secara administratif, posisi Jenderal Listyo Sigit masih aman. Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad dan Anggota Komisi III Nasir Djamil telah memberikan bantahan yang jelas.
Baca Juga:Misteri Inisial D dan S Menguat, Bursa Calon Kapolri Pengganti Listyo Sigit Mulai Memanas
"Pimpinan DPR belum terima surat Presiden mengenai pergantian Kapolri," tegas Dasco.
Namun, dalam lanskap politik, bantahan formal semacam ini seringkali tak cukup kuat untuk memadamkan riak di baliknya.
Analis membaca bahwa isu ini sengaja dihembuskan untuk mengukur reaksi berbagai pihak dan, yang paling utama, memberikan tekanan langsung kepada sang petahana.
"Iya, kami kan belum tahu kebenarannya," tambah Nasir Djamil, yang mengindikasikan bahwa meski surat belum ada, percakapan mengenai hal ini sudah ada.
Di bawah pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto, posisi strategis seperti Kapolri secara alami akan menjadi subjek evaluasi.
Seorang presiden baru seringkali menginginkan pos-pos kunci diisi oleh figur yang tidak hanya profesional, tetapi juga memiliki "chemistry" dan loyalitas yang teruji terhadap kepemimpinannya.
Baca Juga:Isu Panas Pergantian Kapolri, Pimpinan DPR Buka Suara: Belum Terima Surat Presiden
Isu pergantian ini dapat diartikan sebagai bagian dari proses konsolidasi kekuasaan, di mana Presiden Prabowo ingin memastikan agenda keamanan dan penegakan hukumnya ke depan dapat dijalankan oleh komando yang paling ia percaya.
Hal yang paling signifikan dalam isu ini adalah munculnya inisial calon pengganti. Nasir Djamil secara terbuka menyebut adanya inisial 'D' dan 'S' yang beredar.
"Begitu juga nama-nama yang menyebar, katanya ada inisial D, ada inisial S. Kami nggak mengerti juga itu siapa kan," ucapnya.
Bagi Jenderal Listyo Sigit, munculnya nama-nama kandidat ini bukan lagi sekadar spekulasi, melainkan bisa dibaca sebagai alat untuk meningkatkan tekanan.
Ini adalah sinyal bahwa Istana mungkin sudah memiliki beberapa opsi, dan posisinya tidak lagi senyaman sebelumnya. Kini, setiap langkah dan kebijakan yang diambil oleh Jenderal Sigit akan berada di bawah sorotan yang lebih tajam. [Antara]